Tetes demi tetes, halus, jatuh ke permukaan tanah. Tanah dan aksesorisnya segera menyerapnya tetes demi tetes juga dengan tatap meninggalkan jejak pada permukaan. Langit senja yang semula jingga mengubah warnanya menjadi abu-abu. Menutup sebuah pesona dan membuka bagian lain pesonanya.
Sepasang muda-mudi berpayung merah jambu, menikmati tetes demi tetes itu dengan caranya sendiri, mungkin lebih tetap jika dikatakan, dengan cara mereka. Berjalan perlahan sambil tetap memancarkan cahaya cinta. Sepasang muda-mudi yang ceria, tetes demi tetes itu tak mampu memudarkan bahagia pada wajah mereka. Justru menambahkan luapannya pada tiap langkah yang mereka buat.
Beberapa kelompok orang berteduh, berbagai komunitas.
Seorang pemuda termenung, tengah berusaha berlindung dari tetes demi tetes yang ada. Berlindung dari nikmatnya. Tapi, berlindung pun tak mampu menutupi ketertarikannya pada tetes demi tetes yang halus itu. Berlindung dan menikmatinya. Tetap dalam posisinya yang terlindung, asap garpit keluar perlahan dalam beberapa hembusan nafas yang dimilikinya.
Tetes demi tetes itu lalu berubah menjadi gumpalan demi gumpalan yang jatuh semakin cepat. Gemuruh dilangit mengiringi kepergian mereka yang seakan saling berlomba. Mungkin tanah yang telah basah tak mampu lagi menjalankan peranannya, jenuh. Terus dijatuhi oleh air yang semakin menikmati perlombaan untuk sampai pada permukaan bumi. Entah dimana perlombaan itu akan berakhir, di kedalaman tanah yang gelap, dalam aliran sungai yang tak lagi suci, atau bergabung bersama ombak yang setiap saat membelai pantai, menunjukkan keagungannya. Semua mengikuti sebuah fase yang terus berulang. Yang oleh anak-anak teknik bisa menjadi berbagai perhitungan dengan penambahan asumsi demana-mana..
Tetes demi tetes itu begitu berkuasa. Mempengaruhi berbgai makhluk yang ada di bumi untuk memberikan respon dengan caranya masing-masing. Mengutuk, mencaci, bersukur atau sekedar memuji. Semua memiliki alasannya masing-masing. Latar belakang kepentingan selalu menghalangi objektivitas untuk menilai tetes demi tetes yang jatuh ke bumi.
udah ada cara selanjutnyakah????
ReplyDeletegoodluck yows
Ribet deh
ReplyDeletebilang aja kemaren kehujanan :P~
akhirnya judulnya berubah beibeh
ReplyDeletedatang kesini buat ngasih komen *apadeh
ReplyDeleteiya, ini lebih simple
terimakasih semua yang sudah datang, jangan lupa pulang ya.. :)
ReplyDeletetama said :"terimakasih semua yang sudah datang, jangan lupa pulang ya.. :)" <--------- contoh tuan rumah yang kurang ikhlas mnerima tamu #takut dibuli #kemudian kabur :D
ReplyDeletehahahaha
ReplyDelete