Showing posts with label beasiswa. Show all posts
Showing posts with label beasiswa. Show all posts

Monday, May 07, 2012

motivasi beasiswa (3)

Akhirnya aku pamit ke ibu untuk pergi ke Jogja, Jogja adalah kota terdekat kampung ayah yang bisa ditempuh dengan dua jam perjalanan, ibu merestui dan selalu mendoakan. Aku berangkat karena ingin merangkai harapan baru, mencari kehidupan baru, entah itu mencari pekerjaan, atau mendaftar kuliah S2, aku tak tau apa pastinya. Yang jelas, tujuan utamanya adalah agar aku bisa dekat dengan alm ayah, bisa sering berziarah dan bersilaturahmi dengan keluarganya.

Sambil melamar beberapa pekerjaan di Jogja akhirnya aku berangkat ke kampus UGM dan mencari informasi program master. Beberapa yang menarik minatku adalah arsitek dan transportasi, karena program di arsitek sudah lewat batas waktu maka kuputuskan untuk mendaftar transportasi saja.

Saat mendaftar, persyaratan yang diminta adalah membawa nilai Toefl dan TPA. Maka kuikuti test toefl dari lembaga bahasa dan test TPA dari Otto bappenas, Alhamdulillah keduanya memenuhi syarat. Saat membawa nilai tersebut ke Jurusan untuk mendaftar, petugas administrasi kelihatan terkesan dengan nilaiku, terutama dengan nilai TPA yang 660an dibanding persyaratan minimalnya 450. Lalu dia menghadap ketua jurusan, oleh ketua jurusan aku ditawarkan beasiswa unggulan dari Diknas dengan syarat lulus test psikotes, test akademis dan wawancara yang akan diadakan.

Saat wawancara, pengelola menanyakan motivasiku memilih kuliah di UGM, aku mengatakan dengan jujur bahwa aku memilih UGM karena lokasinya di Jogja yang dekat dengan kampung ayah. Beliau kelihatan bingung dengan jawabanku, namun apa daya. 

Selang beberapa lama kemudian, saat sedang beribadah puasa mejelang lebaran, datang pengumuman bahwa ternyata aku diterima dengan mendapat Beasiswa Unggulan dari Kementrian Diknas. Padahal tadinya aku ingin membiayai kuliah sendiri dengan sisa tabungan selama bekerja, yang sebenarnya cukup diragukan akan bisa mencukupi keseluruhan biaya kuliah yang 38 juta ditambah biaya hidupnya untuk dua tahun. Nikmat Tuhan yang manalagi yang aku dustakan.

Saat mengikuti kuliah, ada pengumuman bahwa beberapa mahasiswa akan dipilih untuk mengikuti double degree ke luar negeri, pilihannya negaranya adalah Inggris, Swedia dan Australia. Hal ini menambah motivasi belajarku sehingga bisa mendapat IPK 4 selama dua semester. Pada waktu inilah, kunci lemari dari mimpi-mimpi tak terealisasi dari masa kecilku itu tiba-tiba muncul begitu saja, sehingga kubuka lagi lemari itu, kubuka lagi harapan untuk melanjutkan kuliah ke Inggris Raya.  

Setahun setelah itu, akhirnya aku terpilih menjadi salah satu dari empat orang yang berangkat untuk kuliah di Univesity of Leeds, United Kingdom, untuk mendalami bidang studi transportasi. Jurusan Transportasi di universitas ini adalah salah satu terbaik yang reputasinya mendunia sehingga pelajar dari berbagai Negara di seluruh belahan dunia berkumpul di sini untuk mendalami materi atau melakukan riset.

Aku tak perlu bersusah-susah berkomunikasi dan melamar ke universitas karena sudah diatur oleh system yang baik di MSTT UGM, tak perlu bersusah mencari sponsor karena sudah ada yang menjamin biaya, tak perlu menunggu lama untuk pencairan uang beasiswa, semua mengalir dengan kelancaran nyaris sempurna. Maka nikmat Tuhan yang manalagi yang aku dustakan.

Aku tak terlalu pintar, motivasiku untuk keluar negeri tak terlalu besar. Saat ku evaluasi lagi kisahku, bertanya apa yang membuatku bisa sampai di sini, ku pandangi beberapa milestone yang telah kulalui. Jika aku tak putus dengan pacar waktu itu maka aku tak akan berhenti bekerja dan keluar dari zona nyaman. Jika ayah tidak berpulang dan dimakamkan di Wonogiri, maka aku tak akan pergi ke Jogja untuk mendaftar kuliah lagi. Jika aku tak mendaftar maka aku tak akan tau ada beasiswa dan tentunya tak akan mendapat beasiswa.

Sejak ayah tiada, aku menjalin silaturahmi yang baik dengan keluarganya, selalu memanjatkan doa untuk kebaikannya, sering berkunjung berziarah, membaca Quran dan tahlil untuk dipersembahkan kepadanya. Sepertinya Allah SWT menjawab doa itu dengan  mengabulkan doaku yang lainnya. 

Saat kujejakkan kaki di Inggris, saat kulangkahkan kaki berkeliling di Oxford Unviersity, terbayang lagi masa kecil, terbayang koper berisi paket pelajaran bahasa Inggris dari Oxford, terbayang ayah yang membelikannya, terbayang ekspresinya saat mengambil rapor juara umum di SMP, terbayang kesedihannya saat nilai-nilaiku turun, terbayang betapa senangnya dia saat aku masuk SMU Titian Teras, terbayang kebahagiaannya saat aku diwisuda di Sabuga ITB. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya jika nanti (InsyaALlah) aku diwisuda dari University of Leeds, entah bagaimana perasaannya. 
Oxford University
Ada sebuah kutipan dari Andrea Hirata yang mengatakan bahwa “Ironi bukanlah persoalan substansi, ia tak lain hanyalah soal kompensasi. Itulah definisi ironi, tak kurang tak lebih.” Adalah ironi bahwa pada akhirnya aku berangkat menempuh studi di Inggris sebagai sebuah kompensasi atas kesedihan-kesedihanku karena kehilangan dua cinta yang porsinya besar dalam hidupku.

Dengan sekian banyak pengalaman beasiswa, terkadang aku berpikir, akan seberapa jauh kontribusiku bagi masyarakat sekitar atau Negara Indonesia nantinya. Sehingga dalam hati aku berjanji akan menjalankan amanah ini dengan sebaiknya dan kelak akan ikut berpartisipasi membangun masa depan yang baik bagi Indonesia dan orang-orang disekitarku. Dalam hal ini setidaknya ada sebuah prinsip yang kujadikan sandaran, jika tidak bisa membantu memperbaiki kehidupan bangsa, setidaknya aku tidak jadi bagian yang merusaknya.

Sekedar menutup dengan kesimpulan dan saran dari cerita yang panjang ini. Menurutku, intinya adalah berbakti kepada orang tua dengan selalu mendoakannya dan meohon doa restunya akan selalu menjadi salah satu penentu kesuksesan disamping segala daya upaya dan usaha. Juga untuk jangan pernah berputus asa dan larut dalam kesedihan jika mendapat musibah, selalu ada jalan keluar dari setiap masalah. Tentunya ditambah dengan jangan pula bersikap sombong saat mendapat anugrah. Penting untuk menjaga hati tetap membumi saat cita-cita melangit.

Ucapan terimakasih:
  1. Terimakasih kepada Biro SDM Departemen Perhubungan RI, atas beasiswa double degree di Unversity of Leeds, United Kingdom. 
  2. Terimakasih kepada Kementerian Pendidikan Nasional, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri atas program Beasiswa Unggulan untuk pendidikan di Magister Sistem dan Teknik Transportasi (MSTT) Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
  3. Terimakasih kepada Yayasan Damandiri atas BMU-UMPTN 2001 yang telah memberikan beasiswa penuh dan uang saku untuk pendidikan di program studi Teknik Sipil ITB periode 2001-2006.
  4. Terimakasih kepada Yayasan Pendidikan Jambi atas pendidikan dan latihan disiplin gratis di SMU Titian Teras Jambi periode 1998 - 2001.
  5. Terimakasih kepada SMPN 16 Jambi atas kesempatan mendapat pendidikan.
  6. Terimakasih kepada SDN 150/IV Jambi atas kesempatan mendapat pendidikan.

Sunday, April 29, 2012

motivasi beasiswa (2)

Saat itu, seorang kakak perempuan dua tahun di atasku dan kakak laki-laki empat tahun di atas juga sedang masa-masa mengenyam pendidikan tinggi, sehingga aku harus sadar bahwa akan ada kesulitan besar untuk membiayai kuliahku. Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa orang tua sedang kesulitan finansial disebabkan oleh adanya hutang yang harus di cicil dari Bank.

Alkisah, ada seorang teman ayah yang meminjam uang dari Bank untuk usaha percetakan, untuk meluluskan pinjaman tersebut dia meminjam sertifikat tanah rumah kami. Meskipun ibu menolak, ayah dengan kebaikan hati dan rasa percayanya mengiyakan untuk meminjamkan. Selang setahun, saat bisnis orang itu gagal, propertinya di akuisisi, dia mendadak kabur entah kemana, sehingga mau tak mau sisa hutangnya itu yang jumlahnya sangat besar harus kami bayar.

Demikian ibu bercerita, kisah yang waktu itu terlarang untuk aku dengar karena mereka khawatir akan mengganggu konsentrasi ujian nasional. Demikian, sehingga ayah memintaku untuk melanjutkan studi di STPDN saja, sekolah kedinasan yang menanggung semua biaya pendidikan. Setelah tiga tahun menjalani masa pendidikan disiplin semi militer di SMA, maka memasuki disiplin semi militer berikutnya bukanlah opsi yang menyenangkan bagiku. Namun, jika itu permintaan orantua, tentu seorang anak harus mematuhi.

Akhirnya aku mencari informasi pendaftaran dan untungnya (atau sialnya) usiaku terlambat dua bulan. Usia pendaftar minimal 18 Tahun per agustus 2001, sementara aku baru akan berusia 18 di bulan oktober. Akhirnya satu-satunya opsi untukku adalah perguruan tinggi negeri. Tetap tak ada jaminan bahwa jika aku lulus, orang tua bisa membiayai, terasa sangat sedih waktu itu, namun ibu membesarkan hatiku bahwa tak usah dipikirkan persoalan biaya, jika diusahakan selalu ada jalan.

Menjelang kelulusan SMU, ada tawaran beasiswa BMU UMPTN dimana dipilih dua orang untuk mewakili setiap SMU dengan kriteria tak mampu secara ekonomi dan mampu secara akademik. Yang boleh mengikuti seleksi adalah orang-orang yang tak pernah mendapat nilai di bawah tujuh untuk matematika dan bahasa inggris, setelah lulus UMPTN penerima beasiswa akan mendapatkan sumbangan biaya SPP sampai tamat kuliah. Beruntung aku termasuk salah satu yang layak untuk mendaftar dan lulus seleksi beasiswa.

Ketika teman-teman pergi ke Bandung dan Jogja untuk bimbingan belajar intensif, aku hanya mengikuti  bimbingan belajar di Jambi karena keterbatasan biaya tadi. Jadwal bimbel hanya 1,5 jam di pagi hari, namun aku datang juga ke kelas sore untuk lebih banyak belajar dan berlatih.

Akhirnya pada suatu pagi aku mendapati namaku satu-satunya dari peserta UMPTN di Jambi yang lulus di ITB dengan jurusan pilihan pertamaku Teknik Sipil. Kelulusan itu sama artinya aku mendapat beasiswa dari masuk hingga lulus, meliputi biaya SPP dan biaya hidup. Akhirnya aku lulus dari ITB dengan predikat bisa saja, yang artinya bisa lulus saja sudah bersyukur karena panjang dan berliku perjuangannya.
Wisuda di Sabugha

Singkat kata singkat cerita, hidup baik-baik saja. Pekerjaan setelah kuliah juga biasa saja, tak ada yang istimewa. Sepertinya aku belum menemukan suatu bidang pekerjaan yang benar-benar bisa dinikmati untuk ditekuni. Setelah setiap tahun berganti-ganti dan pindah lokasi pekerjaan, akhirnya aku bekerja sebagai Lead Engineer sebuah kontraktor di Jambi, seperti yang selalu aku idamkan untuk berperan serta membangun daerah. 

Saat itu aku sedang pula membangun hubungan yang serius dengan seorang wanita, sudah hampir empat tahun lamanya. Sedemikian rupa, sehingga aku membuat rencana-rencana masa depan dengannya. Namun, suatu ketika dia memutuskan untuk berhenti karena perbedaan lokasi kerja, karena ada orang baru dan sekian hal lainnya.

Duniaku terasa jungkir balik, apapun yang kukerjakan seolah kehilangan esensinya. Hingga akhirnya proyek selesai dan aku memutuskan untuk berhenti bekerja. Ternyata cobaan tak berakhir sampai di situ saja, karena mendadak ayahku mengeluh sakit dan setelah kami periksakan ternyata mengidap tumor ganas.

Setelah berjuang dengan berbagai pengobatan alternative kesana kemari, akhirnya mau tak mau kami memilih opsi operasi untuk ayah, di sebuah rumah sakit pusat di Jakarta. Sebulan lebih beliau dirawat sebelum operasi. Operasi yang kutandatangani persetujuan untuk menerima konsekuensinya. Setelah operasi, kelihatannya kondisinya membaik, sehingga aku pulang duluan ke rumah di Jambi.

Hingga akhirnya pada suatu subuh, ibu menelpon sambil menangis dan mengatakan bahwa ayah telah tiada. Terjadi dilemma untuk membawa jenazahnya pulang ke jambi atau ke jawa kampung halamannya. Semua orang menungguku untuk membuat keputusan, aku hanya ingin beliau di jambi karena dekat dengan rumah, sehingga kami bisa sering berkunjung. Namun, seorang tetangga yang dekat dengan ayah mengatakan bahwa alm selalu membicarakan keinginannya untuk pulang kampung, seperti sebuah firasat.

Andai beliau setidaknya bisa berbicara dan memberi pesan terakhir tentu dilema ini tak terjadi. Akhirnya kuputuskan untuk menganggap itu kemauan terakhir alm ayah, sehingga pergilah kami ke Jawa, Gunung Kidul, Wonogiri, ke tanah kelahirannya. Beliau mendapat tempat persis di sebelah makam alm kakek, ayahnya.

Berbulan-bulan setelah itu, hidupku terasa hampa, tanpa pekerjaan, tanpa tujuan hidup, penuh perasaan kehilangan. Sulit rasanya merangkai harapan-harapan baru, tak tau kemana hendak melangkah. Sosok seorang ayah, selama ini adalah sosok yang selalu membangkitkan motivasiku untuk berkarya, yang membuatku tertantang untuk membuatnya bangga. Kehilangannya membuatku kehilangan motivasi, kehilangan motif hidup, kehilangan tantangan.

Salah satu yang bisa menguatkan adalah pedoman Ayat Quran, bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, yang bagiku artinya manusia tak boleh berputus asa terhadap suatu keadaan. Bahwa orang beriman akan selalu dituntun dari kegelapan menuju cahaya.

bersambung..

Sunday, April 22, 2012

motivasi beasiswa (1)

Ada banyak orang yang bangun dari tidur dan mulai membangun mimpi-mimpinya setiap hari, mimpi menjadi orang besar, menjadi orang terkenal, menjadi ilmuwan, dsb seperti juga mimpi untuk sekolah di luar negri.

Untukku, yang dari keluarga sederhana di kota kecil Jambi ini, sekolah keluar negeri bukanlah salah satu dari mimpi yang kubangun, meskipun pernah sesekali mengkhayalkannya namun pada akhirnya kutepis lagi. Kutaruh di salah satu pojok bagian paling gelap di sebuah lemari di dalam gudang mimpi tak terealisasi dari masa kecil, gudang itu dikunci, kuncinya tak pernah kulihat lagi.

Kenapa aku bisa menjadi seperti orang yang pesimis begitu? Waktu itu kupikir itu bukan pesimis, itu hanya realistis, karena untuk sekolah ke luar negeri dengan biaya sendiri, aku tak mampu, sedangkan untuk sekolah dengan mendapatkan beasiswa pemerintah, aku bukan guru. Namun entah bagaimana, pada akhirnya setelah bagian-bagian tidak menyenangkan dari hidup, akhirnya aku justru sedang menikmati fasilitas menimba ilmu pengetahuan di luar negeri dengan beasiswa, seperti yang akan kuceritakan berikut ini.

Apabila belajar ke luar negeri, satu-satunya negeri yang ingin kudatangi adalah Inggris, United Kingdom. Karena universitasnya yang telah sejak lama menjadi barometer ilmu pengetahuan, karena kekayaan peradabannya, budaya, seni, sastra, sepakbola dsb. Terlebih karena ini merupakan khayalan semasa kecil.

Sewaktu masih SMP, ada seorang lelaki muda salesman yang kebetulan lewat jalan depan rumah dan mengetok pintu rumah kami, dia menawarkan dengan berbusa-busa paket pelajaran bahasa inggris dalam sebuah koper hitam besar. Ayah mendengarkannya dengan ketertarikan sewajarnya, lalu memanggilku, menanyakan ketertarikanku. Aku yang tak tau apa-apa hanya mengiyakan. Mungkin lebih karena kasihan kepada salesmannya daripada karena manfaat paket tersebut, akhirnya resmilah koper tersebut berada di rumah kami.

Paket pelajaran itu terdiri dari selusin kaset, beberapa buku dan satu kamus Oxford Dictionary. Di banyak tempat tertera tulisan dan logo Oxford University Press. Disitulah pertama kali aku mengetahui perihal Universitas Oxford. Di salah satu bagian awal listening section, ada percakapan antara turis dan guide yang menceritakan tentang London, Westminter Abbey dan Big Ben, disitulah aku menjadi semakin tertarik dan termotivasi untuk ke Inggris.  

Karena Oxford adalah satu-satunya universitas yang kuketahui, akhirnya di buku cerita yang aku dan teman-teman tulis dan edarkan untuk jadi hiburan di kelas saat kelas dua SMP, aku menulis biodata sebagai berikut:
Penulis: Wahyu
Ciri: gagah, caem, mirip ngandi low dan ngaron kwok, agak sedikit pendek dibanding teman-temannya.
Profesi: Ilmuan terkenal dari SD 150, kemudian masuk SMP 16, kemudian ke Titian Teras (TT) dan akhirnya lulus dengan nilai terbaik di Oxford University. Saat ini menjadi guru besar perguruan kungfu.
Buku karya anak SMP 16
Tentulah tulisan itu hanya berupa sebuah komedi seorang anak SMP yang tak tau apa-apa, yang sedang keranjingan film kungfu cina, namun ternyata dua tahun kemudian aku diterima melanjutkan sekolah di SMA Titian Teras, SMU terbaik se provinsi jambi yang hanya menerima 60 orang dari sekitar seribu limaratus orang peminat dari seluruh Provinsi. Saat itu, biaya pendidikan sepenuhnya gratis, karena ditanggung oleh Yayasan Pendidikan Jambi. Orangtua merasa senang karena beban pendidikan untuk empat orang anak bisa berkurang, aku pun merasa gembira dan penuh kebanggaan.

Namun, jika pada mulanya aku percaya akan kemampuan dan kecerdasan karena sering mendapat juara umum selama di SMP, maka di SMA itulah kepercayaan diriku luntur, karena berbenturan dengan kenyataan bahwa aku tak sepintar teman-teman. Ada orang yang keliatannya tak pernah belajar, namun langganan peringkat sepuluh besar. Ada orang yang kemampuan menghapalnya setingkat tape recorder, sekali saja membaca, maka sampai ujian tak akan lupa, sangat jauh dibanding kemampuan menghapalku yang setingkat amuba. Jangankan menghapal, membaca saja aku suliit, seringnya setiap membaca buku pelajaran IPS akan jatuh ketiduran.

Angkatan 5 SMU Titian Teras
Saat itulah, seiring berjalannya waktu, aku tau bahwa kuliah di Oxford University merupakan sebuah kemustahilan. Saat itu di SMA, yang menjadi trend dan puncak pencapaian prestasi adalah apabila diterima di ITB atau sekolah kedinasan seperti Akabri, Akpol, STPDN dan STAN. Akhirnya pada tahun ketiga di SMA, kutetapkan target untuk melanjutkan kuliah di ITB, meskipun sebenarnya orang tua belum tentu sanggup membiayai.

bersambung..

Tuesday, July 05, 2011

pendidikan dan beasiswa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang  diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Tidak untuk diperdebatkan, betapa signifikan hubungan antara pendidikan bagi upaya Negara ini untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka seharusnya semua orang yang ingin sekolah bisa sekolah. Begitu yang selalu kupikirkan. Dengan biaya pendidikan yang semakin mahal, tentunya ini menjadi semakin sulit untuk orang-orang yang kehidupan ekonominya pas-pasan. Namun selalu ada peluang, untuk pelajar yang kurang mampu secara finansial, biasanya ada beasiswa pendidikan.  
Kali ini aku tidak sedang ingin mengkritik penyelenggara Negara, melainkan ingin mengungkapkan rasa terimakasih, dan riwayat kenapa aku harus mengucapkan terimakasih. Riwayat pendidikanku selama sepuluh tahun terakhir ini, tidak lepas dari peran beasiswa. Sebenarnya aku bukan dari keluarga yang sangat miskin, bukan pula keluarga yang berlimpah hartanya, hanya dari keluarga biasa saja. Namun, kurasa aku cukup beruntung untuk mendapatkan semua beasiswa ini.

PART 1
Pertama kali aku mendengar beasiswa atau biaya pendidikan gratis, adalah saat kelas tiga SMP,  SMP N 16 Jambi. Waktu itu, aku cukup sering juara umum, sehingga suatu ketika dipanggil menghadap kepala sekolah. Kupikir ada apa ini? Apa puisi tentang cabe beserta gambar-gambar kecil yang ku pajang di mading sekolah telah mengganggu ketertiban kehidupan bersekolah.
Pak Sarsito, kepala sekolah waktu itu, dengan irama suaranya yang khas, ternyata mengatakan bahwa nilaiku cukup bagus, menyuruhku untuk mempertahankannya, sehingga beliau akan memberikan rekomendasi dan ada kemungkinan aku mendapat beasiswa nanti di SMU. Itulah pertama kalinya aku mendengar berita gembira seputar beasiwa. Kusimpan informasi ini sendiri bersama perasaan harap dan cemasnya yang segera terlupakan dengan kesibukan bermain. 
Tapi tak pernah kudengar kelanjutan berita itu, hingga kami ujian nasional, dan dengan tak terduga nilaiku menjadi yang terbaik di SMP. Meskipun bukan termasuk salah satu SMP terbaik di Jambi, sekitar sepuluh orang dengan nilai terbaik berhak mengikuti seleksi penerimaan siswa SMU Titian Teras jambi, Sekolah yang dikenal juga dengan nama SMU Unggul. 
Aku mengikuti berbagai tes bersama sekitar seribu limaratus orang se-Provinsi, mulai dari kemampuan jasmani, akademik, serta psikotes. Aku ingat sangat menyukai soal-soal psikotes bagian memutar-mutar wujud bangun ruang dan bidang datar. Disana juga ada tes menggambar, satu bidang yang aku cukup punya keahlian. Akhirnya dari SMP, aku bersama seorang teman berhasil mengikuti seleksi penentuan akhir, yang diakhiri dengan wawancara dengan pihak yayasan. Pada saat itu, kami dijejerkan dalam ruangan didepan beberapa panelis, Pak Kaolan menanyakan nilai NEM ku dan nilai matematika, dan tak banyak bertanya lagi. Akhirnya aku lulus meski teman se SMP ku tidak, entah karena alasan apa yang tak pernah kita ketahui sampai saat ini.
Demikianlah awal dimana aku mendapat beasiswa untuk pertama kali. Sekolah di SMU Titian Teras dalam periode itu artinya adalah bersekolah gratis mulai dari biaya pendidikan, uang makan, uang buku dan semua fasilitas lainnya. Karena kondisi keuangan yayasan, kami harus membayar sekitar 600 ribu untuk uang seragam, tapi itu jumlah kecil untuk sebuah sekolah dengan system pendidikan terbaik, gratis selama tiga tahun. Tentunya there’s no such thing like gratis, sebenarnya ada pihak-pihak yang membayar untuk itu, dalam hal ini adalah Yayasan Pendidikan Jambi.

Bolehlah dikutip tujuan Yayasan ini mendirikan SMU TT adalah untuk: (1) Menyiapkan kader pembangunan bangsa yang berkualitas tinggi, mempunyai jiwa nasionalisme dan patriotism yang tinggi. (2) Membina secara khusus potensi-potensi sumber daya manusia di Propinsi Jambi yang mempunyai bakat, minat, dan kecakapan yang tergolong unggul atau di atas rata-rata. (3) Turut berperan serta dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Serta salah satu tujuan khususnya yang perlu dikutip: Menyelanggarakan suatu pola pembinaan generasi muda yang terpadu melalui pembinaan di SMA dan perguruan tinggi, untuk menghasilkan potensi-potensi SDM yang nantinya diharapkan dapat ikut mengembangkan daerah Jambi.
Tentunya untuk mendapatkan sesuatu yang berharga ada sesuatu yang harus dikorbankan. Dalam sekolah yang mengutamakan pembinaan berbagai bidang ini, disiplin yang diterapkan adalah semi militer. Adalah waktu untuk bermalas-malasan yang harus dikorbankan. Subuh sudah memulai aktivitas fisik, pagi sampai malam harus belajar. Harus pula bisa beradaptasi untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar. Kebanyakan teman yang kukenal adalah orang-orang cerdas, sehingga belajar sampai botak pun sulit rasanya bagiku untuk menjadi rangking satu. Namun, syukurlah semua bisa dilewati dengan baik.

PART 2
Menjelang ujian akhir, ada pengumuman mengenai tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Syarat yang ditentukan adalah nilai Matematika dan Bahasa inggris minimal tujuh. Kebetulan aku termasuk salah satunya, meski dari segi ranking tidak sebaik teman2 yang mengikuti seleksi. Entah kenapa, pada akhirnya aku dan seorang teman yang bernama nasrudin mendapatkan kesempatan itu. Dibiayai sejak mengikuti tes seleksi, jika kami lulus UMPTN maka SPP selama kuliah akan ditanggung oleh yayasan pemberi beasiswa, yaitu yayasan Supersemar dan Damandiri.
Sempat terjadi dilemma apakah aku akan mengambil Arsitektur atau Teknik Sipil di ITB, mengingat hobiku menggambar serta pelajaran geometri dan ruang aku memilih Arsitektur, namun menimbang luasnya bidang pekerjaan aku akan memilih Sipil. Entah kenapa, setelah sholat semakin kuat dorongan untuk memilih sipil. Setelah mengikuti test di Jambi, akhirnya aku lulus diterima di ITB.  Dan memulai perjalanan ke tanah Jawa.  

Beasiswa yang diberikan yayasan Damandiri adalah SPP dan biaya hidup. Meski pemberian beasiswa selalu terlambat satu semester, namun tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah aku tidak memanfaatkan peluang dengan baik. Setelah mendapat nilai memuaskan pada tahun pertama, serta timbul sedikit perasaan arogan, pada tahun kedua dan ketiga nilai menurun. Sehingga dengan sangat konyolnya, menjelang tahun keempat aku menghadap dosen wali, dan mengatakan bahwa “Sepertinya saya tidak cocok di jurusan sipil.” Dan menanyakan kemungkinan untuk pindah ke arsitek. Untung dosen yang baik ini, tidak serta merta melepas, dia bilang. “Kamu coba lagi satu semester, sayang, tinggal sedikit lagi..”
Syukurlah pada akhirnya semua bisa diselesaikan dengan baik. Lulus kuliah dengan IP lumayan dan segera mendapat pekerjaan.

PART 3
Sesuatu dan lain hal yang terlalu panjang untuk diceritakan membuatku kehilangan minat untuk bekerja. Singkat cerita, kuputuskan untuk menuju ke Yogya, demi dekat dengan akar budaya Alm. Ayah, serta demi merangkai mimpi-mimpi baru setelah mimpi yang sebelumnya hilang, bolehlah untuk disedarhanakan sebagai putus dengan sang pacar. Waktu itu tujuanku masih tidak jelas, antara ingin mencoba mengambil kuliah S2 yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam pikiran, ingin mencari pekerjaan baru, atau ingin mencari cinta. Yang jelas satu dan semua saling terangkai, saat aku mendaftar ke teknik transportasi UGM. Sebenarnya aku sudah melirik dan mengambil brosur S2 Arsitek juga dan entah kenapa untuk kedua kalinya kupilih sipil.
Saat itu, aku menyerahkan berkas nilai TOEFL dan TPA ke bagian pendaftaran. Mba administrasi menanyakan nilaiku, belakangan kusadari nilai TPA ku memang paling tinggi dari yang mendaftar, lalu seorang dosen yang dikenal dengan panggilan Ibu Mamah  menawarkan memberiku beasiswa dengan syarat mengikuti tes terlebih dahulu. Aku yang tadinya berniat mendaftar dan membayar sendiri biaya kuliah dari sisa tabungan tentu bersuka ria dengan tawaran itu. 

Lalu kuikuti tes psikotes, wawancara serta akademik yang diselenggarakan. Selang beberapa bulan kemudian ternyata aku diumumkan sebagai salah satu yang mendapat Beasiswa Unggulan dari Kementrian Diknas, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Dan disinilah aku, saat ini sedang berusaha belajar dengan lebih baik.  Aku mendapat beasiswa SPP penuh, beserta living cost dan uang buku.

PART 3b
Belum selesai pendidikan ini kulalui, ternyata datang lagi kesempatan untuk melanjutkan studi dual degree ke salah satu Universitas di Eropa, dengan beasiswa penuh selama setahun. Peluang itu sudah sangat dekat, sudah terasa dalam genggaman, ketika tiba-tiba ada sebuah kebijakan baru dari kedutaan yang menghambat, dan tidak ada yang tau apa yang akan terjadi berikutnya. Tentu aku berdoa mendapatkannya, karena ini kesempatan yang cukup langka. Tetapi di sisi lain, perlu juga untuk dipertimbangkan, benar-benar sejumlah besar uang yang akan diinvestasikan kepada kami ini. Dengan prinsip jual beli, akankah Negara ini merasa untng atau rugi atas uang yang akan terhambur pada kami ini? Bagaimana untuk membalasnya?

Kupikir aku cukup beruntung, mungkin banyak orang lain yang tidak seberuntung ini dalam mendapatkan pendidikan. Tentulah aku harus senantiasa bersyukur.  Hingga saat ini, aku merasa belum ada satu pemberi beasiswapun yang aku bayar. Sewaktu bekerja di Jambi, aku tak mendapat tempat yang tepat untuk bisa membantu membangun Jambi seperti tujuan Yayasan kami yang mulia itu, sempat terpikir menjadi dosen, tetapi mundur teratur oleh pertimbangan karir dan finansial.
Aku belum mendapat akses ke Damandiri untuk setidaknya melapor atau mengucapkan terimakasih atas beasiswa selama lima tahun di kuliah sarjana dulu. Apalagi untuk membantu melanjutkan keberlangsungan beasiswa untuk tahun-tahun berikutnya.
Sekarang sudah harus mendapat beasiswa lagi, yang syukurlah  punya cara untuk membalas dengan mengikuti ikatan dinas di salah satu Departemen. Terkadang aku berpikir, akan seberapa jauh kontribusiku bagi masyarakat sekitar atau Negara ini nantinya. Ataukah aku hanya akan segera bergabung dengan para apatis oportunis yang bakal mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari setiap kesempatan demi kepentingan pribadi.  
Setidaknya ada sebuah prinsip yang kujadikan sandaran, Jika tidak bisa membantu memperbaiki kehidupan pada umumnya atau Negara ini pada khususnya, setidaknya aku harus tidak jadi bagian yang merusaknya.