Dalam cinta, kebanyakan orang melihatnya sebagai persoalan dicintai daripada mencintai. Hal yang penting bagi seseorang adalah bagaimana agar dicintai. Demi tujuan itu orang-orang menembuh beberapa jalan. Bagi kaum laki-laki biasanya bagaimana agar sukses, kaya, berkuasa, dengan tidak melanggar batasan sosial yang ada. Sementara bagi wanita dengan membuat diri semenarik mungkin, dengan merawat tubuh, pakaian, penampilan dsb. Dan cara yang ditempuh keduanya adalah dengan mengembangkan tingkah laku yang menyenangkan, percakapan yang mengesankan, suka menolong, serta menjauhkan diri dari hal yang jelek dan norak.
Manusia juga cenderung menganggap cinta adalah objek, bukan sebagai kemampuan. Mereka berpikir bahwa mencintai adalah persoalan mudah, yang sulit adalah mencari objek yang tepat untuk dicintai. Pada manusia modern perasaan jatuh cinta biasanya berkembang karena adanya komoditas-komoditas yang bisa dipertukarkan. Jadi dua sosok manusia akan jatuh cinta jika mereka telah menemukan obyek terbaik mereka di pasaran, dengan mengingat batas-batas nilai tukar yang mereka miliki.
Pengalaman jatuh cinta biasanya dialami dalam kasus di mana dua orang yang sebelumnya merupakan orang asing satu sama lain, sepakat untuk meruntuhkan tembok yang selama ini memisahkan mereka, sehingga semakin dekat. Mereka merasa menjadi satu dan momen kesatuan ini menjadi salah satu pengalaman yang menyenangkan dan mempesonakan dalam hidup. Terutama bagi pribadi yang selama ini tertutup, terisolasi dan tanpa cinta. Keajaiban dari keintiman ini menjadi semakin dahsyat dipicu oleh daya tarik seksual serta pemenuhannnya. Dalam proses berikutnya dua pribadi itu akan saling mengenal dengan lebih baik, sehingga keintiman yang mereka rasakan akan kehilangan keajaibannya. Akhirnya segala pertentangan, kekecewaan serta perasaan bosan akan membunuh segala yang tersisa dan pesona yang sebelumnya menyelimuti mereka akan sirna. Namun hal ini sering tidak disadari karena tertutupi oleh hasrat akan birahi, cumbu rayu, saling terpesona dan tergila-gila, untuk menunjukkan betapa dalamnya cinta mereka. Padalah semua itu tidak membuktikan apa-apa kecuali rasa kesepian yang mereka derita sebelumnya.
Namun pada kenyataannya hampir tidak ada aktifitas atau usaha yang dimulai dengan bermacam impian dan harapan yang begitu luar biasa, namun mengalami kegagalan begitu saja sebagaimana cinta. Ada satu cara untuk mengatasi kegagalan tersebut, yaitu memeriksa sebab-sebab kegagalan tersebut, dan mempelajari cara untuk memperbaikinya. Harus disadari bahwa cinta adalah seni, jika kita ingin belajar bagaimana cara mencintai kita harus memulai dengan cara yang sama seperti mempelajari seni. Yaitu pertama, menguasai teorinya kedua menguasai prakteknya.
Manusia dikaruniai akal budi, adalah kehidupan yang sadar akan dirinya. Ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati diluar keinginannya. Manusia menyadari kesendirian atau keterpisahannya, kelemahannya dalam menghadapi kekuatan alam dan masyarakat (disunited existence) ini merupakan sebuah penjara yang mengerikan. Sehingga dia harus keluar dari situasi tersebut dan mencari pertalian baru dengan manusia lain dan dunia luar. Bagaimana cara mengatasi keterpisahan ini, meraih kesatuan, mentransendensikan kehidupan? Salah satu cara yang kemudian ditempuh adalah menenggelamkan diri dalam keadaan orgiastic. Seperti trance yang bisa muncul dari dalam atau karena pengaruh obat bius. Pengalaman lain yang memberikan efek yang sama adalah dengan pengalaman seksual. Cara lainnya adalah dengan penyatuan dengan kelompok yang lebih besar. Untuk mencari ketentraman dan keselamatan, dengan prinsip: jika aku tak berbeda dari orang lain, hika aku tidak memiliki perasaan atau pemikiran yang berbeda dengan orang lain, jika aku menundukkan diri pada kebiasaan, pakaian, gagasan dan pemikiran yang serupa dengan orang lain, maka aku akan selamat dari situasi kesendirian yang mencekam (frightening experience of aloneness).
Cara lain untuk mendapatkan kesatuan terletak pada tindakan kreatif. Seperti yang dipraktekkan oleh seniman dan para tukang. Seeorang bisa menyatukan dirinya dengan bahan-bahan yang merepresantasikan dunia di luar dirinya. Namun demikian, hal-hal demikian hanya bersifat sementara, hanya merupakan jawaban parsial atas problem exsistensial. Jawaban atas problem ini terletak pada kesatuan intrapersonal, dalam peleburan dengan orang lain, dalam apa yang sering disebut sebagai cinta. Cinta adalah jawaban atas problem eksistensi manusia.
Beberapa jenis cinta antara lain:
Cinta orang tua dan anak, dimana cinta ibu merupakan peneguhan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan-kebutuhan seorang anak.
Cinta persaudaraan, cinta terhadap semua manusia. Merupakan sebuah rasa tanggung jawab, perhatian, pernghormatan serta oemahaman akan setiap manusia yang ingin kita majukan hidupnya.
Cinta erotis, penyatuan dan peleburan antar pribadi yang bersifat ekslusif dan tidak universal.
Cinta diri, yaitu cinta kepada diri sendiri identik dengan narsisme.
Cinta Tuhan, yaitu cinta kepada nilai tertinggi yang paling didambakan yang merupakan kebutuhan dasar dari manusia.
Cinta adalah sebentuk kapasitas yang terlahir dari karakter yang matang dan produktif. Namun kedudukan dari cinta yang sebenarnya digantikan oleh sederatan cinta semu yang mencerminkan terjadinya disintegrasi cinta dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Eksistensi masyarakat kapitalis didasarkan atas pasar, dimana segala sesuatu atau kepandaian yang dianggap berguna diubah menjadi komoditas yang diperjual belikan. Sehingga hasilnya adalah membentuk kepribadian manusia modern yang terasing dari dirinya, dari sesamanya dan dari alam semesta.
Manusia modern menjadi semacam komoditas yang menempatkan kekuatan dirinya sebagai investasi yang harus membawa keuntungan. Namun mereka tidak menyadarinya karena peradaban membuat rutinitas yang luar biasa ketat. Lalu sebagai akibatnya mereka berusaha mengatasi keputusasaan bawah sadarnya dengan cara menenggelamkan diri dalam hiburan rutin serta konsumsi pasif, membeli barang-barang dan kebutuhan untuk selalu tampil baru. Hal itu pada akhirnya menyebabkan manusia modern menjadi manusia yang tak sanggup mencintai, hanya bertukar paket kepribadian sambil berharap mendapat imbalan yang sepadan.
Dalam menyingkapi kegagalan tersebut beredar buku-buku tentang petunjuk dan nasehat tentang perilaku seksual. Hal ini terjadi didasarkan atas ide pokok bahwa jika dua orang saling memuaskan kebutuhan seksual masing-masing maka mereka akan sanggup mencintai satu sama lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran Freud, yang menyatakan bahwa Pemuasan atas semua hasrat instingtual secara total akan membawa pada kesehatan mental dan kebahagiaan. Namun semua ini hanya ilusi karena cinta bukanlah hasil dari kepuasan seksual, melainkan sebaliknya. Konsep Freud itu bisa dibandingkan dengan gagasan psikoanalis lainnya bahwa bahwa cinta dimulai apabila seseorang merasa kebutuhan orang lain menjadi sepenting kebutuhannya sendiri.
Untuk menuju ke arah itu, kita perlu mempelajari apa-apa yang diperlukan untuk praktek mencintai. Untuk bisa mempraktekkan suatu seni, dalam hal ini, seni mencintai ini pertama-tama dibutuhkan kedisiplinan dalam mempelajari dan melatihnya. Disiplin bisa dilatih dengan tidak memanjakan diri, dan memanfaatkan waktu dengan teratur untuk kegiatan seperti meditasi, membaca, mendengar musik dan berjalan-jalan.
Lalu dibutuhkan konsentrasi, karena duduk diam tanpa bicara, membaca atau makan dan minum selain hanya berkonsentrasi merupakan hal yang sulit bagi manusia modern. Melatih konsentrasi dengan belajar berdiam diri, seperti dalam meditasi atau beribadah. Dalam mendengar musik, membaca buku, berbicara, atau menikmati pemandangan dimana perhatian seseorang dicurahkan sepenuhnya. Hal-hal yang penting dan tidak penting akan memperoleh dimensi baru. Berkonsentrasi berarti hidup sepenuhnya saat ini, disini dan sekarang ini. Aktif dalam pikiran dan perasaan serta menggunakan mata dan telinga sepanjang hari. Lalu dibutuhkan kesabaran, disaat seluruh sistem industri modern menekankan prinsip kecepatan yang sangat bertentangan dengan kesabaran.
Manusia juga cenderung menganggap cinta adalah objek, bukan sebagai kemampuan. Mereka berpikir bahwa mencintai adalah persoalan mudah, yang sulit adalah mencari objek yang tepat untuk dicintai. Pada manusia modern perasaan jatuh cinta biasanya berkembang karena adanya komoditas-komoditas yang bisa dipertukarkan. Jadi dua sosok manusia akan jatuh cinta jika mereka telah menemukan obyek terbaik mereka di pasaran, dengan mengingat batas-batas nilai tukar yang mereka miliki.
Pengalaman jatuh cinta biasanya dialami dalam kasus di mana dua orang yang sebelumnya merupakan orang asing satu sama lain, sepakat untuk meruntuhkan tembok yang selama ini memisahkan mereka, sehingga semakin dekat. Mereka merasa menjadi satu dan momen kesatuan ini menjadi salah satu pengalaman yang menyenangkan dan mempesonakan dalam hidup. Terutama bagi pribadi yang selama ini tertutup, terisolasi dan tanpa cinta. Keajaiban dari keintiman ini menjadi semakin dahsyat dipicu oleh daya tarik seksual serta pemenuhannnya. Dalam proses berikutnya dua pribadi itu akan saling mengenal dengan lebih baik, sehingga keintiman yang mereka rasakan akan kehilangan keajaibannya. Akhirnya segala pertentangan, kekecewaan serta perasaan bosan akan membunuh segala yang tersisa dan pesona yang sebelumnya menyelimuti mereka akan sirna. Namun hal ini sering tidak disadari karena tertutupi oleh hasrat akan birahi, cumbu rayu, saling terpesona dan tergila-gila, untuk menunjukkan betapa dalamnya cinta mereka. Padalah semua itu tidak membuktikan apa-apa kecuali rasa kesepian yang mereka derita sebelumnya.
Namun pada kenyataannya hampir tidak ada aktifitas atau usaha yang dimulai dengan bermacam impian dan harapan yang begitu luar biasa, namun mengalami kegagalan begitu saja sebagaimana cinta. Ada satu cara untuk mengatasi kegagalan tersebut, yaitu memeriksa sebab-sebab kegagalan tersebut, dan mempelajari cara untuk memperbaikinya. Harus disadari bahwa cinta adalah seni, jika kita ingin belajar bagaimana cara mencintai kita harus memulai dengan cara yang sama seperti mempelajari seni. Yaitu pertama, menguasai teorinya kedua menguasai prakteknya.
Manusia dikaruniai akal budi, adalah kehidupan yang sadar akan dirinya. Ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati diluar keinginannya. Manusia menyadari kesendirian atau keterpisahannya, kelemahannya dalam menghadapi kekuatan alam dan masyarakat (disunited existence) ini merupakan sebuah penjara yang mengerikan. Sehingga dia harus keluar dari situasi tersebut dan mencari pertalian baru dengan manusia lain dan dunia luar. Bagaimana cara mengatasi keterpisahan ini, meraih kesatuan, mentransendensikan kehidupan? Salah satu cara yang kemudian ditempuh adalah menenggelamkan diri dalam keadaan orgiastic. Seperti trance yang bisa muncul dari dalam atau karena pengaruh obat bius. Pengalaman lain yang memberikan efek yang sama adalah dengan pengalaman seksual. Cara lainnya adalah dengan penyatuan dengan kelompok yang lebih besar. Untuk mencari ketentraman dan keselamatan, dengan prinsip: jika aku tak berbeda dari orang lain, hika aku tidak memiliki perasaan atau pemikiran yang berbeda dengan orang lain, jika aku menundukkan diri pada kebiasaan, pakaian, gagasan dan pemikiran yang serupa dengan orang lain, maka aku akan selamat dari situasi kesendirian yang mencekam (frightening experience of aloneness).
Cara lain untuk mendapatkan kesatuan terletak pada tindakan kreatif. Seperti yang dipraktekkan oleh seniman dan para tukang. Seeorang bisa menyatukan dirinya dengan bahan-bahan yang merepresantasikan dunia di luar dirinya. Namun demikian, hal-hal demikian hanya bersifat sementara, hanya merupakan jawaban parsial atas problem exsistensial. Jawaban atas problem ini terletak pada kesatuan intrapersonal, dalam peleburan dengan orang lain, dalam apa yang sering disebut sebagai cinta. Cinta adalah jawaban atas problem eksistensi manusia.
Beberapa jenis cinta antara lain:
Cinta orang tua dan anak, dimana cinta ibu merupakan peneguhan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan-kebutuhan seorang anak.
Cinta persaudaraan, cinta terhadap semua manusia. Merupakan sebuah rasa tanggung jawab, perhatian, pernghormatan serta oemahaman akan setiap manusia yang ingin kita majukan hidupnya.
Cinta erotis, penyatuan dan peleburan antar pribadi yang bersifat ekslusif dan tidak universal.
Cinta diri, yaitu cinta kepada diri sendiri identik dengan narsisme.
Cinta Tuhan, yaitu cinta kepada nilai tertinggi yang paling didambakan yang merupakan kebutuhan dasar dari manusia.
Cinta adalah sebentuk kapasitas yang terlahir dari karakter yang matang dan produktif. Namun kedudukan dari cinta yang sebenarnya digantikan oleh sederatan cinta semu yang mencerminkan terjadinya disintegrasi cinta dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Eksistensi masyarakat kapitalis didasarkan atas pasar, dimana segala sesuatu atau kepandaian yang dianggap berguna diubah menjadi komoditas yang diperjual belikan. Sehingga hasilnya adalah membentuk kepribadian manusia modern yang terasing dari dirinya, dari sesamanya dan dari alam semesta.
Manusia modern menjadi semacam komoditas yang menempatkan kekuatan dirinya sebagai investasi yang harus membawa keuntungan. Namun mereka tidak menyadarinya karena peradaban membuat rutinitas yang luar biasa ketat. Lalu sebagai akibatnya mereka berusaha mengatasi keputusasaan bawah sadarnya dengan cara menenggelamkan diri dalam hiburan rutin serta konsumsi pasif, membeli barang-barang dan kebutuhan untuk selalu tampil baru. Hal itu pada akhirnya menyebabkan manusia modern menjadi manusia yang tak sanggup mencintai, hanya bertukar paket kepribadian sambil berharap mendapat imbalan yang sepadan.
Dalam menyingkapi kegagalan tersebut beredar buku-buku tentang petunjuk dan nasehat tentang perilaku seksual. Hal ini terjadi didasarkan atas ide pokok bahwa jika dua orang saling memuaskan kebutuhan seksual masing-masing maka mereka akan sanggup mencintai satu sama lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran Freud, yang menyatakan bahwa Pemuasan atas semua hasrat instingtual secara total akan membawa pada kesehatan mental dan kebahagiaan. Namun semua ini hanya ilusi karena cinta bukanlah hasil dari kepuasan seksual, melainkan sebaliknya. Konsep Freud itu bisa dibandingkan dengan gagasan psikoanalis lainnya bahwa bahwa cinta dimulai apabila seseorang merasa kebutuhan orang lain menjadi sepenting kebutuhannya sendiri.
Untuk menuju ke arah itu, kita perlu mempelajari apa-apa yang diperlukan untuk praktek mencintai. Untuk bisa mempraktekkan suatu seni, dalam hal ini, seni mencintai ini pertama-tama dibutuhkan kedisiplinan dalam mempelajari dan melatihnya. Disiplin bisa dilatih dengan tidak memanjakan diri, dan memanfaatkan waktu dengan teratur untuk kegiatan seperti meditasi, membaca, mendengar musik dan berjalan-jalan.
Lalu dibutuhkan konsentrasi, karena duduk diam tanpa bicara, membaca atau makan dan minum selain hanya berkonsentrasi merupakan hal yang sulit bagi manusia modern. Melatih konsentrasi dengan belajar berdiam diri, seperti dalam meditasi atau beribadah. Dalam mendengar musik, membaca buku, berbicara, atau menikmati pemandangan dimana perhatian seseorang dicurahkan sepenuhnya. Hal-hal yang penting dan tidak penting akan memperoleh dimensi baru. Berkonsentrasi berarti hidup sepenuhnya saat ini, disini dan sekarang ini. Aktif dalam pikiran dan perasaan serta menggunakan mata dan telinga sepanjang hari. Lalu dibutuhkan kesabaran, disaat seluruh sistem industri modern menekankan prinsip kecepatan yang sangat bertentangan dengan kesabaran.
Disamping itu syarat utama untuk mencapai cinta adalah mengatasi narsisme. Yaitu orientasi dimana seseorang hanya menganggap riil, benar, dan nyata apa-apa yang ada dalam dirinya sendiri, sementara fenomena diluar dirinya dianggap tidak mempunyai realitas selain sejauh berguna atau berbahaya bagi dirinya. Yang harus dikembangkan adalah lawan dari narsisme adalah obyektifitas, yaitu kemampuan untuk melihat orang lain atau benda-benda sebagaimana adanya. Namun senantiasa harus ada cinta terhadap diri sendiri pada orang-orang yang mampu mencintai orang lain.
Kemampuan untuk mencintai juga tergantung pada kapasitas kita untuk tumbuh dan mengembangkan orientasi produktif dalam berhubungan dengan dunia dan diri kita sendiri. Mereka yang memperhatikan cinta sebagai jawaban bagi masalah eksistensi manusiawinya, harus sampai pada kesadaran bahwa diperlukan perubahan radikal dan berani dalam struktur sosial jika menginginkan cinta bisa terwujud sebagai fenomena sosial, bukan fenomena marginal yang ada dalam diri personal.
Kemampuan untuk mencintai juga tergantung pada kapasitas kita untuk tumbuh dan mengembangkan orientasi produktif dalam berhubungan dengan dunia dan diri kita sendiri. Mereka yang memperhatikan cinta sebagai jawaban bagi masalah eksistensi manusiawinya, harus sampai pada kesadaran bahwa diperlukan perubahan radikal dan berani dalam struktur sosial jika menginginkan cinta bisa terwujud sebagai fenomena sosial, bukan fenomena marginal yang ada dalam diri personal.
Referensi:
Fromm, Erich. 2005. The Art of Loving. Fresh Book, Indonesia.
No comments:
Post a Comment