Saturday, November 05, 2011

puisi (karya mengiring umur)


Karya tulis seseorang bisa menggambarkan bagaimana perjalanan hidupnya. Jiwa manusia berubah seiring umur, ada yang mengerdil ada yang membesar. Bagi seorang penyair, dengan puisinya yang merupakan ekspresi jiwa, jiwanya bisa terbaca dengan syair-syair yang digubahnya.

Tanpa bermaksud mendaulat diri menjadi penyair, mungkin hal ini juga berlaku pada puisi-puisi yang pernah aku hasilkan. Sebutlah puisi-puisi ketika SD seperti.
Cabai
Alangkah pedas rasanya
Kenikmatannya mengundang petaka
Petakanya mengundang nikmat untuk kembali mencoba

Seiring dengan berlalunya waktu, menjelang masa puber saat SMP biasanya puisi seringkali mulai mengungkapkan perasaan cinta kekanakan yang menyembul malu. Berhubung masih malu-malu, tema puisi seringkali dialihkan pada hal-hal tidak penting yang terkadang jadi penting.

Tong sampah
Kepadamu dilemparkan sampah
Terkadang sambil menyumpah
Tapi tak semua singgah

Ketika masa SMU tiba, biasanya puisi semakin sering mengekspresikan rasa cinta yang romantis. Dan jika dilihat kembali, mengundang senyum sendiri, dan terkadang terasa memalukan.

Ku berjalan di tamanku
Selaksa pesona didalamnya
Tersebar dimana-mana

Kulangkah lebih dalam
Wangi menawan rasa
Kucerapi dengan resap
Semakin berupa pesona

Pancaran cahaya sayang
Sejuk merembes ke sanubari
Meski silaunya menusuk mata
Sungguh meruah warnanya
Bunga sepertimu ditamanku

Masa SMU berakhir, dan berakhir pula masa-masa memandang hidup dengan cara yang romantis, kehidupan kuliah seringkali membuat mahasiswa menjadi seorang realistis, apalagi jika harus berhadapan dengan realita, pergerakan, ditambah text book kaum kiri yang selalu menyuarakan hasrat Revolusi! Kampus adalah arena pertarungan dalam pembentukan jati diri.

Gelap! Semua terasa gelap!
Mentari yang menyala-nyala tak mampu mengusir pekat
Larut, aku terlarut,
Hancur jadi bagiannya kelam

Sedikit dari pasukan jiwa yang bertahan
Sebagian telah mati saat semangat terberai
Yang tersisa berlutut
Semangatnya remuk redam

Pena hampir kering
Saat hendak menulis bagian terakhir
Tangan telah keram

Jika ini mimpi
Seseorang bangunkan aku tolong
Tubuh menjerit ingin menari di atas sebuah hari
Meski iramanya lalu padam
Menjatuhkan yang tersisa dengan berdebam
Bantu! Bantulah aku!


Begitu selesai masa-masa perkuliahan, jiwa yang belum stabil bisa berubah bentuk. Thesis-thesis telah tersusun selama kuliah, dan setiap saat menemukan antithesis dalam kehidupan nyata, dunia kerja. Saat itulah jiwa seseorang menentukan akan seperti apa sintesis yang keluar daripadanya.

Detik yang terus berderik
Sadar tak sadar merangkai langkah
Berapa tirai mencoba terkuak di udara
Datangkah apapun yang dinanti
yang lalu melintas?

Jikalau belum tergenggam
Kembalikan pada keteraturannya
Kita dan semua menunggu
Masihkah mentari esok menerangi,
Bilakah menemukan diri

Rangkaian ini bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan menemukan jati diri. Dimana kita akan berdiri pada satu titik dan menatap balik, seberapa jauh perjalanan ini, sampai dimana hari ini. 

(Arsip Tahun 2007)

No comments:

Post a Comment