Saturday, June 02, 2012

HMS ITB, Kaderisasi dan Sekitarnya

Pada 30 Mei lalu, HMS ITB merayakan ulang tahunnya yang ke 58, melihat berbagai ucapan di berbagai media sosial, terasa pula nostalgia dengan berbagai pengalaman selama berinteraksi dengan HMS ITB.

Ada yang bilang HMS ITB itu identik dengan OS nya keras.. emang iya. Ada yang bilang HMS ITB itu identik dengan orangnya seram-seram.. emang iya juga.

Secara pribadi, wajah HMS ITB dalam bayanganku mulai terukir sejak SMA. Sewaktu ada kakak kelas yang kuliah di jurusan Tambang ITB datang dalam penyuluhan mengenai ITB, sebagai adik kelas yang cupu, kutanyakan padanya.
“Kakak, bagaimana dengan jurusan sipil ITB, bagus kah?”
“Oh, sipil bagus kok, cewenya banyak, trus OSPEK himpunannya diajarin computer..”
“Horeee.”

Demikianlah, sehingga dalam bayanganku jurusan sipil ini begitu ideal, jurusan yang di impikan oleh pemuda dari berbagai belahan bumi Indonesia. Maka, masuklah aku ke Teknik Sipil dengan sumringah, penuh perasaan suka, impianku akan diajarkan komputer dan dikelilingi cewek-cewek trendi dari seantero Indonesia akan segera terwujud.

Demikian rasanya, sebelum mengetahui keadaan sebenarnya..

OSKM untuk seluruh mahasiswa yang disambut dengan spanduk “selamat datang putra-putri terbaik dari seluruh Indonesia” berlangsung aman. Meski dimulai dari jam tujuh pagi sampai jam 12 malam setiap hari selama seminggu, tak masalah. Ada kegiatan lari-lari keci, berbalas salam, berbagai interaksi dan diskusi. Tak masalah, cocok banget nih kampus. Namun disitu mulai beredar desas-desus tak menyenangkan soal Ospek di himpunan mahasiswa sipil, yang katanya keras.

Atithesis pertama atas wajah jurusan yang kuharapkan datang saat mengetahui ternyata proporsi cewek cowok di jurusan jauh dari berimbang yaitu 1 : 5. Itupun kucing cewek yang berkeliaran di jurusan sudah dihitung. Okelah, masih ada harapan buat wajah berikutnya: diajarkan komputer.

INTERAKSI
Himpunan adalah tempat beraktivitas yang utama di kampus ditambah dengan legenda yang beredar bahwa non anggota himpunan akan dikucilkan, praktikum akan dipersulit, maka angkatan baru tertarik untuk menjadi anggota himpunan di jurusan, yaitu Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS ITB).

Hingga tibalah saat bertemu dengan para anggota himpunan, mereka menyebutnya OSPEKnya sebagai kaderisasi, mereka menyebut acaranya dengan nama interaksi. Kaderisasi adalah kegiatan untuk mengader, untuk mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang diharapkan akan memegang pekerjaan penting dalam organisasi, dengan cara interaksi atau aksi timbal-balik.

Beberapa tahapan untuk menjadi anggota HMS biasa mengikuti pola:  
Peserta kaderisasi > calon kuya > kuya > Anggota biasa.
Masing-masing tahap itu dilalui dengan perjuangan dan pengorbanan yang (seringnya) tidak tak seberapa.

Interaksi biasanya berlangsung dua atau tiga kali seminggu, selama setahun. Diulangi, selama setahun. Ada interaksi ruangan sekali seminggu dimana isinya perkenalan dan pengetahuan, diajarkan mengenai kepemimpinan, teori organisasi, dsb. Interaksi ruangan ini boleh dikatakan: mendidik.

Ada juga interaksi lapangan, dimana peserta diajak beraktivitas fisik, dimulai dengan senam-senam kecil, diteruskan dengan lari-lari kecil keliling kampus atau keluar kampus, dilanjutkan dengan push up push up kecil, diselingi dengan teriakan-teriakan kecil. Biasanya dua kali seminggu, rabu malam dan minggu pagi.

Mahasiswa tahun pertama pada hari rabu biasanya mendapat tantangan degnan adanya kegiatan Ujian Tengah Semester (UTS), maka acara berikutnya: interaksi malam, tak kalah menantang, berlangsung dari jam tujuh malam sampai satu pagi. Seringnya dengan cuaca yang didominasi hujan, acara tetap dilanjutkan. Jadilah peserta dan panitia berlari-lari menembus hujan sambil menyanyikan lagu dan mars angkatan dengan bersemangat. Acara dilanjutkan dengan berbagai posisi push up, sit up, skot jump dsb.

Jika dilakukan dalam kondisi biasa, mungkin tak ada masalah, namun yang dilakukan di lapangan becek sehabis hujan ini agak menggiriskan juga. Alkisah, karena kehabisan baju putih akibat acara yang dua kali seminggu, pernah aku meminjam kaos putih dari seorang teman di kos. Lalu ikutlah acara minggu pagi itu, lalu ketika pulang, dengan sedihnya kudapati baju putih itu telah cokelat penuh lumpur. Dengan berbagai deterjen apapun, tak akan pernah menjadi putih kembali.   

Tingkat kesulitan acara didesain bertahap, layaknya sebuah film, game atau apapun yang memiliki flow, dengan irama yang sesuai. Makin tinggi tingkatan, makin berat acaranya. Jika pada mulanya kegiatan push up dan sit up biasa saja, maka berikutnya diperkenalkan kegiatan push up berantai. Seperti rantai, sambung menyambung menjadi satu, dari belakang barisan sampai ke depan, bobot teman yang berat ditanggung bersama.

Lalu diperkenalkan juga push up setengah, yaitu menahan posisi badan tetap di tengah-tengah pada saat push up, lalu ada juga seperempat, tiga perempat, seperdelapan dsb. Yang demikian disinyalir bisa mengakibatkan trauma dengan pelajaran berhitung dengan pecahan.  

Tidak hanya tiga posisi utama itu, para senior yang dipanggil dengan sebutan bos dan bis ternyata juga kreatif dengan memperkenalkan berbagai penindasan fisik lainnya. Maka, jadilah peserta melakukan jalan jongkok, jalan bebek, jalan anjing, jalan kepiting. Sebut saja nama salah satu binatang, maka taulah kami bagaimana bentuk jalannya. Semikian acara yang berlangsung setiap minggu. Sehabis berbagai aktivitas fisik, pernah pula disuruh berjalan jongkok di selokan, di tenggelamkan, lalu ketika naik ke atas diberi satu dua tamparan manis.

Salah satu kegiatan lainnya yang membekas adalah acara oleh para swasta. Swasta adalah kategori untuk yang angkatannya 3 tahun diatas atau lebih. Swasta lebih berkuasa, telah banyak manis pahit kehidupan kampus, disebut super bos, dewa dsb. Pada malam itu diadakan acara ruangan, yang dilakukan didalam ruangan, namun tak kalah kejam.

Di sebuah ruangan yang bernama LFM, dimana bangku memanjang berderet dengan ruang kecil untuk disela-sela meja dan tempat duduk. Para peserta harus masuk ke dalam celah diantara bangku itu setiap kali disuruh, dan keluar lagi setiap kali disuruh, sesuai hitungan komandan lapangan (danlap) untuk mencapai kesigapan yang ditargetkan. Tak cukup dengan itu, datang pula seorang senior bertubuh tinggi berambut gondrong yang berjalan diatas meja sambil menampari satu persatu peserta, dari kiri ke kanan depan ke belakang sambil tertawa terbahak-bahak. Seiring tamparan manis itu, tertampar pula wajah jurusan yang tercinta ini di dalam benakku, yang kata kakak kelasku dulu Ospeknya akan diajarkan komputer.

Bisa disimpulkan bahwa interaksi yang dimaksud itu, aksi timbal balik itu, adalah senior menyuruh junior melakukan aktivitas fisik/mental yang akan disambut baik oleh junior tersebut dengan melakukan aktivitas fisik/mental dan akan berakibat pada tindakan fisik/mental lainnya.

KUNJUNGAN MALAM
Ada kegiatan yang dinamakan kunjungan malam, biasanya di malam minggu. Asumsinya adalah para bos di HMS banyak yang jomblo, sehingga membutuhkan mahasiswa baru untuk datang dan bercengkrama. Bagi seorang peserta, jika memiliki pacar pada masa-masa ini, maka ada dua kemungkinan: adalah pacarnya begitu penyabar sehingga rela dijadikan prioritas yang kesekian, atau hubungannya berakhir. Jika memiliki gebetan anak unpad jatinangor sepertiku saat itu, tak perlu berharap akan hasil gilang gemilang. Karena segala sesuatu sumberdaya yang dimiliki, termasuk waktu, dipersembahkan kepada acara kaderisasi ini. 

Ada indikasi bahwa interaksi personal melalui kunjungan malam kepada para bos dan bis ini bisa membuat kader-kader menjadi lebih memahami kondisi himpunan dan menambah motivasi dan aspek positif lainnya. Bagi seorang ketua angkatan dan koordinator kelas, keadaan dilematis adalah saat disuruh menghadirkan lima belas orang untuk kunjungan malam.

Sulit rasanya memilih orang untuk mengemban tugas mulia ini, biasanya dipergilirkan. Saat itulah, dering telepon di kosan terasa sangat angker. Lebih baik berpura-pura tidak ada, pura-pura pingsan, daripada menjawab telepon yang biasanya tau-tau memberitahukan perintah kunjungan malam.

Pertemuan dengan bos saat kunjungan malam biasanya menggambarkan nasib baik dan buruk, ada yang bertemu bos ramah yang menyampaikan segala pesan dengan welas asih, adapula yang bertemu bos "unik" yang mengajak untuk terus berpikir dalam rangka mencerna berbagai doktrinnya.

Misalnya, suatu ketika ada setumpuk piring kotor di meja beranda himpunan. Adalah seorang kuya yang sedang sial disuruh mencuci piring, saat akan segera bergerak mencuci sang bos berkata.
“Eits, tunggu dulu, kenapa kau mau mencuci piring ini?”
“Karena disuruh sama bos.” Maka disentil telinga kiri.
“Kenapa?”
“Karena piringnya kotor bos.” Maka disentil telinga kanan.

Demikian berulang kali sampai telinga kiri kanan merah semua. Rasanya lebih baik mencuci seribu piring daripada ditanya kenapa harus menucuci piring, yang jawabannya sangat relatif itu. Ada juga yang diperintahkan ke jawa untuk membeli pecel lele, es teh dan sebungkus rokok, dengan dibekali uang lima ribu. Yang diperintah akan menatap uang itu dengan bingung, karena tidak akan cukup buat membeli semua itu, lalu sang bos akan membentak.

“Kow pikirlah gimana caranya, pergi sana, lima menit!” Maka yang diperintah akan segera lari ke warung, melakukan sesuai perintah, entah bagaimana pula caranya, hanya pelaku dan Tuhan yang tau.

Ketua kaderisasi pada waktu itu, bermuka sangat angker dan sangat konsisten dengan keangkerannya, tak pernah barang sekali kami melihatnya tersenyum. Demikian juga panitia lainnya, jarang menampakkan wajah bersahabat bila bertemu muka. Dan jika melewati teras depan himpunan, dijamin hari akan berakhir buruk.

Biasanya hal ini menimbulkan trauma untuk mendekati sekre himpunan HMS dan sekitarnya atau bertemu orang-orang berjaket hijau. Jika orang biasa melakukan trade off antara jarak perjalanan dengan biaya, maka kita akan mentrade off antara biaya, jarak perjalan atau apa saja dengan tidak bertemu orang berjaket hijau HMS. Lebih baik jalan berkilo-kilo atau membayar sejumlah tertentu daripada bertemu mereka.

BOIKOT
Tentunya sulit bertahan dengan kegiatan kaderisasi yang semacam itu, sehingga akhirnya satu angkatan memutuskan untuk memboikot. Kami tidak akan mengikuti acara kaderisasi lagi. Peduli amat dengan menjadi anggota himpunan atau tidak, kami ingin diperlakukan dengan lebih manusiawi. Berbagai pro dan kontra merangkai diskusi yang panas pada waktu pengambilan keputusan itu. Terjadilah boikot selama beberapa waktu.

Namun entah bagaimana, HMS ITB selalu pintar, selalu punya posisi tawar, pandai berdialektika, sehingga tak berapa lama akhirnya kami mengikuti lagi acara itu, dengan sukarela. Malah mengakibatkan pencopotan ketua angkatan dan penggantian berbagai koordinator kelas. Saat itu aku terpilih menjadi koordinator kelas untuk menggantikan koodinator sebelumnya. Dan jika menjadi peserta saja terasa berat, maka menjadi koordinator atau ketua angkatan berkali lipat bebannya.

Acara kembali dilanjutkan. Pada berbagai acara, setelah jiwa dan raga dalam kondisi begitu lelah setelah berbagai aktivitas fisik, harus pula meneriakkan pernyataan mengandung doktrin dahsyat.  
“Ilmu logika, jika dan hanya jika aku anggota HMS, maka ketua himpunan adalah pemimpinku. Jika dan hanya jika aku menjadi anggota HMS, maka anggota himpunan adalah saudaraku. Jika dan hanya jika aku anggota HMS, maka yang nonhim, busuk! Cuih!”

Melalui itu semua, dengan semangat kebersamaan, kita tetap bertahan hingga memasuki acara akhir. Meski seiring berjalannya acara, ada yang berpikir, kenapa bisa begini salah memilih jurusan. Ada satu dua yang pergi untuk pindah kampus, mungkin karena alasan ini, mungkin juga dengan alasan lainnya.

ACARA AKHIR
Jika acara pengantarnya sedemikian rupa, tentu acara akhirnya tak akan kalah spektakuler. Acara akhir dilaksanakan di suatu desa, berupa bakti sosial memperbaiki jaringan irigasi. Tujuannya memang mulia, membantu penduduk desa memperbaiki jaringan irigasinya, tetapi dalam prosesnya berbagai bentakan, tamparan mengiringi ketertindasan, ketakutan, kelaparan dan kehausan.

Acara dimulai setiap pagi dan berakhir malam hari selama seminggu. Tak cukup dengan itu, dilanjutkan pula dengan long march dari bilangan Soreang, Bandung Selatan ke kampus di Bandung Utara di tengah malam, sekitar lima jam perjalanan dengan memanggul ransel besar.

Sampailah di ujung acara dimana kami dalam keadaan lelah dan hampir kehabisan tenaga, mendapatkan tenaga baru saat menyanyi sambil mengubah lagu mars, dari “kalian HMS ITB” menjadi “kami HMS ITB”. Semua lelah, derita, airmata, duka, tawa, semua emosi terangkum menjadi satu. Saat para bos memberikan jaket berwarna hijau, dengan lambang Himpunan Mahasiswa Sipil ITB di dada kiri. Pengorbanan segala emosi dan sumber daya seolah terbayar lunas dengan memakai jaket kusam, bau, berwarna hijau itu.

Terkadang, secara pribadi, aku masih heran bagaimana dulu bisa bertahan. Bagaimana bersama teman-teman seangkatan bisa sama-sama melalui berbagai proses kaderisasi yang berat secara fisik dan mental ini. Terutama untuk teman wanita, yang biasanya aspek perasaannya lebih menonjol, bagimana mereka bisa bertahan?  

Yang kusadari, bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang unggul, yang memiliki mekanisma pertahanan diri, dengan berbagai caranya. Bahwa saat sedang menderita, melihat wajah teman yang senasib sependeritaan menimbulkan perasaan terhibur tertentu, yang unik. Saat berjalan longmarch itu, bisa dilalui dengan motivasi akan menikmati es degan di ujung jalan. Kadang-kadang bisa pula dengan menganggap semua itu sebagai permainan peran dan sandiwara. Terkadang semangat dan emosi bisa naik hingga puncaknya, kadangkala juga menurun hingga jurangnya, namun satu dua kawan akan selalu ada untuk saling bantu. Mungkin itu yang menyebabkan satu angkatan bisa bertahan. Tentunya, realitas hidup bisa lebih kejam daripada simulasi-simulasi ini, kenyataan bahwa kami bisa dan selalu bertahan bisa menjadi motivasi dan memberi kekuatan baru untuk melalui semuanya.


Ada masanya ketika berbagai kegiatan, acara dan ketertindasan itu menjadi suatu cerita menarik, yang indah untuk diceritakan dan ditertawakan, meski tetap tidak ada yang bersedia untuk mengulang kembali.   

HIMPUNAN
Saat menjadi anggota himpunan, ternyata perasaan euforia oleh pelantikan hanya berlangsung sementara. Masih ada ketertindasan dari senior-senior, masih dipertanyakan kemampuannya, masih dipertanyakan kebersamaan dan militansinya, masih harus menunjukkan diri.

Berbagai kegiatan menjadi ajang pembuktian di himpunan, untuk membuktikan bahwa pelantikan dan pemberian jaket hijau itu terbukti layak. Itulah masa-masa kerja keras, menjadi panitia berbagai kegiatan. Suatu waktu masih sering tertindas. Sebut saja menjadi panitia wisuda, dimana biaya wisuda yang dibebankan kepada wisudawan telah dihitung secara seksama sebesar seratus ribu rupiah per orang. Melalui mekanisme presentasi dari panitia terhadap wisudawan, maka biaya itu bisa berkurang menjadi 50 ribu per wisudawan berkat keahlian mereka bersilat lidah. Maka panitia yang bekerja keras mengumpulkan dana serta mengurangi pengeluaran, dan seringnya berhasil.

Terkadang ada pula kesepakatan untuk menciptakan musuh bersama dari luar, sehingga sering terjadi perkelahian dengan himpunan lain seperti dari himpunan tambang dan geologi. Berbagai aksi saling berbalas pukulan karena masalah sepele sering tak terelakkan. Itulah salah satu penjabaran militansi, pada masa itu.

Secara historis, ada indikasi bahwa militansi himpunan ini akibat dari normalisasi kehidupan kampus (NKK) oleh rezim berkuasa dengan militernya pada tahun 1978. Sehingga basis kekuatan politik kampus dikembalikan ke kantong jurusan, untuk menjawab tantangan ini diperlukan kader yang tangguh yang harus melewati metode pengaderan yang tak biasa. Seiring waktu, ada anggapan bahwa metode kaderisasi ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.

Namun, tentunya kaderisasi yang terlihat sangar ini bukannya tanpa konsep. Setidaknya, latar belakang, tujuan, metode pelaksanaan, metode pengukuran telah dipertimbangkan melalui berbagai proses dialektika dalam forum-forum diskusi kaderisasi oleh panitia kaderisasi, pengurus himpunan serta swasta. Semua terangkum dengan jelas dalam materi kaderisasi, salah satu yang sering dijadikan referensi adalah metode pedagogi of the oppressed, pendidikan kaum tertindas, entah bagaimana proses penurunannya.

Yang jelas, metode dan teknis lapangannya telah disepakati secara komunal. Pernah terjadi diskusi luar biasa dengan tema sentral “Apakah akan dilakukan pengkoranan (pemukulan dengan gulungan Koran kepada peserta pada saat jalan jongkok, push up, sit up dsb) pada masa intensif menjelang pelantikan?” Untuk menjawabnya, terjadi diskusi semalam suntuk, ibarat pertunjukan wayang, di himpunan. Bahkan diskusi tidak selesai pada malam itu, sehingga harus dilanjutkan pada malam berikutnya. Metode pengambilan keputusan dengan cara voting untuk menutup diskusi dengan cepat adalah cara yang haram dilakukan.

Dengan menjadi anggota himpunan, muncul kesadaran bahwa lelah yang dialami peserta sebelas dua belas saja dengan lelah yang dialami panitia, bahwa panitia memulai lelahnya bahkan sebelum peserta diterima di teknik sipil.

Itulah HMS ITB dan sekitaran kaderisasinya pada masa itu. Entah bagaimana HMS pada masa kini, entah bagaiman kaderisasi saat ini. Belum ada kesimpulan bahwa pelaksanaan kaderisasi yang intensif, lama dan mengandung kekerasan menjadi faktor yang menentukan (atau tidak menentukan) militansi dan partisipasi anggotanya dalam berorganisasi maupun dalam menjawab berbagai tantangan untuk masa depan bangsa.




Yang jelas, hingga bertahun-tahun setelah itu, setiap kali memakai jaket hijau itu, tetap menimbulkan perasaan bangga, supremasi atas diri, bahwa perjuangan berat telah dilalui untuk mendapatkannya. Selalu hadir semangat dan emosi setiap menyanyikan mars nya, kepalan tangan diangkat, sambil melompat-lompat, sambil berteriak-teriak tak peduli nada, irama atau segala norma lainnya.  


Kami HMS ITB bersatu padu
Dibawah almamater ITB tercinta
Melangkah dengan gagah dan perkasa meraih cita-cita
Berbakti dan berkarya tuk negara Indonesia
Tak gentar akan rintangan dan cobaan
Dengan semangat ayo maju terus..
HIDUP HMS ITB!!!

26 comments:

  1. bersyukur sekali.... ga mengalami yg di foto2 tadi, kalo di univrst sy skrg perbandingan co:ce 1:3

    ReplyDelete
  2. klo saya cuma bisa bersyukur karena berhasil melewati seperti yang di atas..
    wah, mba pasti universitasnya lebih beradab daripada yang diceritain ini ya.. :)

    ReplyDelete
  3. Anonymous4:47 PM

    apakah semua mahasiswa sipil merupakan anggota himpunan atau apakah ada mahasiswa sipil non him, dan apakah wajib untuk menjadi anggota himpunan ? terimakasih.

    ReplyDelete
  4. Pada waktu itu, tidak semua mahasiswa sipil anggota himpunan yang mekanisme seleksinya melalui acara kaderisasi ini..

    tidak ada kewajiban untuk menjadi anggota himpunan, lebih tepat disebut sebagai kebutuhan..

    terimakasih kembali.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya dari usu bang,jurusan industri,betul bang,banyal cerita yg bs di ceritain apalagi pas outbound dan jurit malam bang wkkwkw.

      Delete
  5. Indah tukk dikenang,,, tapi tak ingin mengalaminya lagi....

    Kuya 2001

    ReplyDelete
  6. woooy barliiii!

    ReplyDelete
  7. mantab broo blognya....

    ReplyDelete
  8. hahaha, itulah nikmatnya Ganesha 10 dengan segala corak warna Jahim yang dengan bangga dipakai oleh para anggota Himpunan... jadi kangen kampus gajah.. gimana ya sekarang? apa masih sama mirisnya kaya jaman kita dulu, ketika kucing betina pun dianggap seksi..
    haha.. nice blog Bos...
    Selamat Ulangtahun HMS...

    dari tetangga timur jauh...

    Salam Ganesha

    ReplyDelete
    Replies
    1. thanks Bos, keliatannya sekarang makin jarang yang keliaran kemana-mana pake jaket himpunan..

      Delete
  9. Punya, senior yang juga senior di sma tak menolong banyak, bahkan tak menolong sama sekali.
    Malah jadi tambah gembira itu para senior, karena ada tambahan premis untuk adu-adu logika tak jelas :p.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha senior awak yang satu ini memang legend!

      Delete
  10. Kami lebih ngeri .... lebih sangar dan garang prosesi yang beginiannya.

    ReplyDelete
  11. Keren bos tulisannya...sepertinya layak kita bukukan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih vitta, dengan semangat ayo maju teruusss

      Delete
  12. salam dari HMF - sesama pemakai jaket hijau - meskipun tentu saja jaket hijau kami lebih cantik seperti juga para pemakainya, wakakakakaaa:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. demi para pemakai jaket hijau HMF ini lah kami bersusah payah memakai jaket hijau HMS :D

      Delete
  13. kk SI angkatan brp 2010 kak?

    ReplyDelete
  14. Woh, sekeras itukah? tahun berapa ini?

    ReplyDelete
  15. @Jagad Langit: sipil angkatan 2001 dek
    @Heri: itu sedikit yang masih teringat, yang aslinya sih lebih keras.. :D

    ReplyDelete
  16. Definisi himpunan mahasiswa sipil apa ya? Himpunan bilangan asli N={1,2,3,... }. Bilangan 1 harus ikut osjur supaya jadi anggota bilangan asli? Misal A adalah mahasiswa sipil yang tidak ikut osjur. Apakah A anggota HMS? Sekre HMS yang bayar listrik, dll. siapa? Mahasiswa sipil yang tidak osjur bayar uang kuliah dll. tidak punya hak yang sama dengan mahasiswa yang ikut osjur? Apa bedanya dengan zaman kolonial kalau masih ada perbedaan mahasiswa himp dan nonhimp?

    ReplyDelete
  17. Salam kenal kak, saya angkatan kuyi bisep angkatan 2013

    ReplyDelete
  18. Keren Bos. Salam dari saya, Kuya ganapati 2018

    ReplyDelete
  19. check in dulu lah dari October 2021. Salam Kuya 02

    ReplyDelete
  20. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete