Wednesday, April 04, 2007

Telaga Air Keruh

Mungkin ini cerpen antah barantah:
Seorang pemuda belia menapaki jalan yang cukup panjang. Berbongkah-bongkah batu dan beragam aral ada di sepanjang jalan yang penuh liku dan tanjakan itu, namun terus ia berjalan. Nafas yang tadinya teratur mulai berubah seiring langkah, dirinya mulai terengah-engah merasakan lelah. Bekal yang dibawa pun hampir habis. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang tua yang berdiri di bawah sebuah pohon bramastana.

Si pemuda bertanya, "Kakek, dimanakah saya bisa mendapati sebuah sungai yang berisi air yang baik untuk diminum dan sesuatu untuk dimakan?"
Si kakek tersenyum, lalu menjawab. "Apa yang kamu cari itu, semua orang yang melalui jalan ini selalu mencarinya, sebagian orang menanyakannya padaku. Aku selalu memberi jawaban dengan apa yang aku ucapkan kepadamu ini."
"Apa yang kamu cari itu, tidak ada disini, atau di sekitar sini. Sedangkan apa yang tidak kamu cari tetapi dapat menggantikan apa yang kamu cari, kamu segera menjumpainya dengan melangkah lebih jauh kedepan sana. Disana akan kamu jumpai sebuah telaga yang keruh airnya, tetapi banyak ikannya. Namun, untuk sebuah perjalanan, engkau tidak harus memakan dan meminum dari air tersebut, engkau bisa mengambil buah dengan mengambil dari pohon-pohon yang sedang berbuah dan menyimpan sedikit air dari hujan yang turun. Sedangkan air hujan tidak selalu membasahi daerah ini. Engkau harus menampungnya dengan wadah yang cukup besar untuk mencukupi hingga perjalananmu berakhir. Tapi semua itu terserah padamu."

Si pemuda memikirkan sejenak apa yang dikatakan kakek di hadapannya. Dia percaya, bahwa apa yang dikatakan kakek itu benar adanya, raut mukanya bersih dan menampakkan kejujuran, tentulah dia penunjuk jalan yang baik, yang selalu menunjuki bagaimana cara menyelesaikan sebuah perjalanan.
"Terima kasih kek, atas petunjuk yang diberikan, sekarang saya ingin melanjutkan perjalanan." Ucap pemuda tersebut. Si kakek kembali tersenyum dan mempersilahkan.

Si muda belia kembali melanjutkan perjalanan. Bekal perjalanannya pun telah habis, waktu yang berlalu dan jejak langkah yang dilaluinya membawanya ke sebuah telaga tepat seperti yang digambarkan si kakek. Betapa keruhnya air di telaga itu, tapi si kakek tidak menggambarkan betapa ramainya orang yang berada di sana.

Kepada seorang Bapak yang baru muncul di permukaan setelah sekian lama menyelam, si pemuda bertanya. "Bapak, apakah air ini baik untuk di minum, dan ada ikan di dalamnya untuk dimakan?" Si Bapak kembali hendak menyelam terhenyak mendengar pertanyaan itu,
"Anak muda, kau pikir apa yang kami semua sedang lakukan?" ujarnya seraya menunjuk sekelompok orang, pria dan wanita, tua dan muda yang sibuk menyelam ada juga yang baru meminum air dari pinggir telaga seraya berusaha menangkap ikan yang ada di tepian.
"Kalau tidak dari air ini, bagaimana lagi mereka semua bisa makan, minum dan bertahan. Sudahlah, jangan ganggu waktu saya, lakukan saja seperti yang orang-orang lakukan."
Si Bapak kembali menyelam.

Si pemuda berpikir sejenak dan membenarkan perkataan orang di depannya, meski terbesit sebuah pesan yang orang tuanya selalu sampaikan, jangan pernah meminum air yang keruh selama di perjalanan. Perkataan kakek yang ditemuinya dipinggir jalan juga kembali menggema dalam ingatan, dia tidak harus meminum air dari tempat ini untuk sampai ke tujuan.

Si pemuda diselimuti rasa ragu, untuk mendapatkan lebih banyak pertimbangan dihampirinya seorang pemuda sebaya yang sedang meminum air dari tepian telaga. "Saudara, apakah air ini bisa di minum dan baik untuk menghilangkan dahaga kita?" Tanyanya.

Si pemuda sebaya menoleh sebentar, sebelum melanjutkan minum.
"Siapa bilang air ini tidak bisa diminum, air seperti inilah yang biasa saya minum dan membantu saya melewati hari-hari. Sudah lama hujan tidak turun dan kau akan mati kehausan menunggu airnya. Lagipula kita tidak bisa bertahan hanya dengan meminum air, kita harus menyelam di tengah sana untuk mendapat ikan besar. Hanya ikan kecil yang ada di tepian dan itu tak cukup untuk rasa lapar. Sudahlah, jangan kau tanya aku dengan sebuah pertanyaan bodoh" Ucapnya seraya terjun kedalam air.

Si pemuda bermuram durja dengan kebingungan yang melandanya. Tak ada lagi yang bisa ditanyai, semua orang kini meminum air sambil menyelam. Kerongkongannya sudah haus tak tertahankan dan perutnya sudah melilit memaksanya mengambil keputusan. Tanpa mengambil sesuatu dari telaga ini aku tak akan bisa bertahan. Sebuah bisikan terdengar di hatinya, Mari mengambil sedikit dan segera melanjutkan perjalanan. Bisikan kembali terdengar, kali ini lebih kuat gemanya. Si pemuda kembali berpikir, entah kapan hujan akan turun di tempat ini. Apa yang tersisa adalah yang saat ini di depan mata. Namun hati kecilnya bersuara
"Jangan! Jangan lakukan atau kau akan berkubang disini selamanya" sesuai pemiliknya, suara itu terdengar amat sayup.

Si pemuda mencecoki hati kecilnya dengan isi pikiran dan perkataan orang-orang yang baru saja didengarnya. Si pemuda menguatkan dirinya bahwa inilah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan orang-orang.

Dengan berjongkok, dengan mata yang terpejam, dengan kedua tangannya, diambilnya segenggam air. Perlahan kerongkongannya mulai terbasuh mengisi hingga ke dalam perut.
"Rasanya memang berbeda, dan semakin haus aku setelah meminum air ini." Ujarnya. "Mungkin aku harus meminum lebih banyak dan mencoba di bagian yang lebih dalam!" Ujarnya seraya terjun menyusul orang-orang. Sementara itu, gerimis mulai turun mengiringi usaha yang dilakukan semua orang yang berada di telaga berair keruh.

No comments:

Post a Comment