Saturday, April 14, 2012

pernikahan beda agama


Banyak macam persoalan terkait dengan menjalin hubungan, memilih pasangan hidup, menikah dan membangun keluarga. Berbagai macam tuntunan, standar, norma dan etika terkadang tak lagi dijadikan acuan, karena hal yang satu ini sangat terkait dengan perasaan. 

Dewasa ini, makin banyak saya temui dalam lingkup hidup saya orang-orang yang menjalin hubungan yang menjurus ke pernikahan dengan perbedaan agama. Makin pluralnya masyarakat Indonesia, makin bebasnya pola hidup masyarat modern, makin tingginya mobilitas manusia dan interaksi antar budaya, semua mengarah ke peningkatan probabilitas pernikahan beda agama.  

Berikut ini saya akan mencoba menyajikan pandangan dari berbagai sisi mengenai hal ini.

Peraturan Negara

Secara administrasi ada kesulitan untuk melangsungkan pernikahan beda agama di Indonesia, karena urusan pernikahan diakomodir oleh kantor urusan agama, sehingga KUA untuk orang beragama islam tidak mau menikahkan orang yang berbeda agama dengan islam, demikian pula kantor urusan agama lain, sehingga salah satu harus beralih ke agama pasangan. Atau harus melangsungkan pernikahan di luar negeri untuk kemudian mencatatkannya ke kantor catatan sipil.

Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini bisa dilihat pada referensi berikut ini

Psikologi

Perbedaan agama, dari sisi psikologi dinyatakan sebagai sesuatu yang rawan konflik. Banyak pelaku pernikahan beda agama yang datang ke psikolog untuk mendiskuskan mengenai pernikahannya yang sedang bergejolak karena berbagai permasalahan. 

Pernikahan adalah penggabungan dua keluarga, bukan sekedar dua orang. Jika pernikahan antara dua orang dengan akar budaya yang berbeda sering mengalami friksi, apalagi dengan nilai agama yang berbeda. Ada kecendrungan bahwa pihak keluarga tidak merestui pernikahan itu, konflik ini biasanya terus berlanjut. 

Menikah adalah penggabungan pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan, dari sendiri-sendiri menjadi bersama-sama, sehingga apabila agama berbeda, maka pola kebiasaan ibadah akan menjadi sendiri-sendiri, jika muslim akan sholat, puasa dan berlebaran sendiri, jika Kristen akan ke gereja dan merayakan natal sendiiri. Hal ini disinyalir mengurangi kebahagiaan dan rasa kebersamaan. 

Setelah memiliki anak, akan terjadi konflik antara orang yang berbeda agama, ayah ingin anak itu mengikuti agamanya, ibu ingin anak itu mengikuti agamanya, sehingga jika suatu saat anak memilih salah satunya, salah seorang pasangan akan merasa kecewa. 

Konflik-konflik itu cenderung perlahan-lahan mereduksi perasaan cinta, sehingga pada akhirnya menyebabkan mati rasa dan berujung pada perceraian. Penjelasan lebih lanjut mengenai masalah ini bisa dilihat di referensi berikut ini.  

Islam

Bagaimana pandangan islam untuk pernikahan beda agama? MUI sudah memfatwa haram pernikahan beda agama, dengan keputusan MUI Nomor:  4/MUNAS VII/MUI/8/2005. Seperti dalam link berikut ini

Sumber hukum untuk fatwa haram tersebut diungkapkan dengan jelas di dalam Al Quran surat Al Baqarah: 221, Al Maidah: 5 dan Al-Mumtahanan: 10. 

Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan prempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (QS Al Baqarah: 221) 

Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makanmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan si akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS Al Maidah: 5) 

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Mumtahanah: 10)

Pernikahan beda agama untuk wanita muslim dengan lelaki non muslim adalah HARAM, sedangkan pernikahan lelaki muslim dengan wanita ahli kitab masih menjadi perdebatan. Salah satu yang mendebat adalah kelompok Jemaah Islam Liberal (JIL) dengan beberapa argumen yang tidak jelas. Yang biasanya menjadi perdebatan adalah pendefinisian kafir, musyrik dan ahli kitab. Berikut ini salah satu link nya. Yang jika diteliti, membenarkan ketakutan umat muslim di Indonesia bahwa JIL adalah sekelompok orang yang berbahaya bagi kehidupan beragama umat islam.  

Konsep pernikahan beda agama dalam islam ada di link berikut ini dan ini.

Pribadi

Dan.. bagaimana dengan pendapat saya pribadi? Kali ini, saya hanya akan menguraikan pendapat pribadi berdasarkan pemahaman dan pengetahuan saya selama ini. 

Perasaan manusia adalah sesuatu yang rapuh, manusia bisa merasa suka pada sesuatu saat ini dan beberapa waktu kemudian membencinya, manusia sering memandang baik apa yang buruk baginya, dan memandang buruk apa yang sebenarnya baik baginya, sehingga menurut hemat saya, perasaan dan pikiran manusia tidak bisa dijadikan pegangan yang kuat untuk selamat. Sehingga hanya agama yang bisa dipercaya, untuk dijadikan pegangan. 

Untuk mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri yang banyak berinteraksi dengan orang barat kasus-kasus ini semakin sering terjadi. Orang Indonesia kebanyakan adalah islam, orang barat kebanyakan adalah Kristen dan sebagian lain adalah atheis. Sehingga setiap kali melihat ada orang Indonesia yang sedang menjalin hubungan dengan bule saya selalu menaruh curgia menanyakan, apa agamanya? 

Setiap kali mendengar ada orang berpacaran beda agama, hati saya menjadi sedih. Terlebih lagi ketika mendengar seorang wanita muslim yang menikah dengan seorang non muslim, hati saya jadi bertanya-tanya apakah wanita ini masih dengan akidahnya. Beberapa waktu kemudian, wanita yang dulu saya kenal mengenakan jilbab dengan sopan ini lantas tidak lagi mengenakan jilbab, sehingga semakin perih lagi hati ini. 

Menurut saya, ada beberapa faktor kenapa pernikahan beda agama ini harus dihindari, yaitu faktor perasaan cinta yang tidak bisa diandalkan, faktor pengabdian terhadap orang tua, dan faktor pernikahan sebagai ibadah. 

Setiap melihat pasangan beda agama dalam hati saya sering timbul pertanyaan, apakah tak bisa lagi kita mencari pasangan yang seagama? Katakanlah itu kualitas fisik, kualitas kekayaan, kualitas kebaikan hati, kualitas perasaan, apakah tak ada lagi sesama muslim yang bisa memenuhinya? Apakah alasannya itu perasaan cinta, yang katanya tak bisa dicegah bisa datang dari dan kepada siapa saja. Alasan yang menurut saya sangat naïf, karena perasaan cinta adalah sesuatu yang rapuh yang sama sekali tak bisa dijadikan acuan atau standard. Berapa kali seorang manusia mengalami perasaan jatuh cinta dalam hidupnya? bukankah rata-rata lebih dari sekali. Menurut saya, perasaan cinta bisa dibangun melalui proses, yang bisa hilang melalui proses lainnya. 

Yang kedua adalah faktor orang tua, menurut saya seorang anak harus berterimakasih atas karunia dilahirkan dan dibesarkan oleh orangtuanya, ucapan terimakasih itu berupa bakti untuk membahagiakan mereka, menuruti sejauh apa keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan tuntunan agama. Yang saya pahami, salah satu yang diajarkan agama islam adalah bahwa anak menjadi penerus amal orangtuanya, dalam bentuk doa dari anak yang sholeh. Sehingga tentu saja orang tua (yang menjadikan agama sebagai pegangan) tidak akan merestui anaknya menikah dengan beda agama, apalagi jika sampai anaknya pindah agama, karena itu akan berarti sama saja orang tua tersebut tidak memiliki anak yang biasanya menjadi tumpuan harapan untuk menjadi penerus amal kebaikannya kelak jika dia telah tiada. 

Yang ketiga adalah konsep pernikahan sebagai ibadah, apabila telah dinyatakan haram, maka pernikahan yang bagi umat muslim bisa menjadi sarananya untuk beribadah tentu akan kehilangan esensinya. Katakanlah jika berhubungan badan, karena tidak sah secara agama maka yang seharusnya berupa ibadah menjadi haram atau dosa untuk selamanya. Bagi orang yang percaya kehidupan akhirat, sungguh mengerikan hal ini, semoga kita semua selalu dijauhkan darinya. 


Saya sadar bahwa saya bukanlah orang yang sudah menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama dengan sebaik-baiknya. Namun, menurut saya, yang konservatif namun agak moderat ini, tak apa jika seseorang berbuat salah, sesekali berbuat dosa, sesekali melanggar aturan, karena bagaimanapun itu manusiawi, asal jangan melanggar akidah, atau mendekati melanggar akidah.

Dalam kehidupan dunia yang fana ini, dimana terdapat simpang siur aturan, norma, argumen, pengetahuan dsb hanya satu yang bisa dijadikan pegangan, yaitu nilai agama.  Dalam kehidupan yang fana ini, salah satu yang harus dijaga adalah agar senantiasa dalam keadaan beragama islam hingga akhir hayat.  


Referensi gambar:
http://www.wartakota.co.id/read/news/56907

No comments:

Post a Comment