Tuesday, January 26, 2010

early days, the zahir and me

“the zahir and me”

Paulo Coelho melukiskan devinisi zahir dalam karyanya “the Zahir” berdasarkan cerita karangan Jorge Luis Borges. Zahir sesuatu yang terlihat, hadir, yang tak mungkin tidak dihiraukan, sesuatu atau seseorang yang sekali saja kita berhubungan dengannya, perlahan-lahan mengisi pikiran kita sampai kita tak bisa memikirkan apa-apa selainnya. Yang dikatakan bisa membawa kita pada kesucian atau kegilaan sekaligus.


Dia seperti zahir bagiku, yang kulihat kemanapun aku memandang, kudengar dalam apapun yang kudengar, kurasa dalam apapun yang kusentuh. Pada setiap wanita yang kutemui aku berusaha menemukan dirinya. Pada setiap perjalananku aku membayangkan dirinya. Aku akan membayangkan reaksinya apabila dia bersamaku, membayangkan dia akan bahagia melihat tempat-tempat indah yang ku kunjungi.


Aku terus menerus meyakinkan diri sendiri bahwa hanya dia yang bisa membuatku bahagia. Dia yang sangat mengerti karakterku, mengetahui caraku memandang dunia. Aku merasa bahagia dengan caranya memperlakukanku, dan merasa dia juga bahagia dengan caraku memperlakukannya. Aku juga semakin terbiasa memandang dunia dengan kacamatanya.


Aku selalu bersyukur bahwa ada wanita seperti dia, satu-satunya orang yang telah membuatku merasakan perasaan cinta yang seperti ini. Dia lah satu-satunya yang bisa berbuat itu. Dia telah menjadi zahyr ku, entah apakah dia bisa berubah, dari zahyr menjadi cintaku lagi.



Friday, January 22, 2010

early days, intimacy

"Intimacy"

Hari itu di bulan Juni 2007. Kami duduk berdua, perasaan hangat dan intim menyatukan kami. Sehingga ku ajak dia untuk bergaya seperti di film-film. Bersamanya kurasakan perasaan hangat hingga ke bagian hati yang paling dalam.


Berdekatan dengannya, merasakan aroma dan nuansanya, aku rindu dengan masa-masa itu. Lama kami tak berjumpa sehingga rinduku semakin lama semakin menyesakkan. Tapi ku kuatkan diriku, bahwa semua akan berlalu, dan kami akan tiba pada suatu waktu dan tempat yang kami nanti, masa dimana kami bisa mengumbar rindu tanpa ada kata-kata sendu.

Ku arahkan setiap gerakan, nafas, atau bahkan detak ku untuk menuju pada titik itu.
Kami akan sama-sama memetik bahagia yang selama ini kami tanam benihnya, dan semua duka akan kami kumpulkan, hanya untuk menjadi tempat tumbuh bahagia kami. Begitu yang selalu ku pikirkan untuk menguatkan diriku pada waktu itu karena lama kami tak berjumpa. Waktu itu, yang berbeda dengan waktu yang sekarang. Waktu yang sekarang, ternyata berbeda dengan waktu yang itu…

Thursday, January 21, 2010

early days, through the sorrow

“Through the Sorrow”
Through the Sorrow
Hari itu, 15 Januari 2007. Dia sedang bersedih. Aku menyusulnya ke bagian atas gedung ruang kuliahnya. Kutemukan dia di sana sedang duduk sendirian. Mungkin dia bersedih karenaku, mungkin juga karena yang lain. Kadang-kadang aku merasa menjadi salah satu sumber kesedihannya. Kadang aku tak bisa berbuat apa-apa dan kebingungan menghadapinya, tapi tentu saja aku selalu berusaha membuat keadaan menjadi lebih baik.

Seperti waktu itu, aku menenangkannya. Dengan sepenuh perasaanku aku berusaha menenteramkannya dan berhasil melakukannya. Dia kembali tersenyum dan kami kembali becerita seperti biasa. Saat itu aku berpikir semua masalah ini akan berakhir di situ. Tapi karena kebodohan dan percaya diriku yang berlebihan, aku hanya sampai pada kenyataan bahwa aku tak sebaik itu, untuk bisa membuatnya selalu berbahagia.

Aku menyadari kebodohanku, aku memang bodoh, meski masih selalu ingin belajar. Sekarang aku merasakan pelajaran ini harus kuambil dengan biaya yang sangat mahal, seolah tak terbayarkan. Dengan menempuh jalan yang tak mengenal kata kembali apabila sudah tersesat, dengan penyesalan yang entah kapan akan berakhir, dengan melupakan semua kebahagiaan yang dulu pernah kumiliki. Yang dulu pernah kumiliki…

Wednesday, January 20, 2010

early days, on the side walk

”on the side walk”

Hari itu sekitar 23 Mei 2007. Kami berjalan di sepanjang jalan dago, mengelilingi factory outlet, dan berhenti di pinggir jalan. Menunggu angkot untuk pergi ke Braga dalam rangka menonton film yang entah apa judulnya. Ekspresinya seperti sedang berharap-harap cemas, seakan-akan angkot yang kami tunggu terlalu lama tidak datang-datang, dan pertunjukan akan segera dimulai.

Gesture tubuhnya sangat alami sehingga memancingku untuk mengabadikannya. Terlihat sangat feminim. Aku suka sekali. Ekspresi yang membuatku merasa harus menjadi laki-laki yang membuatnya tenteram saat dia sedang gelisah. Ekspresi yang membuatku merasa harus selalu melindunginya dari kejahatan-kejahatan di bumi yang sering kali kejam ini.

Dia cantik sekali. Kalau saat itu aku tak di sisinya, atau tak mengenalnya sama sekali, dan tiba-tiba aku lewat di depannya. Aku akan menyapanya, dan mengucapkan pernyataan seperti yang Morrison ucapkan pada Pamela. “You are the one”. Aku beruntung bisa berada di sebelahnya di hari itu. Sebuah hari di masa lalu yang indah. Masa lalu yang indah...

Monday, January 18, 2010

early days, in the building

"in the building"


Aku tau aku bukan seniman, bukan pelukis, bukan penyair, bukan penyanyi, tapi kadang aku merasa perlu mengekspresikan diri. Aku hanya bisa mencorat-coret, mencoba melepas ingatan tentangnya ke dalam tulisan atau ke dalam lukisan.


Menghabiskan waktuku sekitar satu jam lebih untuk membuat gambar ini, dengan menggunakan pensil dan pena. Pertama menggerakkan tangan ku, mulai dengan menggambar garis wajahnya, aku sempat gemetar selama beberapa menit. Seperti dilanda perasaan nervous, mungkin takut kecantikannya terdegradasi hanya gara-gara aku salah menggores atau karena mendadak memoriku tentang dia merimpah ruah kembali. Aku berhenti sebentar, menenangkan perasaan dan mulai mencoret lagi.


Waktu itu, pada tanggal 4 Juni 2007, berarti lebih dari dua tahun yang lalu, kami duduk di lantai pada salah satu gedung di kampus, dia memakai jaket berwarna hijau, kaos abu-abu dan kerudung yang senada. Dia cantik seperti biasa. Aku di sampingnya, juga seperti biasanya pada periode itu. Setelah makan siang, dia membawakan makanan untukku, hasil masakannya sendiri. Aku merasa senang, merasa lengkap dan tak banyak keinginan untuk pergi kemana-mana. Hanya perlu duduk berdua dengannya menghabiskan waktu untuk bercerita soal apa saja. It was fun, It was…


Saturday, January 16, 2010

early days, around the solitude

"around the solitude"


Wanita dalam lukisan ini, yang telah menemani hari-hari ku selama empat tahun terakhir. Aku sangat mencintainya, masih mencintainya sampai sekarang. Itu jika perasaan yang ku miliki ini di sebut sebagai cinta. Entah apa ada kata lain yang lebih tepat untuk menggantikannya.

Aku hanya ingin mendengar suaranya untuk menggantikan lagu-lagu cinta sepanjang masa. Aku hanya ingin mengucapkan kata-kata yang baik terhadapnya. Aku hanya menginginkan kehangatan kulitnya untuk mengusir udara dingin. Aku hanya perlu berjalan di sampingnya untuk mendapatkan perasaan dunia bisa di miliki. Kadang-kadang aku hanya ingin duduk, melihatnya tepat di mata untuk mengetahui hatinya. Meyakinkan diriku bahwa dia nyata, ada di sisiku. Aku hanya perlu melihat senyumnya untuk meyakinkanku bahwa semua hal akan baik-baik saja. Membuat perasaanku menjadi tenang meski sebelumnya terasa gundah. Itulah kenapa aku selalu merasakan rindu yang teramat sangat jika tak berada di dekatnya.

Dia segalanya bagiku, selama empat tahun itu. Perasaanku kepadanya terus tumbuh dan berkembang, mengisi ruang-ruang hingga ke sudut yang tak pernah terjangkau oleh manusia lain. Semua keindahan yang ada di dunia, ingin kujadikan rangkaian bunga dan ku persembahkan kepadanya, karena dialah keindahan bagiku. Aku masih selalu mencari cara untuk melakukan itu.

Bersamanya, aku merasa menemukan keping terjauh dari mozaik-mozaik kehidupanku. Aku menemukan warna yang tepat untuk melengkapi lukisan hidupku. Aku menemukan keindahan perasaan mencintai dan dicintai. Karena itulah, ku bangun mimpi-mimpi masa depan ku bersamanya. Untuk saling menemani dan selalu bercerita tentang cinta. Ku peluk mimpi-mimpi itu di dalam atau di luar alam sadar ku. Sekarang, aku sedang berusaha keras menyingkirkan mimpi-mimpi itu, entah dengan cara bagaimana, aku belum mengetahuinya. Yang aku tau, di luar dirinya, hanya ada sunyi, kosong, hampa. hampa, kosong, sunyi.