Sunday, August 10, 2014

kelahi

Sewaktu kecil, atau saat masih duduk di sekolah dasar, aku sering sekali berkelahi. Entahlah kenapa, rasanya suatu permasalahan yang terjadi dengan teman-teman atau siapapun itu, hanya bisa diselesaikan dengan berkelahi.

Pernah berkelahi dengan Edo, bocah gendut nakal yang suka sekali iseng mengganggu temannya, alkisah pada suatu hari saat pulang sekolah, kami bertiga: Aku, Arman dan Edo berjalan pulang dengan membawa gulungan kertas karton untuk tugas prakarya. Seseorang memukul kepalaku dari belakang dengan gulungan karton, saat ku menoleh mereka berdua diam pura-pura tidak tahu, aku berjalan lagi dan dipukul lagi dengan karton, menoleh lagi ke belakang mereka juga tidak ada yang mengaku, lalu aku pura-pura berjalan lagi dan segera menoleh ke belakang, saat itulah tangan Edo kupergoki sedang mengangkat karton hendak memukul kepalaku. Maka tak dihindari lagi, langsung ku pukul. Terjadilah adu pukul diantara kami, sampai guling-guling, sampai kartonnya kami rusak semua.

Pernah berkelahi dengan Ade, yang sekarang jadi polisi, postur badan kami tak terlalu berbeda, dia lebih tegap dan lebih tinggi. Entah berkelahi karena apa, mungkin karena ejek-ejekan biasa. Perkelahian kami terjadi sepulang sekolah di semak-semak samping sekolahan sambil disaksikan oleh banyak orang. Saat kami berkelahi, orang-orang bersorak sorai memberikan dukungan, layaknya di film fight club.

Pernah berkelahi dengan Hery, karena dia menuduh bahwa aku yang memberitahukan kepala sekolah bahwa dia mencuri buah pepaya di pohon pepaya di sekolahan, padahal aku tidak bersalah. Kami putuskan untuk menyelesaikan masalah kami dengan kami berkelahi di sebuah halaman rumah yang baru dibangun di dekat SD, disaksikan oleh beberapa teman yang kebetulan pulang bersama. Padahal si Hery itu badannya cukup besar, hitam dan sangar, siswa tinggal kelas, dan kelak menjadi salah seorang preman.

Pernah berkelahi dengan Farhan dan Ican, karena layangan. Pada suatu hari, saat bermain layangan, aku berhasil mendapat layangan putus dan menaruhnya di tanah, sambil memainkan layanganku. Layangan itu diinjak dan disobek oleh Farhan, sehingga aku marah dan menuntutnya mengganti. Lalu kami berkelahi, berjalan seimbang, saat kami berkelahi mendadak Ican datang membantu Farhan. Mereka mengeroyokku. Hampir saja kelapaku terkena oleh pukulan keras Ican, untunglah berhasil menunduk dan menghindar. Perkelahian kami akhirnya berhenti karena dimarahi oleh oleh penduduk setempat. “Puasa-puasa gini berkelahi, mau jadi apa kalian besar nanti?” katanya.

Pernah berkelahi dengan Jeki, karena solidaritas. Alkisah Arman temanku diajak berkelahi oleh Erik dan Jeki. Mereka berdua hendak mengeroyok arman yang bertubuh kurus kecil, maka aku terpanggil untuk membantu. Kami memutuskan duel di sebuah kebun kelapa dan semak yang sepi di dalam pagar drum. Di sana arman menghadapi erik dan aku menghadapi Jeki, seingatku lalu arman malah lari pulang..
memang sih, agak sangar juga tampang anak ini
Tak berapa lama setelah itu, karena aku dan Arman merasa bahwa dunia anak kecil waktu itu bukanlah dunia yang aman dan damai, maka aku mengajak arman membekali diri kami dengan sebuah ilmu. Waktu itu kudapati dalam sebuah buku kumpulan doa milik Bapak, Tertera di salah satu buku bahwa apabila terancam, kita bisa memukul jatuh orang dengan sekali pukulan, setelah membaca “waidza batastum batastum zabarin”. Maka kami coba terapkan pada suatu siang, tetapi jika akibatnya terlalu fatal tak mungkin kami mencobanya pada orang. Lalu kami berdua membaca lafadz itu sebanyak seratus kali, sambil meniup ke genggaman tangan kami, lalu kami pukul sebuah pohon kelapa di belakang mesjid sebagai percobaan. Tangan jadi sakit dan bengkak, karena memukulnya sekuat tenaga. Pohon kelapanya tidak tumbang, jangankan tumbang, bergeming sedikitpun tidak.. Untuk menghibur diri ku katakan pada arman “Mungkin tumbangnya bukan sekarang, tapi besok atau lusa..” Maka kami pulang ke rumah, dengan berharap besok akan terjadi suatu perubahan terhadap pohon kelapa itu, setidaknya mudah-mudahan daunnya rontok walau hanya sebuah..

Memasuki masa SMP, tingkat terjadinya perkelahianku sedikit menurun.

Pernah berkelahi karena ingin mencegah orang yang sedang akan berkelahi. Suatu saat Wahyudi dan Ari berkelahi, keduanya berbadan besar dan anak nakal, tetapi aku tak suka jika mereka berkelahi. Maka aku berusaha mencegahnya dengan masuk diantara mereka, sambil menendang dan mengenai Ari. Akibatnya pulang sekolah akulah yang jadinya berkelahi dengan Ari. Agak konyol sih kejadian ini..

Pernah berkelahi dengan si Gembul, entahlah karena apa. Badannya yang tinggi besar dan gemuk, agak berbahaya jika kami sampai bergulat, maka setiap kali habis memukulnya aku berlari-lari menghindari pukulannya dan berusaha agar tidak tertangkap.

Pernah berkelahi dengan seorang tidak dikenal. Suatu hari, Rizal temanku datang ke rumah, katanya ada seorang temannya yang ingin menantang aku berkelahi. Entah apa alasannya menantangku, katanya temannya itu pernah melihatku lewat depan rumahnya. Hanya karena tidak mau dibilang penakut, akhirnya aku meladeninya, kami pergi bertiga pergi ke dalam sebuah sekolah STM yang sedang sepi.
Saat kami berhadapan, dia bilang.
“Sialahkan duluan.”
Aku tak mau memukul duluan, karena dia tak bersalah apa-apa, tak mungkin aku memukul orang yang tidak bersalah, jadi kukatakan.
“Kamu saja yang duluan.”
Dan tak dinyana dia langsung memukulku, dengan kecepatan tinggi dan kekuatan maksimal, dan sialnya tepat mengarah ke hidungku, dan kena. Berpikir bahwa hidungku ini sudah cukup tidak mancung dan berpotensi semakin pesek terkena pukulannya, aku jadi emosi berat. Lalu kami berkelahi, bertukal pukulan. Aku kalah waktu itu, hingga bajuku sobek. Selesai berkelahi kami pulang ke rumah masing-masing. Karena bajuku sobek tidak karuan, aku mengendap-endap, dan membuang sobekan baju ke kebun di belakang rumah, takut ketahuan orang tua. Sampai sekarang, masih tidak tau kenapa anak baru dari RT sebelah itu menantangku berkelahi..

Sewaktu SMA, walaupun sering juga berselisih paham dengan teman-teman tapi semakin jarang berkelahi karena disiplin SMA begitu ketat.

Pernah hampir berkelahi dengan kakak kelas. Pada suatu hari saat kami kelas satu dibariskan, dimarahi dan diberi tindakan disiplin, teman sekamarku Bobbi dimarahi telinganya dan hendak ditampar oleh seorang kakak kelas. Saat itu kuangkat genggaman tanganku, jika dia menampar maka aku akan memukul. Melihat itu dia dan kakak kelas lainnya jadi marah, dan memanggilku keluar barisan untuk diproses. Saat aku keluar barisan, bersiap menerima segala akibat, untungnya seorang kakak kelas yang baik dan cukup berpengaruh menghentikan, dan menyuruhku kembali ke barisan.

Sewaktu kuliah, perkelahian bukan lagi ranah individual, tetapi semakin menjadi komunal. Tawuran adalah tradisi tahunan di jurusan, biasanya tawuran terjadi antara jurusan yang mayoritas pria di Teknik Sipil dengan jurusan mayoritas pria lainnya dari Teknik Tambang atau Geologi. Biasanya tawuran terjadi karena hal-hal sepele, karena berebut wanita, karena pertandingan olahraga, karena arak-arakan wisuda, saling ejek dsb.

Pernah terjadi perkelahian masal di Gashibu antara Teknik Sipil dan Teknik Geologi. Saat pertandingan basket, setelah saling ejek sepanjang pertandingan dengan aneka yel yel dan sorak sorai, pertandingan basket dilanjutkan dengan perkelahian masal. Saat kami mundur untuk menghindari perkelahian lebih lanjut, sekelompok orang berjaket kuning masih menyerbu dan seorang memukulku dari belakang. Lalu aku berbalik, meneriakkan “Siapa tadi yang memukul, kalau berani, ayo maju semuanya!” Mereka diam sejenak, Cuma sejenak, karena sesaat kemudian terjadi lagi tawuran, saling pukul saling tendang tidak jelas siapa lawan siapa, cuma jaket hijau dan jaket kuning yang membedakan kami. Seorang ibu-ibu di lokasi kejadian berteriak histeris. “Berhenti! Berhenti! Mau jadi apa kalian mahasiswa ITB ini?” Entahlah mau jadi apa..

Selanjutnya, sampai hari ini, tidak pernah berkelahi lagi. Entahlah perkelahian itu wujud apa, sewaktu kecil mungkin itu karena ego yang besar yang tidak mau dibilang penakut, atau yang tidak bisa mentoleransi suatu kejadian. Sewaktu besar, mungkin karena sekedar emosi dan setia kawan. Tapi semakin lama semakin terasa bahwa sebuah perselisihan tidak harus diselesaikan dengan kekerasan atau perkelahian. Berbeda pendapat adalah hal biasa dalam kehidupan..

3 comments:

  1. minggu pertama di SD, saya berkelahi dengan seorang teman yang tentu tidak akan saya lupa, Adewar Putra. namanya saja sudah mengandung kata 'war'.
    ketika tahun 93, saya masuk MDA (madrasah diniyah awaliyah), minggu pertama saya juga berkelahi, dengan orang yang sama, Adewar Putra. 20 tahun berlalu, perkelahian masa kecil tak sedikitpun meninggalkan bekas-bekas dendam, sebaliknya, cerita lucu yang tak habis-habisnya diputar ulang waktu kita berjumpa.

    ReplyDelete
  2. Kelahi

    Tak pernah sekalipun aku berkelahi kecuali dengan saudara-saudaraku yang semuanya lelaki. Bantal, guling, buku, tas semua beterbangan dan jatuh tak beraturan di lantai. Kakak perempuan seharusnya mengajarkan kelembutan, tapi permusuhan dan sikap dingin yang ditunjukkan.

    Sekarang,
    Lama sudah kelahi itu tidak lagi terjadi. Yang ada kesibukan untuk berkelahi dengan diri sendiri yang sekarang berada di tepi jurang. Sibuk menentukan untuk melompat ataukah terdiam kalah dan menyerah.

    ReplyDelete
  3. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete