Sunday, April 22, 2012

motivasi beasiswa (1)

Ada banyak orang yang bangun dari tidur dan mulai membangun mimpi-mimpinya setiap hari, mimpi menjadi orang besar, menjadi orang terkenal, menjadi ilmuwan, dsb seperti juga mimpi untuk sekolah di luar negri.

Untukku, yang dari keluarga sederhana di kota kecil Jambi ini, sekolah keluar negeri bukanlah salah satu dari mimpi yang kubangun, meskipun pernah sesekali mengkhayalkannya namun pada akhirnya kutepis lagi. Kutaruh di salah satu pojok bagian paling gelap di sebuah lemari di dalam gudang mimpi tak terealisasi dari masa kecil, gudang itu dikunci, kuncinya tak pernah kulihat lagi.

Kenapa aku bisa menjadi seperti orang yang pesimis begitu? Waktu itu kupikir itu bukan pesimis, itu hanya realistis, karena untuk sekolah ke luar negeri dengan biaya sendiri, aku tak mampu, sedangkan untuk sekolah dengan mendapatkan beasiswa pemerintah, aku bukan guru. Namun entah bagaimana, pada akhirnya setelah bagian-bagian tidak menyenangkan dari hidup, akhirnya aku justru sedang menikmati fasilitas menimba ilmu pengetahuan di luar negeri dengan beasiswa, seperti yang akan kuceritakan berikut ini.

Apabila belajar ke luar negeri, satu-satunya negeri yang ingin kudatangi adalah Inggris, United Kingdom. Karena universitasnya yang telah sejak lama menjadi barometer ilmu pengetahuan, karena kekayaan peradabannya, budaya, seni, sastra, sepakbola dsb. Terlebih karena ini merupakan khayalan semasa kecil.

Sewaktu masih SMP, ada seorang lelaki muda salesman yang kebetulan lewat jalan depan rumah dan mengetok pintu rumah kami, dia menawarkan dengan berbusa-busa paket pelajaran bahasa inggris dalam sebuah koper hitam besar. Ayah mendengarkannya dengan ketertarikan sewajarnya, lalu memanggilku, menanyakan ketertarikanku. Aku yang tak tau apa-apa hanya mengiyakan. Mungkin lebih karena kasihan kepada salesmannya daripada karena manfaat paket tersebut, akhirnya resmilah koper tersebut berada di rumah kami.

Paket pelajaran itu terdiri dari selusin kaset, beberapa buku dan satu kamus Oxford Dictionary. Di banyak tempat tertera tulisan dan logo Oxford University Press. Disitulah pertama kali aku mengetahui perihal Universitas Oxford. Di salah satu bagian awal listening section, ada percakapan antara turis dan guide yang menceritakan tentang London, Westminter Abbey dan Big Ben, disitulah aku menjadi semakin tertarik dan termotivasi untuk ke Inggris.  

Karena Oxford adalah satu-satunya universitas yang kuketahui, akhirnya di buku cerita yang aku dan teman-teman tulis dan edarkan untuk jadi hiburan di kelas saat kelas dua SMP, aku menulis biodata sebagai berikut:
Penulis: Wahyu
Ciri: gagah, caem, mirip ngandi low dan ngaron kwok, agak sedikit pendek dibanding teman-temannya.
Profesi: Ilmuan terkenal dari SD 150, kemudian masuk SMP 16, kemudian ke Titian Teras (TT) dan akhirnya lulus dengan nilai terbaik di Oxford University. Saat ini menjadi guru besar perguruan kungfu.
Buku karya anak SMP 16
Tentulah tulisan itu hanya berupa sebuah komedi seorang anak SMP yang tak tau apa-apa, yang sedang keranjingan film kungfu cina, namun ternyata dua tahun kemudian aku diterima melanjutkan sekolah di SMA Titian Teras, SMU terbaik se provinsi jambi yang hanya menerima 60 orang dari sekitar seribu limaratus orang peminat dari seluruh Provinsi. Saat itu, biaya pendidikan sepenuhnya gratis, karena ditanggung oleh Yayasan Pendidikan Jambi. Orangtua merasa senang karena beban pendidikan untuk empat orang anak bisa berkurang, aku pun merasa gembira dan penuh kebanggaan.

Namun, jika pada mulanya aku percaya akan kemampuan dan kecerdasan karena sering mendapat juara umum selama di SMP, maka di SMA itulah kepercayaan diriku luntur, karena berbenturan dengan kenyataan bahwa aku tak sepintar teman-teman. Ada orang yang keliatannya tak pernah belajar, namun langganan peringkat sepuluh besar. Ada orang yang kemampuan menghapalnya setingkat tape recorder, sekali saja membaca, maka sampai ujian tak akan lupa, sangat jauh dibanding kemampuan menghapalku yang setingkat amuba. Jangankan menghapal, membaca saja aku suliit, seringnya setiap membaca buku pelajaran IPS akan jatuh ketiduran.

Angkatan 5 SMU Titian Teras
Saat itulah, seiring berjalannya waktu, aku tau bahwa kuliah di Oxford University merupakan sebuah kemustahilan. Saat itu di SMA, yang menjadi trend dan puncak pencapaian prestasi adalah apabila diterima di ITB atau sekolah kedinasan seperti Akabri, Akpol, STPDN dan STAN. Akhirnya pada tahun ketiga di SMA, kutetapkan target untuk melanjutkan kuliah di ITB, meskipun sebenarnya orang tua belum tentu sanggup membiayai.

bersambung..

12 comments:

  1. wew, amazing.....
    semoga punya waktu buat baca sambungannya he...he..

    ReplyDelete
  2. Mm.. mau tanya nih plus curcol juga kayaknya, huehue....

    dari cerita2 yang saya denger, orang2 yang punya mimpi, beasiswa luar negeri dsb itu ada beberpa kriteria :
    - dia pinter, ya memang pinter, cerdas dsb
    - dia yang bener2 dari background yang ekstrem, dengan perjuangan yang keras... dengan mimpi2, terus tercapai lah mimpi2nya...

    tapi nih, yang jadi masalah saya itu bukan di dalam kedua2nya... jadi biasa saja, punya mimpi tapi ya gitu deh, #apaini -__-

    sepertinya memang butuh suntikan motivasi segede suntikan kebo kayaknya...
    dan saya kira di luar sana juga banyak kasus kayak saya, udah ikut seminar motivasi ini itu,. tapi balik lagi ke realita, kami biasa2 aja...
    bagamana menurutmu?
    Oh, ya, salam kenal dulu... :)

    ReplyDelete
  3. Salam kenal juga,

    jika demikian berarti kita sama mba, pinter ngga terus perjuangan yang ekstrem juga ngga, tapi ternyata bisa aja ko, nanti saya lanjutin deh ceritanya.. :)

    saya bertemu banyak orang yang memperoleh beasiswa, keliatannya ga semua terlihat pinter juga, peluangnya lebih besar jika profesi kita adalah dosen. Pemerintah kita memiliki program untuk 5000 doktor ke luar negeri, kan itu jumlah yang banyak sekali..

    tetap dipelihara motivasinya ya.. :)
    salam

    ReplyDelete
  4. Mmm... gitu ya... baiklah.. lagi mencoba ngumpulin motivasi nih... doain aja bisa nyusul, hehe.. saya juga kepikiran mau jadi dosen,. soalnya yang saya kira bisa saya lakukan ya itu... hehe

    makasih sarannya..
    salam... ditungggu kelanjutannya,. mampir ke blogku kalo mau, #gakbosenpromosi :p

    ReplyDelete
  5. Aih pake acara bersambung, posting rasa sinetron donk. Pasti sambungannya belum ditulis ya :p

    ReplyDelete
  6. @hestylukita: waah, mo jadi dosen, niat yang mulia.. :) iya, nanti kapan-kapan mampir..

    @eric: iya, emang blom ditulis.. hehehe

    ReplyDelete
  7. sungguh kesal pas baca, kenapa mesti bersambung ini tulisan?! argh!

    eh boleh cerita dikit? boleh ya? makasih (maksa)

    dulu pas saya lulus SMA yg ada dipikiran itu bisa lolos tes Monbukagakusho dari pemerintah Jepang. tapi ternyata malah nihil dan masuk univ swasta.

    tapi ketika tau ada pertukaran pelajar dgn kemungkinan 1:500 akhirnya saya nyoba lagi sampai akhirnya ditaro di cadangan 4 buat lolos.

    jujur saja, buat pergi ke luar negeri utk belajar apalagi beasiswa memang tidak mudah. tapi Tuhan selalu lebih tau apa yg kita butuhkan. dgn satu mantra Kun Fayakuun akhirnya saya lolos ke jepang utk 1 tahun. :)

    sebenernya yg terpenting itu bukan masalah kita bisa lolos ke luar negerinya ternyata, tapi bagaimana kita bisa keluar dari ruang nyaman dan border keterbatasan sendiri sehingga mampu berbuat yg lebih. :)

    huft

    banyak amat ngomongnya, tapi jujur aja. saya pgn diskusi sama banyak orang termasuk tama.

    salam kenal ya! :)

    ReplyDelete
  8. hwahaha maafkan saya, tulisan ini terasa kepanjangan kawan, takut yang baca bosan selain karena kesibukan..

    salam kenal juga..

    super sekali kata-kata agan pencari jejak ini, seirama dengan kutipan dari jim morrison bahwa dibutuhkan chaos and disorder untuk mencapai tingkat keteraturan yang lebih tinggi..

    senang berdiskusi dengan anda.. :)

    ReplyDelete
  9. stumbled upon. Wktu smu saya straight red on math(bukan straight A). jujur aja, sy pikir klo sy angk tahun2 2005 keatas, gw mgk ga lulus UN. Tapi krn (kykna) krn kegigihan berhasil dapet beasiswa S1 di jepang, tp krn disana kecapekan(krn hrs part time2 bwt living cost), sy mlh jd rada trauma:)))) Skrg entah knp jdna malah ga semangat mau nerusin kul di luar..... :( apalagi sy mayan banting setir, dr s.sos ke fashion bisnis-__- makin ga selera mau s2 ke luar krn subject2na udh ga menarik:( Mgk krn blm tau mengenai beasiswa fashion bisnis kli yaaa *mnghibur diri* Eheee catarsist tiba2 di blog orang.

    ReplyDelete
  10. ini.. kenapa mendadak curhat disini..hahahaha

    iya Meilina, thanks atas ceritanya.. luar biasa euy S1 udah beasiswa di jepang, pasti banyak dan pengalaman suka dukanya..

    semangat ya mba.. :)

    ReplyDelete
  11. wah, lagi googling cerita anak Indonesia yang kuliah di Inggris, eh nemu blog ini. Aku dulu sekolah di SDN 150 Jambi juga Bang. Ibu ku malah ngajar di SMP 16. Salam kenal ya :)

    ReplyDelete
  12. waah, kita satu SD dulu ya.. hehehe salam kenal, salam juga buat ibu guru..

    ReplyDelete