Sunday, January 29, 2012

berhenti merokok

Semakin banyak pengetahuan mengenai akibat buruk rokok baik secara global dan lokal membuat banyak orang semakin antipati terhadap rokok. Sulitnya mengupayakan perubahan secara struktural, kultural dan sosial pada akhirnya membuat pergerakan bergerser ke ranah individual, wilayah yang paling kecil, yaitu bagaimana membuat orang per orang berhenti merokok. Ada banyak kisah sukses orang yang berhenti merokok sebanyak kisah gagalnya. 

Buatku, persoalan berhenti merokok ini dulu terasa sangat jauh di mata dekat di hati. Ada keinginan di dalam hati untuk berhenti secepatnya, yang sayangnya selalu berakhir dengan kegagalan. Seorang perokok sering berhenti merokok ketika sakit, ketika batuk, atau sakit yang agak parah seperti gejala tyfus dsb, biasanya rasa rokok menjadi tak enak. Sewaktu kuliah, beberapa kali aku berhenti merokok dengan alasan ini. Beberapa saat setelah sembuh, akhirnya kembali merokok lagi, begitu berulang kali. 

Salah satu yang membuat orang bisa berhenti merokok adalah alasan, latar belakang, motivasi. Motivasi bisa membuat orang melakukan hal yang sulit menjadi mudah, hal-hal yang kelihatan tidak mungkin menjadi mungkin.

Salah satu motivasiku adalah keluarga. Saat pulang ke rumah, di sana ada ayah, yang sudah berhenti merokok selama beberapa tahun terakhir. Beliau tak suka melihatku merokok, meski beliau tak menyuruhku berhenti merokok, beliau hanya mengatakan, “Kurangilah rokok itu, nanti badan terasa lebih enak”. Aku tak terlalu mengerti apa yang membuat ayah dulu secara tiba-tiba berhenti merokok, sementara teman-temannya di lingkungan pekerjaan maupun di sekitar rumah tetap dengan kebiasan merokok. Aku juga tak terlalu mengerti bagaimana caranya beliau dengan serta merta berhenti merokok.

Pernah suatu saat, saat ayah sedang di rawat di rumah sakit, satu ruagn dengannya ada pasien yang dirawat karena kerusakan paru-parunya, yang kelihatan sangat menderita. Ayah mengatakan: “Lihat, itu akibatnya karena kebanyakan merokok.” Lagi-lagi tidak menyuruh berhenti merokok. Akhirnya aku malah berjalan keluar dari gedung, mencari sebuah pojok, dan merokok. Adegan itu tersimpan di benakku dan pada akhirnya menguatkan alasan untuk berhenti merokok.

Setelah motivasi, faktor penting berikutnya untuk berhenti merokok adalah momentum, yaitu kapan kita akan berhenti untuk merokok. Momentum ku datang ketika berhenti bekerja dan memulai kuliah. Berhenti bekerja pada umur dua puluhan mengandung konsekuensi untuk menanggung biaya hidup sendiri berbekal tabungan yang sudah terkumpul.

Kuliah master membutuhkan biaya besar, mulai dari tempat tinggal, transportasi, buku, makan, hiburan dsb. Dengan pola hidup seperti masih memiliki penghasilan, mengerucutnya uang tabungan tetap saja jauh lebih cepat daripada menggelembungnya, hal ini menambah motivasi dan menjadi sebuah momentum yang tepat untuk berhenti merokok.

Akhirnya aku memutuskan untuk mulai berhenti merokok, asbak yang baru seminggu dibeli langsung kusingkirkan. Namun, berhenti merokok ternyata cukup sulit untuk dilakukan dengan serta merta, aku menetapkan dalam hati tidak akan membeli berbungkus rokok seperti biasanya. Akan ku kurangi jumlahnya secara signifikan, jika biasanya sebungkus sehari, menjadi sebatang sehari.

Biasanya keinginan untuk merokok datang paling kuat saat selesai makan, maka setiap kali selesai makan daripada menyalakan rokok, aku mengambil permen. Bermacam jenis permen dengan berbagai warna dan rasa pernah menghiasi meja belajar. Padahal terlalu banyak mengkonsumsi permen tidak baik juga karena dapat merusak gigi.

Merokok juga memiliki hubungan dengan konsentrasi. Semakin rutin dan banyak mengkonsumsi rokok disinyalir akan mengurangi kemampuan berkonsentrasi. Mungkin karena merokok itu adalah kegiatan yang berupa kebiasaan, yang dilakukan dengan menggerakkan tangan tanpa perlu konsentrasi. Sehingga aku mencari cara untuk meningkatkan konsentrasi, dengan menekuni hobi seperti menggambar, menulis dsb.  

Merokok berhubungan erat dengan stress, setiap kali stress hasrat merokok biasa datang. Itulah kenapa kebanyakan orang miskin justru semakin sulit berhenti merokok seberapa mahal pun harganya, karena rokok membantu mengalihkan perasaan stress mereka. Maka aku harus mencari cara mengurangi stress, bisa dengan berbagai hiburan musik, film, buku, dsb.

Untuk membantu konsentrasi sekaligus mengurangi stress biasanya cara yang efektif berzikir, membaca Qur’an secara rutin, serta sesekali membaca Yasin dan Tahlil. Dengan demikian pikiran menjadi lebih tenang, lebih sedikit stress, dan konsentrasi semakin meningkat. Bisa dipakai buat kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, seperti belajar dan sebagainya.  

Merokok berhubungan erat dengan pergaulan. Banyak remaja yang memulai rokok dengan alasan pergaulan. Berkumpul dengan perokok akan menyebabkan kita ikut merokok, maka aku kurangi pergaulan. Jika biasanya pada kuliah S1 selesai kuliah segera nongkrong di himpunan melakukan kegiatan apa saja yang ramai-ramai, maka sewaktu kuliah S2 setiap selesai kuliah segera pulang ke rumah, kecuali jika ada ajakan makan siang dari teman-teman.

freedom!
Kesemuanya itu saling bantu-membantu untuk membuatku berhenti merokok. Pada akhirnya, pada hari itu, tanggal 28 Oktober 2010, aku tetapkan sebagai hari behenti merokok, sekaligus untuk memperingati hari sumpah pemuda. Dengan semangat para pemuda yang telah berjuang mempersatukan bangsa aku sepenuhnya berhenti merokok. 

Semua ternyata bisa dilakukan tanpa perlu biaya besar, tanpa perlu konsultasi ke dokter, tanpa perlu menggunakan hipnotherapi, tanpa alat-alat pengganti nikotin. Dan ternyata benar apa yang pernah ayah katakan, bahwa ketika berhenti merokok badan akan terasa lebih enak, lebih tenang, lebih jarang sakit, lebih hemat, aroma mulut lebih baik, dan bermacam kelebihan lainnya. 
Alhamdulillah.

No comments:

Post a Comment