Thursday, June 23, 2005

Perjalanan Spiritual

Sebuah perjalanan dari seorang yang berinisial aku, sebenarnya tidak bisa lepas dari tiga aspek perjalanan,
1. Perjalanan Fisik
2. Perjalanan Rasa
3. Perjalanan Spiritual
Ketika tidak lagi menjalani satu atau seluruh perjalanan itu, artinya MATI.

Perjalanan fisik, fisik selalu berperjalanan, bisa berupa perjalanan sederhana melalui aktifitas lima indera yang selalu mengecap dan memaknai lingkungan sekitar. Ketika makna yang selalu dihantarkannya menjadi sama dalam setiap langkah, artinya sudah sampai pada sebuah lingkaran, dan tak menghantarkan diri ini kemanapun kecuali kepada posisi yang telah dilalui dan akan dilalui kembali. Aku berjalan, tapi akan merasa mati pada saat yang sama. Itulah kenapa aku selalu butuh melakukan aktifitas diluar sebuah rutinitas.

Tapi bukan sepenuhnya mati ketika masih bisa mengecap rasa yang berbeda dari setiap perjalanan fisik. Rasa lalu memainkan peranannya dalam memaknai setiap perjalanan. Berpikir, berlogika, menggunakan intuisi, memakai hati, saat itulah aku menciptakan perjalanan rasa. Rasa bisa bersumber dari sepotong kecil bernama hati, yang lalu memberi nilai berupa kesan pada setiap hal pada lingkungan. Bisa kepada manusia, binatang, tumbuhan, bahkan angin yang berhembus pun tetap bisa memberi warna pada rasa. Oleh karena itulah perjalanan ini tak pernah bisa berakhir. Kecuali jika suatu saat harus berhadapan denga suatu tahap yang disebut mati rasa.

Tiba-tiba aku dihadapkan pada sebuah keadaan dimana indera sudah tak lagi mengecap hal-hal baru dan rasa memainkan peranan yang melebihi kewenangannya. Aku perlu mengembara, tetapi tak bisa kemana-mana atas kekangan fisik yang tak bisa pindah ini. Aku ingin melepaskan semua rasa berlebihan yang lalu malah menjadi beban ketika tak lagi bisa menilai secara objektif, tak lagi bisa bersahabat dengan logika. Ketika itu terjadi, di dalam sini banyak terjadi peperangan, tak ada lagi rasa tenang, tentram dan bahagia yang selayaknya masih dirasakan oleh kehidupan. Apa lagi yang bisa dilakukan selain melakukan perjalanan spiritual.

Perjalanan spiritual memang selalu memanggilku setiap saat aku memerlukan pemaknaan yang lebih objektif terhadap kehidupan. Kenapa aku harus ada? Kenapa dunia harus ada? Dan apa yang akan aku lakukan terhadap dunia dimana aku berada di dalamnya? Dan masa ini adalah masa yang tepat untuk mengambil porsi lebih terhadap perjalan ini dibanding perjalanan lainnya. Mungkin dengan jawaban pertanyaan atas perjalanan ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan lain, atau minimal membawanya pada arah yang lebih memajukan.

Perjalanan spiritual mulai memegang peranan. Aku mulai sering berpikir dengan upaya menghayati kehidupan dan mencari ketenangan di dalamnya. Mungkin telah banyak orang yang berusaha menjawab ini dimasa yang lampau, akupun mencoba melihat kepada pemikiran mereka yang telah lebih dahulu menemukan atau mencari pemaknaan atas kehidupan. Toh ketika ilmu pengetahuan begitu berkembang di Eropa, tidak lain terjadi karena renaissance, dimana mereka mempelajari kembali pemikiran-pemikiran dan filsafat ahli-ahli yunani beberapa abad sebelumnya.
Disinilah aku, mencoba menemukan kembali sebuah gambar yang saat ini hanya mempersembahkan kegelapan pada segenap penelusurannya. Kegelapan di dalam dada, kepala dan apalagi yang bisa bercahaya bila bagian dari keduanya telah tergelapkan. Penelusuran jauh kedalam lubuk keinsanan atau bahkan pengembaraan jauh demi keluar dari batas-batas keduniaan, mungkin akan ada jawaban diujung sana. Semoga.

I WILL

Who knows how long I've loved you
You know I love you still
Will I wait a lonely lifetime
If you want me to--I will.
For if I ever saw you
I didn't catch your name
But it never really mattered
I will always feel the same.
Love you forever and forever
Love you with all my heart
Love you whenever we're together
Love you when we're apart.
And when at last I find you
Your song will fill the air
Sing it loud so I can hear you
Make it easy to be near you
For the things you do endear you to me
You know I will
I will.

Perjalanan Untuk Sebuah Perkenalan

Jum’at, 29 April 2005

Pada papan info HMS tertera pengumuman:
“Musik Sore FTSP, Hari ini (29 Apr ‘05) selasar arsitek, klo ga datang ke acara ini bukan anak musik FTSP”
Info itu membangkitkan hasrat untuk menghadiri acara tsb, kata-kata musik dan kata-kata FTSP (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan) merupakan pembangkit motivasi yang tidak bisa dibendung lagi. Kenapa? Karena Yow adalah seorang penggemar musik dan pengagum salah seorang anak FTSP jurusan Plano’02. Mendapati keduanya akan berada dalam sebuah even merupakan hal yang paling menyenangkan dari sebuah hari, apalagi yang lebih membahagiakan selain daripada itu?

Mushola bundar, menjelang magrib.
Persiapan acara sedang dilakukan, anak2 FTSP duduk di sekitar mushola bundar, Yow melihat seorang wanita yang dikaguminya dalam kerumunan anak-anak plano. Melihat, mungkin lebih tepat dikatakan mencuri-curi pandang, karena masih sungkan untuk bertatapan langsung, meski kadang hal itu tak bisa dihindari. Beberapa saat kemudian wanita itu kembali ke himpunannya yang jaraknya sekitar 15 m dari mushola. Kebahagiaan sesaat telah berakhir.

Seorang makhluk berinisial Porky memasuki lapangan, berhasil menebak niat Yow datang ke acara musik FTSP dan langsung memprofokasi:
“Mbi, Lo ngecengin si Mxxx kan?? Samperin kalo berani!! Ajak kenalan!!” Sumber penyebar berita hingga si Porky tahu idaman hati Yow masih dalam penyelidikan.
“Yaelah Win, klo itu mah gw ga usah disuruh juga bakalan kenalan sendiri, nyari momen yang pas dulu!”
“Klo lo berani, dateng ke himpunannya, trus bilang ‘Mas, saya jambi mo nyari Mxxx buat kenalan’, biar semua orang ngeliat elo, gw kasih 2 juta tiap hembusan nafas gw klo lo berani!!!”
“Ha ha” Yow tertawa
“Gw tambahin 3 juta setiap kali bersin, klo bang jambi berani!!” Makhluk jalang dengan inisial Edd ikut memprofokasi.
“Ha ha” Yow tertawa lagi, gak logis klo hal yang bisa bikin malu seumur hidup ini dijadikan taruhan.
“Ntar kalian bunuh diri lagi malam ini, karena gw berhasil kenalan. Udah deh, ntar klo dia datang ke acara musik sore ini, gw pasti kenalan ama dia, klo ngga, gw bakalan ngasi kalian satu sms tiap hari.”
“Sepakat!!” kata anak-anak kurang ajar tukang profokasi itu.

Selasar Arsitektur
Singkat kata, Yow sudah berada diantara kerumunan. Duduk bersama adek2 HMS yang dengan kurang ajarnya meneriakkan “Jambi mo nyatain!! Jambi mo nyatain!!” setiap kali MC memanggil salah seorang penonton untuk mengisi acara. Yow cuek, tidak menanggapi dengan serius dan lebih tertarik menatap keindahan pancaran cahaya bidadari yang ada pada arah jam 10.

Musik, hiburan, hingga forum pembahasan serius berlanjut, sampai akhirnya acara hendak ditutup oleh MC.
“Yak,mungkin ada yang mo memberikan persembahan terakhir, dari penonton??”
“Si jambi mo nyatain!!” Makhluk-makhluk janggal, rusuh dan kurang ajar kembali berteriak teriak bikin rame.
“Hayo Jambi, yang baju merah ya? silakan maju kedepan” ucap MC
“Ngga, ngga” Yow mengelak sambil tertawa-tawa tertekan.
“Mungkin dari deretan kiri ada yang mo maju??” Ditunggu sejenak. Karena ga ada yang maju, MC kembali memangggil Yow.
“Hayo, Jambi aja, silakan maju, ke depan aja dulu...!”
Sudah dipanggil berulang kali seperti itu, merupakan hal yang tabu kalau Yow tidak menanggapi, ga ada yang boleh meragukan dirinya dalam hal mental. Akhirnya Yow ke depan, entah apapun yang akan terjadi...

Didepan, diatas panggung (yang sebenarnya tanpa panggung)
“Apri” kata MC, mereka berjabat tangan
“Iya, sudah tahu, Wahyu” kata Yow
“Loh, kok bisa dipanggil jambi??”
“Oh, itu panggilan iseng dari anak-anak HMS aja” Yow berusaha santai meski nervous abis.
“Angkatan berapa Yu?”
“Angkatan 2001”
“Udah mo lulus dong, kapan lulus?? Juli?”
“Yaah, mudah-mudahan...” Setidaknya setiap orang memang ingin lulus cepat, yaitu Juli, kelulusan setaraf makhluk jenius dari anak-anak ITB, meski Yow sangat yakin tidak mungkin lulus bulan Juli.
“Oke, kita doain semoga segera lulus. Sekarang silakan, apa yang mo dinyatain..” MC memberikan mic nya. Yow mengambil dengan tenang, seolah mendapat keberanian dan kekuatan tambahan.

Yow berbicara
“Mmm, sebenarnya saya bukan mo nyatain, seperti yang dikatakan oleh teman-teman tadi, itu hanyalah sebuah kesalah pahaman dari rekan-rekan HMS. Tapi karena saya sudah di depan, ya apa boleh buat, saya akan mengatakan sesuatu.”
Hening sejenak setelah sorak-sorai anak-anak FTSP yang masih tersisa di selasar arsitek.
“Sebenarnya saya sangat mendukung acara seperti ini, dimana tujuannya adalah membina hubungan kekeluargaan antara anak-anak satu FTSP, Sipil, Arsitek, Geodesi, Lingkungan dan Planologi.” Penekanan pada kata planologi.
“Jadi terima kasih, kepada panitia yang sudah menyelenggarakannya, dengan inisiatif dari Kang Goris, bowo dkk ya tentunya.“
“Kedatangan saya sendiri di acara ini, dengan landasan berpikir dalam rangka mensukseskan tujuan penyelenggaraan acara tersebut, yaitu kekeluargaan. Sebenarnya... saya ingin berkenalan dengan seorang wanita dari FTSP, yaitu anak plano 2002” Terdengar teriakan riuh sorak sorai penonton, ada yang tertawa ada yang serius menyimak.
“Oke” kata MC
“Siapa orangnya, biar saya panggil kedepan.” Lanjutnya
“Ituh, yang didepan, yang pake baju pink.” Ada dua orang memakai baju warna pink. Apri memanggil yang sebelah kiri.
“Imel!!”
“Bukan, bukan yang itu” Bisik Yow.
“Oke, Mel, tolong si Mxxx di suruh kedepan..” MC ini ternyata cukup cerdas.
Massa kembali bersorak-sorak, Mxxx wanita yang mengagumkan itu, terlihat malu-malu dan tersipu. Yow jadi kuatir usahanya membuahkan kegagalan. Ditunggu sekian detik Mxxx menunjukkan gelagat tidak berniat kedepan.
MC kembali berperan.
“Wah, dianya ga mo kedepan, klo emang lo gentle, elo yang harus kesana!” Katanya kepada Yow.
“Ya udah deh.” Yow mengikuti, segera berjalan ke kerumunan massa FTSP. Posisi paling depan dimana Mxxx berada. Langkahnya terlihat percaya diri, meski di dalam sana, jantung berdetak beberapa kali lebih cepat, tangan menjadi dingin. Beberapa orang berseru..
“Jangan mau, jangan mau!!” Sambil tertawa-tawa menikmati pertunjukkan.
Sial. Kata Yow dalam hati.
Setelah tiba di hadapan wanita mengagumkannya, Yow berucap.
“Eh, sori ya Mxxx, gw cuman mo kenalan ko.” Menyodorkan tangan
“Wahyu” Deg deg deg... tiiiit setelah mencapai kecepatan maksimum, jantung berhenti berdetak, menunggu kelanjutan dari detik-detik paling mengerikan itu.
“Mxxx” ekspresi wajahnya, ah, entah apa yang disiratkan olehnya, senang, sedih, malu tak bisa diungkapkan, meski wajah dan ekspresinya selalu membekas dalam ingatan Yow.
“Thx ya” Ucap Yow, Lirih, hampir dalam hati, sambil tersenyum. Semua ucapan tertutup oleh sejuta rasa yang telah membanjirinya.
Yow kembali kedepan.
“Gimana Yu, menurut elo si Mxxx?? Cantik ya?” Tanya MC, Yow berpikir sejenak.
“Oh, kalo masalah itu, kayanya semua orang yang ada disini pasti udah pada tau....”
“Belum, belum, belum!!” Teriak beberapa orang dijajaran depan. Yang kurang ajar, tertawa diatas penderitaan batin seorang pria yang tak ingin mengungkapkan semua rasa diawal perjumpaan.
“Kalo kalian belum bisa melihat kecantikannya, kalian harus belajar melihat pake hati” Hampir saja terlontar kata-kata itu dari Yow, dipendam dalam hati.
“Oke, mungkin ada kata-kata yang ingin diungkapkan ke Mxxx, hari ini??” Kata MC lagi.
“Mmm, saya ingin mengungkapkan, bahwa, tidak ada kata-kata yang ingin saya ungkapkan untuk saat ini, tapi lain kali pasti...”
Beberapa penonton tertawa.
Sesi berakhir, Yow lalu kembali ke tempat duduknya...
Merenungkan kegilaan yang baru saja dia lakukan.

Ingatannya kembali kepada beberapa minggu kebelakang...
Kelas Kapsel (Kapita Selekta dan Infrastruktur)
Kelas ini merupakan gabungan dari beberapa jurusan di FTSP. Diprogramkan agar anak-anak FTSP bisa saling berinteraksi dalam kuliah, mengerjakan tugas dan dalam dunia kerja nantinya.
Saat itu, dosen dari Sipil menerangkan tentang bangunan tahan bencana gempa, lalu pintu kelas dibuka, dan masuklah seraut wajah itu, pakai sweater warna hijau bersama beberapa temannya. Hati Yow mengklaim bahwa inilah wanita paling cantik yang ada dalam sebuah ruangan besar ini, mungkin yang paling cantik diantara semua wanita yang diketahuinya, sayup-sayup dalam hatinya lagu flanella mengalun “kau tercantik, dalam hatiku, meski orang tak berkata begitu, aku ingin kau disampingku selamanya...”. Hati kembali mendeskripsikan pemikirannya “Ini dia nih, wanita yang tipe gw banget!!!”

Minggu berikut
Dua jam kuliah yang seharusnya berharga karena materi yang disampaikan oleh dosen dan tak mungkin diulangi di waktu yang lain, menjadi berharga bagi Yow bukan karena materinya, tapi karena sesosok itu, sesosok bersweater ungu tua yang sedang berusaha menyimak meski terlihat membosan, yang sedang menjadi fokus pandangannya. Arah jam dua. Akhirnya dua jam kuliah membuahkan sebuah gambar pada selembar kertas A4. Gambar seorang Putri.

Minggu berikut
Yow berhasil sedikit berbicara padanya. Kelompok buat penyelesaian tugas besar.
“Eh, kelompok kalian sudah penuh belum? Gw gabung dong...”
“Kayanya sudah penuh deh...” Katanya
“Yaah... “ Padahal Yow bersedia berkhianat cabut dari kelompok awal klo masih ada ruang di kelompok mereka.

Minggu berikut
Dosen dari kelautan sedang menyampaikan kuliah. Dan soseorang yang ditunggu itu tak kunjung hadir. Semua anak Plano tak ada yang hadir.
“Pak, mahasiswanya blom kuota, belum ada anak planologi.. jadi kuliah blom bisa mulai...” Ucap Yow, cukup keras, tapi tak cukup untuk mencapai telinga dosen. Uun si Punk belajar tertawa. Sial, kemana gerangan wanita itu??

Minggu demi minggu berikut, hari rabu merupakan hari yang indah, karena Yow bisa melihat seorang Putri dari marganya bidadari yang telah mengisi hatinya di hari rabu. Seorang putri di hari rabu. Tapi Yow tak berharap banyak. Sudah cukup bahagia mengetahui, akhirnya ada lagi seorang wanita yang bisa membuka pintu hati ini setelah sekian lama membiarkan ruangnya sepi. Bahkan ia tak berharap wanita itu segera masuk ke dalam kehidupannya. Sudah cukup bahagia mengetahui adanya wanita seperti itu dalam hidup yang dia jalani. Tapi hasrat untuk berkenalan selalu hadir dan meronta-ronta untuk segera dipenuhi. Momen, cuma itu yang ditunggunya. Sebuah momen yang membuatnya bisa berkenalan dan tidak membuat sang wanita merasa canggung dengan bentuk perkenalan yang tidak elegan. Seorang WCD lalu memberikan nasihatnya, “Harusnya elo yang menciptakan momen itu, bukan hanya menunggunya...!”