Jika sesuatu yang buruk terjadi, katakanlah itu sesuatu yang tak sesuai keinginan kita, biasanya kita akan bersedih. Itu naluri manusia, padahal seberapalah pengetahuan manusia ini, boleh jadi kita menyukai sesuatu padahal sesuatu itu buruk bagi kita, boleh jadi kita membenci sesuatu padahal itu baik bagi kita (1). Itulah kenapa kita dilarang untuk menyukai atau membenci sesuatu secara berlebihan.
Dalam rangka mencegah diri dari bersedih, terhadap sesuatu yang tidak berdaya untuk diubah, beberapa teknik yang efektif untuk digunakan antara lain, beribadah dan berdoa, memikirkan hal-hal yang baik, melakukan hobi, mengingat kejadian menyenangkan, membayangkan sesuatu yang indah, berbicara dengan orang-orang terdekat, dsb. Ada banyak cara, saat ini mungkin aku perlu menerapkan salah satunya untuk mencegah diri dari bersedih.
Salah satu yang sangat kuinginkan adalah bisa menceritakan sesuatu pada seseorang atau mendengarkan sesuatu cerita dari seseorang. Percakapan yang bermutu, adalah salah satu nutrisi penting bagi otak untuk menjaga agar kita tetap waras. Rumah sedang sepi, sehingga tak ada juga satu dua makhluk yang bisa diajak berdialog.
Mungkin aku bisa melakukan cara lainnya, memikirkan hal-hal yang baik dan mensyukuri nikmat yang diberikan daripada menyesali apa-apa yang tidak ada. Sungguh, banyak sekali manfaatnya perasaan senantiasa bersyukur ini dan sudah seharusnya manusia selalu bersyukur. Jika kita ingin mencatat nikmat Allah yang diberikan kepada kita, maka tinta sebanyak air laut tidak akan cukup bagi kita, dan niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya. Itulah kenapa aku tidak suka pada orang-orang yang sering mengeluh dan menggerutu, apalagi untuk hal-hal yang kecil dan itulah kenapa aku ingin menghindari mengeluh.
Sesungguhnya, apa yang terjadi pada manusia, bisa dipisahkan menjadi dua bagian. Ada realitas objektif dan ada realitas subjektif (2). Realitas objektif adalah sesuatu yang benar-benar terjadi, seusatu yang tidak bisa diubah, seperti musibah dan bencana, takdir, tidak ada yang bisa mengubahnya karena merupakan ketentuan dari Yang maha Kuasa. Sementara disisi lain, ada realitas subyektif, yaitu bagaimana manusia memandang sesuatu. Sehingga ada orang yang bisa tertawa saat sedang mendapat musibah, ada orang yang dilahirkan cacat yang bisa terus bekerja dan berkarya, dan ada juga orang lainnya yang ketika mendapat musibah terus meratapi nasib.
Ada banyak kebaikan disekitar kita, dan kita seringkali hanya melihat sedikit yang buruk diantaranya, lalu terperosok terlalu dalam dengan meratapinya. Kejadian-kejadian buruk atau masa-masa sulit yang kita sedang jalani, ternyata hanya harus dilalui dengan berpikir positif. Kita sendiri yang bisa memilih untuk bersedih karena sesuatu atau memilih untuk selalu berbahagia. Jika kita tak bisa berpikir jernih tentang apa saja kebaikan yang kita dapatkan, ingatlah selalu kalimat: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (3).
(1) QS: Al Baqarah
(2) Rakhmat, Jalaludin. 2004. Meraih Kebahagiaan. Simbiosa Rekatama Media, Indonesia.
(3) QS: Ar Rahmaan
No comments:
Post a Comment