Sunday, November 18, 2007

Sebenarnya cinta?


Udara sejuk yang menyapu hangat mentari senja tak luput dari membelai wajah mereka berdua, yang tengah duduk menikmati rasa dan aroma secangkir kopi hangat di bilangan Dago atas, Bandung. Suasana yang mengudara sesejuk udara yang mereka resapi.
Suasana, itulah yang ditunggu-tunggu oleh Randi Suranda, remaja pria yang telah sekian lama melakukan pendekatan intensif terhadap (tentu saja) remaja wanita (cantik) di hadapannya, Liyani.
“Suasana, ciptakan suasana yang tepat, dan bidikanmu akan mengenai sasaran.“ Itulah sebuah pesan yang sedang berdengung di telinga Randi, dari seorang teman bernama Dodon yang berprofesi sebagai konsultan cinta kecil-kecilan dan belum pernah (sama sekali) terbukti keabsahannya. Dan Randi tak punya orang lain yang sedikit lebih tepat untuk dimintai saran.
Suasana, inilah dia suasana yang tepat. Pekik hati Randi, sembari menatap pujaan di depannya yang terlihat menikmati dari anggukan-anggukan kecil yang dibuatnya seirama lagu lembut yang sedang di udara.
Saat Arjuna di benaknya menarik busur, Randi memulai kata.
“Yan, terus terang, sejak zaman dulu kala, aku udah nunggu momen ini, momen dimana aku pengen bilang…. Aku cinta kamu, aku padamu, I lop u.” Ucapnya, diikuti diam, berharap apa yang dia katakan akan menuai gema, setidaknya sebuah iklan telah menjanjikan itu, ‘percakapanmu pasti kembali’, katanya, yang membuat Randi tersugesti untuk mengganti kartu ponselnya. Randi memang bukan udang, tapi karena terobsesi oleh cintanya, dia hanya mampu berpikir setaraf teman-teman udang.
Tik tik tik… detik yang berjalan lebih lambat dari detak jantungnya terasa sangat sunyi, di depannya sang penguasa detik-detik yang barusan berjalan, masih terlihat tenang, matanya masih menerawang tak menatap Randi. Masa-masa ini adalah masa-masa wanita memegang kekuatan yang tak seorang pria pun bisa membantahnya. Tidak terdengar gema, Randi segera membuat catatan di hatinya untuk mengganti kartu ponselnya.
“Jadi, kamu gimana, Liyani ?”
Seraya mengembangkan senyum, Liyani malah menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lain, yang sangat tidak relevan.
“Kamu tau ngga, lagu ini lagu siapa?”
“Aduh, Yan, jangan mengalihkan pembicaraan dong, aku ngomong serius tadi. Masa pertanyaan dijawab pertanyaan? Jeruk makan jeruk. Lagipula kamu udah tau kan, aku bukan penganut pop musik kaya gini, udah jelas aku penganut aliran the, the beatles, the doors, the strokes, tho jonis, mana aku tau ini lagu siapa, pasti ga ada the nya…”
“Aku suka banget lagu ini, ini lagu letto, sebenarnya cinta.”
“Oke, oke, karena kamu suka lagu ini, aku juga suka deh sama lagu ini, jadi mari kita kembali ke pokok permasalahan?”
“Naah, gini aja, aku bakal ngejawab pertanyaan kamu, setelah kamu bisa ngejelasin ini sebenarnya lagu tentang apa? Satu minggu, oke?”
“Duh Gusti!” Ucap ekspresi Randi.
***
Dan demikianlah, Randi lantas membeli kaset letto, mendengarkannya berjam-jam, berhari-hari, dan mulai mencari teman terdekat untuk berkonsultasi. Dan itulah sebuah kerugian berteman dengan manusia-manusia yang hidupnya semrawut dan membaktikan diri pada aliran musik anti kemapanan, mana mungkin menanyakan arti lagu letto kepada pecinta sek pistol, nirvana, dan saudara-saudaranya. Randi hanya mendapat celaan dari si Dodon,
“Sejak kapan maneh suka ama the letto? Malu dong men, sama mendiang Jim Morrison!”
Sebenarnya Randi tidak terlalu buta dengan puisi, dia pernah membaca Gibran, Rumi, atau penyair lain. Tapi itu sekedar membaca, dan jarang benar-benar mengerti apa yang dia baca. Setidaknya namanya yang khas sunda sudah mengandung puisi, walaupun tak memberi bantuan sama sekali.
Dan Randi pun harus berjuang keras dengan otaknya yang terbatas untuk menterjemahkan lirik lagu sebenarnya cinta tersebut sendirian. Setelah satu minggu kurang satu hari berlalu dengan penuh kontemplasi, akhirnya dia mulai menuliskan interpretasinya.
“Irama lagunya lembut, artinya lagu ini mungkin merupakan sebuah perenungan untuk hati, Randi malah mulai menyukainya, dia lalu memotong-motong menjadi bagian yang diterima akal dangkalnya.
Satu detik lalu
Dua hati terbang
Terlihat indahnya dunia
Membuat hati terbawa
Ini menceritakan kejadian yang baru saja terjadi, dua hati terbang adalah gambaran menyenangkan, seperti burung yang terbang, superman terbang, atau bisa jadi juga ekstase seperti ngefly, seperti yang sering dilakukan si Dodon, ya mungkin yang paling tepat adalah ekstase, mungkinkah ekstase karena pacaran karena yang terbang adalah dua hati? Di dunia memang banyak yang indah-indah, saat sedang terbang atau bahagia hal itu lebih keliatan jelas. Ya ya, artinya pasti dua hati terlena, just like a dandut song, jadi pasangan yang sedang terlena, oh terlena.
Dan bawa ku kesana Dunia fatamorgana
Termanja-manja oleh rasa
Dan ku terbawa terbang tinggi oleh suasana
Si pelaku terbawa ke tempat yang sama, atau sipelakulah satu dari dua hati tadi. Naah lho, kok dunia yang indah tadi dianggap fatamorgana? Sesuatu yang indah seperti yang diinginkan, tapi tidak nyata. Apa karena dunia penuh kebusukan, makanya sesuatu yang indah adalah fatamorgana?
Dari sudut mata
Jantung hati mulai terjaga
Bisik di telinga
Coba ingat semua
Dari sudut mata, artinya adalah sesuatu yang tidak dilihat secara penuh, dilirik, dilihat sekilas. Jantung hati pasti artinya intinya hati, mungkin hati nurani, yang tiba-tiba bicara agar dia kembali ingat untuk bangun dari dunia fatamorgana yang dibangunnya.
Dan bangunkanlah aku dari mimpi mimpiku
Sesak aku di sudut maya
Dan tersingkir dari dunia nyata
“Pada tahap ini dia ingin dibangunkan dari mimpinya, dunia fatamorgananya, untuk kembali ke dunia nyata. Dia sangat menginginkan itu, hingga dunia maya terasa sesak.”
Dan bangunkanlah aku
Dari mimpi indahku
Terengah-engah ku berlari
Dari rasa yang harus kubatasi
Disini dia berkata, bahwa dunia fatamorgananya adalah rasa itu sendiri, yang harus dibatasi, yang sangat ingin dia hindari setelah tersadarkan oleh bisikan hati kecil.
Dan kau menawarkan rasa cinta dalam hati
Kutak tau harus bagaimana untuk raba mimpi atau nyata
Dan bedakan rasa dan suasana dalam rangka sayang atau cinta yang sebenarnya
Wah, mulai membingunkan nih, rasa cinta dalam hati apakah rasa tadi, atau rasa yang lain? siapa yang menawarkan, apakah satu dari dua hati tadi, atau sesuatu lain yang memberikannya rasa cinta, atau siapa lagi? Dia tidak tau lagi bagaimana membedakan antara maya atau nyatanya, atau mana rasa sayang atau cinta yang sebenarnya?
Dan bangunkanlah aku dari buta mataku
Jangan pernah lepaskan aku
Untuk tenggelam di dalam mimpiku
Sampai akhir dia masih merasa tidak bisa melihat dengan jelas mana yang harus dijalaninya, apakah dunia seperti mimpi, atau dunia nyata, dan tentu saja itu sepertinya adalah analogi untuk sebuah cinta, cinta yang sebenarnya.
Jadi cinta sebenarnya, cinta seperti apa?
Pasti itu cinta dengan derajat yang lebih tinggi. Lantas, bagaimana sebenarnya derajat-derajat cinta ini? Mungkin saja derajat yang paling rendah adalah mencintai untuk dicintai. Apa aku mencintai Liyani hanya agar dia bisa membalas cintaku dan pada akhirnya cintaku padanya hanyalah cerminan dari betapa aku mencintai diri sendiri? Betapa rendahnya cinta seperti ini saat banyak kisah orang bunuh diri untuk menyusul mati orang yang dicintainya?
Rasa yang sebenarnya, dengan derajat yang lebih tinggi, apakah itu cinta dimana kita mencintai seadanya, tanpa pretensi, tanpa balas budi, tanpa mencintai diri sendiri. Sudah tentu ini adalah lebih baik, layak menjadi perjuangan untuk digapai oleh seorang pecinta, bisa jadi inilah yang dimaksudkan oleh lagu itu.
Tapi mungkin ada derajat yang lebih tinggi lagi, yaitu cinta kepada sang pencipta, dimana Rumi merasakan cintanya? Cinta jenis ini tentu saja punya derajat tinggi, mencintai oleh karena kita sudah diberi cinta sejak diciptakan. Cinta yang universal, cinta kehidupan dan pemberi kehidupan. Mungkin saja. Tapi, ah, jaman sekarang mana ada cinta yang kaya gini, ga relevan. Jadi, apa maksud lagu ini sebenarnya? Kurang ajar siah, bikin ribet pikiran aja… “
Randi bingung dengan sangat, tak mampu menjawab pasti tantangan yang diberikan padanya. Dia jadi termenung, melupakan rutinitasnya, dan justru memikirkan kembali rasa cintanya pada Liyani. Kenapa harus dia jatuh cinta padanya? kenapa dia harus mengungkapkannya? Dan kenapa dia berusaha keras agar bisa mendapatkan ungkapan yang sama dari Liyani? Bahkan setelah merumuskan bagaimana tingkatan-tingkatan dalam cinta, dia belum tau pada taraf mana dia mencintai, selain kenyataan bahwa dia belum berhasil menjawa tantangan dari Liyani.
Besok dia harus memberikan jawaban, namun belum ada jawaban pasti untuk diberikan demi mendengar jawaban yang diinginkan, bahkan dia tak bisa menjawab keraguannya terhadap dirinya sendiri yang secara tiba-tiba. Dia benar-benar butuh jawaban. Larut malam semakin melarutkan perenungan Randi, dia pun tertidur. Menyerahkan semua urusan pada cengkeraman hari esok, dari ketak berdayaan hari ini.
Pagi-pagi, saat hendak keluar untuk bertemu Liyani, si Dodon teman setianya datang tanpa diundang.
“Kemana aja lo men, ga pernah keliatan? Mo kemana lo? Gw nebeng istirahat dong, pengen baca buku baru nih.”
“Biasa bro, gw abis bertapa, sok aja ke dalam, tapi gw mo pergi dulu ketemu Liyani. Lo di dalam aja. Emang buku apaan nih, setebel Gaban?”
“Ini men, bukunya Eco, mantap nih, lo pernah tau interpretasi atas interpretasi? Nah, ini dia salah satu penganutnya, masa dia bilang penulis harusnya mati setelah menyelesaikan tulisannya, agar karnya bebas, bebas diinterpretasi tanpa campur tangan penulisnya”
Randi mengambil buku dari tangan Dodon, membaca sinopsisnya, membolak-balik sebentar, lalu tersenyum.
“Oke bro, thanks, gw tinggal bentar yak, anggap rumah sendiri.”
***
Beberapa saat kemudian di tempat dan waktu yang dijanjikan, Randi memulai penjelasannya pada Liyani.
“Yan, sebelumnya makasih banget kamu udah ngasih aku kesempatan buat ngartiin lagu ini, aku antara suka tidak juga sih nerimanya. Bahkan pada akhirnya aku cuma bisa menyimpulkan kaya gini. Apapun arti yang aku dapat, itu tak terlalu penting untuk kamu atau untuk semua orang, dalam benar atau salah. Karena teks puisi harusnya bebas dalam penafsiran, aku bisa ngartiin begini, kamu bisa begitu, dan orang lain bisa sebagaimana mereka mau. Karena itulah puisi jadi lebih indah, bagi setiap orang, tidak cuma bagi pengarangnya.
Liyani menyimak dengan serius, karena kali ini Randi terlihat serius, berbeda dari kebiasaannya. Randi lalu menceritakan apa yang dia tangkap dan pahami dari lagu sebenarnya cinta tersebut. Liyani hanya mendengarkan, sembari memberikan senyuman kecil yang manis.
“Lalu,” lanjut Randi, “Pada titik aku mengambil kesimpulan ini, aku udah menyimpulkan bagaimana seharusnya cinta yang sebenarnya, tapi aku masih belum tau aku punya cinta yang bagaimana. Dan rasanya ga adil, jika aku pengen kamu balas cinta aku, padahal aku sendiri masih meragukan pada taraf apa aku memiliki cinta. Jadi aku pengen, untuk sementara ini, anggap saja aku ga pernah ngomong cinta sama kamu.”
Randi menyudahi penjelasannya, seraya bangkit.
“Pulang yuk, aku tadi ditungguin temen di rumah.”
Liyani menatap dengan aneh, mukanya mendadak cemberut.
“Randi, tunggu!”