Malam ini, barusan saja tadi.
Aku berjalan-jalan, keliling kota sendirian. Sendirian? ya biasalah, karena kebanyakan teman jauh, dan mantan kekasih juga jauh, sudah biasa aku keliling sendirian. Meski juga kota ini adalah kota kelahiran. Keliling kota sendirian biasanya hanya akan membuat kita merasa gundah, seperti tak punya teman.
Aku bertemu teman, namanya Eca. Teman baru, baru saja berkenalan. Kami bercerita-cerita sebentar, sebentar saja, tak berlama-lama. Dia bercerita tentang pekerjaannya, tentang keluarganya, tentang bagaimana dia merasa bosan dengan pekerjaannya dan ingin berkeluarga, lalu menjadi ibu rumah tangga saja. Umurnya baru 21 mungkin, dia sudah merasakan kegelisahan itu, apalagi aku yang sekarang sudah berumur... entah berapa, tak jadi masalah, hanya belum ketemu jodoh. Kami mempunyai keinginan yang sama, tapi aku tau, kami tidak akan menjalaninya bersama.
Lalu aku pulang, entah kenapa terasa perasaanku berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku mengamati sekeliling, kulihat ada orang-orang berjualan di pinggir jalan. Berjualan apa saja, padahal ini sudah malam, waktunya tidur. Mungkin jam kerja mereka berbeda dengan jam kerja kebanyakan orang lain.
Salah satunya ada yang berjualan martabak bangka, Bangka? Perasaan ku selalu sedikit bergetar mendengar kata bangka, sedikit saja, tak perlu banyak-banyak. Aku hampiri, meski tak begitu lapar, mungkin ada orang-orang lain di rumahku atau di mana saja yang nanti bisa ketemu, yang perlu ku belikan makanan. Kalaupun tak ada, aku tetap akan membeli hanya untuk membuat penjualnya senang.
Yang menjual seorang Bapak memakai kopiah, seorang ibu memakai jilbab yang mungkin isterinya, juga seorang anak perempuan yang sama mungkinnya adalah anak mereka. Mereka bekerjasama dengan sinergis untuk menyediakan pesanan. Aku senang sekali melihat mereka. Mereka berusaha hingga semalam ini, yang kulihat disepakati oleh hampir semua orang sebagai pukul 11 malam. Mereka berusaha mencari penghasilan dengan cara yang baik. Mereka terlihat ceria, dan sepertinya tidak sedang memaki kehidupan yang membuat mereka masih bekerja hingga semalam ini. Dan banyak orang-orang seperti mereka ini. Yang bekerja dari cinta, oleh cinta, untuk cinta. Cinta yang universal maksudku, cinta kepada kehidupan dan pemberi kehidupan, bukan cinta sempit menggebu-gebu yang kurasakan kepada mantan kekasihku sampai saat ini.
Aku seolah-olah mendapat sedikit perasaan dari mereka, tertular sedikit. Aku merasa nyaman, merasa dipenuhi perasaan sayang. Entah fenomena psikologi apa ini namanya. Aku berjalan pulang, mengucapkan terima kasih pada mereka. Aku jadi merasa menyayangi mereka, jadi merasa meyayangi kalian semua yang bekerja untuk untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik, aku menyayangi kalian yang berjuang untuk merawat anak-anak kalian, aku menyayangi kalian yang bekerja demi diri kalian sendiri, aku meyayangi kalian orang-orang yang lewat di jalan, aku meyangi orang yang tadi terlalu ngebut sehingga hampir menabrakku, yang menyadarkanku bahwa hidup perlu disyukuri, aku menyayangi kalian yang malam-malam begini sedang berkumpul di pinggir jalan, entah untuk tujuan apa. Aku meyayangi orang tuaku yang nanti akan terbangun untuk membukakan pintu. Aku meyayangi kalian semua teman-temanku, temanku yang sedang bersama anaknya yang kemarin ku datangi, temanku yang senasib dengan ku yang kemarin sama-sama mendatangi, teman-temanku lainnya yang jauh yang kadang-kadang mengirimkan pesan-pesan untuk menghiburku, juga teman jauh ku yang menceritakan kesedihannya untuk mendapat hiburan dariku. Orang-orang yang telah ku kenal dan yang akan ku kenal. Aku menyayangi kalian semua.
Aku sedang tak membenci kalian, pemerintahku. Karena toh kalian bekerja demi kepentingan banyak orang, dan selalu akan ada hal-hal baik yang kalian hasilkan. Hanya kami saja yang jarang menyadarinya, sehingga selalu mencari hal-hal buruk dari kalian untuk ikut kami sesali, karena sesungguhnya kami menyesali kehidupan kami sendiri, mungkin kami hanya mencari sesuatu dari luar diri untuk melampiaskan sedikit rasa marah. Aku sedang tak membenci artis-artis atau tayangan tentang artis ini artis itu yang sering terasa betapa tak pentingnya, kalian juga manusia yang perlu disayangi, yang perlu pencapaian. Aku sedang tak membenci orang yang telah merebut mantan kekasihku. Aku sedang tak membenci diriku yang tak berhasil menjaga perasaan mantan kekasihku. Aku sedang tak membenci apapun. Karena kita semua sama, hanya sedang menjalani peranan yang sedang dipilihkan untuk kita, jika kita menolak menjalani peran ini, berusaha saja, masih banyak peran lain yang bisa dimainkan.
Entah berapa lama perasan ini akan bertahan, aku sadar, mungkin tak lama. Karena jiwa masih berfluktuasi dan mencari titik kesetimbangannya. Karena selalu akan ada masalah di setiap hari yang kita lalui. Masalah yang selalu saja, jika diurai akan semakin panjang, dan jika digulung akan semakin pendek. Aku masih percaya, semua akan indah, kalau tidak pada saat ini, mungkin sekejap kemudian, atau beberapa kejap kemudian, tak perlulah jumlah kejapan itu kita hitung. Hanya percaya, itu saja yang kita butuhkan.
Aku meyangi kalian semua.
Salam.
Catatan 25 Januari 2010
Aku berjalan-jalan, keliling kota sendirian. Sendirian? ya biasalah, karena kebanyakan teman jauh, dan mantan kekasih juga jauh, sudah biasa aku keliling sendirian. Meski juga kota ini adalah kota kelahiran. Keliling kota sendirian biasanya hanya akan membuat kita merasa gundah, seperti tak punya teman.
Aku bertemu teman, namanya Eca. Teman baru, baru saja berkenalan. Kami bercerita-cerita sebentar, sebentar saja, tak berlama-lama. Dia bercerita tentang pekerjaannya, tentang keluarganya, tentang bagaimana dia merasa bosan dengan pekerjaannya dan ingin berkeluarga, lalu menjadi ibu rumah tangga saja. Umurnya baru 21 mungkin, dia sudah merasakan kegelisahan itu, apalagi aku yang sekarang sudah berumur... entah berapa, tak jadi masalah, hanya belum ketemu jodoh. Kami mempunyai keinginan yang sama, tapi aku tau, kami tidak akan menjalaninya bersama.
Lalu aku pulang, entah kenapa terasa perasaanku berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku mengamati sekeliling, kulihat ada orang-orang berjualan di pinggir jalan. Berjualan apa saja, padahal ini sudah malam, waktunya tidur. Mungkin jam kerja mereka berbeda dengan jam kerja kebanyakan orang lain.
Salah satunya ada yang berjualan martabak bangka, Bangka? Perasaan ku selalu sedikit bergetar mendengar kata bangka, sedikit saja, tak perlu banyak-banyak. Aku hampiri, meski tak begitu lapar, mungkin ada orang-orang lain di rumahku atau di mana saja yang nanti bisa ketemu, yang perlu ku belikan makanan. Kalaupun tak ada, aku tetap akan membeli hanya untuk membuat penjualnya senang.
Yang menjual seorang Bapak memakai kopiah, seorang ibu memakai jilbab yang mungkin isterinya, juga seorang anak perempuan yang sama mungkinnya adalah anak mereka. Mereka bekerjasama dengan sinergis untuk menyediakan pesanan. Aku senang sekali melihat mereka. Mereka berusaha hingga semalam ini, yang kulihat disepakati oleh hampir semua orang sebagai pukul 11 malam. Mereka berusaha mencari penghasilan dengan cara yang baik. Mereka terlihat ceria, dan sepertinya tidak sedang memaki kehidupan yang membuat mereka masih bekerja hingga semalam ini. Dan banyak orang-orang seperti mereka ini. Yang bekerja dari cinta, oleh cinta, untuk cinta. Cinta yang universal maksudku, cinta kepada kehidupan dan pemberi kehidupan, bukan cinta sempit menggebu-gebu yang kurasakan kepada mantan kekasihku sampai saat ini.
Aku seolah-olah mendapat sedikit perasaan dari mereka, tertular sedikit. Aku merasa nyaman, merasa dipenuhi perasaan sayang. Entah fenomena psikologi apa ini namanya. Aku berjalan pulang, mengucapkan terima kasih pada mereka. Aku jadi merasa menyayangi mereka, jadi merasa meyayangi kalian semua yang bekerja untuk untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik, aku menyayangi kalian yang berjuang untuk merawat anak-anak kalian, aku menyayangi kalian yang bekerja demi diri kalian sendiri, aku meyayangi kalian orang-orang yang lewat di jalan, aku meyangi orang yang tadi terlalu ngebut sehingga hampir menabrakku, yang menyadarkanku bahwa hidup perlu disyukuri, aku menyayangi kalian yang malam-malam begini sedang berkumpul di pinggir jalan, entah untuk tujuan apa. Aku meyayangi orang tuaku yang nanti akan terbangun untuk membukakan pintu. Aku meyayangi kalian semua teman-temanku, temanku yang sedang bersama anaknya yang kemarin ku datangi, temanku yang senasib dengan ku yang kemarin sama-sama mendatangi, teman-temanku lainnya yang jauh yang kadang-kadang mengirimkan pesan-pesan untuk menghiburku, juga teman jauh ku yang menceritakan kesedihannya untuk mendapat hiburan dariku. Orang-orang yang telah ku kenal dan yang akan ku kenal. Aku menyayangi kalian semua.
Aku sedang tak membenci kalian, pemerintahku. Karena toh kalian bekerja demi kepentingan banyak orang, dan selalu akan ada hal-hal baik yang kalian hasilkan. Hanya kami saja yang jarang menyadarinya, sehingga selalu mencari hal-hal buruk dari kalian untuk ikut kami sesali, karena sesungguhnya kami menyesali kehidupan kami sendiri, mungkin kami hanya mencari sesuatu dari luar diri untuk melampiaskan sedikit rasa marah. Aku sedang tak membenci artis-artis atau tayangan tentang artis ini artis itu yang sering terasa betapa tak pentingnya, kalian juga manusia yang perlu disayangi, yang perlu pencapaian. Aku sedang tak membenci orang yang telah merebut mantan kekasihku. Aku sedang tak membenci diriku yang tak berhasil menjaga perasaan mantan kekasihku. Aku sedang tak membenci apapun. Karena kita semua sama, hanya sedang menjalani peranan yang sedang dipilihkan untuk kita, jika kita menolak menjalani peran ini, berusaha saja, masih banyak peran lain yang bisa dimainkan.
Entah berapa lama perasan ini akan bertahan, aku sadar, mungkin tak lama. Karena jiwa masih berfluktuasi dan mencari titik kesetimbangannya. Karena selalu akan ada masalah di setiap hari yang kita lalui. Masalah yang selalu saja, jika diurai akan semakin panjang, dan jika digulung akan semakin pendek. Aku masih percaya, semua akan indah, kalau tidak pada saat ini, mungkin sekejap kemudian, atau beberapa kejap kemudian, tak perlulah jumlah kejapan itu kita hitung. Hanya percaya, itu saja yang kita butuhkan.
Aku meyangi kalian semua.
Salam.
Catatan 25 Januari 2010
Terkadang kita harus menjalani sesuatu sebagai sesuatu yang memang harus dijalani.
ReplyDelete"Dan semua akan indah, kalau tidak pada saat ini, mungkin sekejap kemudian, atau beberapa kejap kemudian, tak perlulah jumlah kejapan itu kita hitung. Hanya percaya, itu saja yang kita butuhkan."
ReplyDeleteThanks sudah mampir.. :)