Langit buram dan awan mendung menggantung di langit Kota Leeds tak menghalangi langkah kakiku untuk menuju kampus Leeds University. Kulangkahkan kaki menelusuri trotoar jalan di Woodhouse Lane, mencapai pertigaan dan menyeberang melewati zebra cross setelah mendapati lampu petunjuk menyeberang jalan berwarna hijau.
Di sebelah kanan adalah Parkinson Building, gedung yang berdiri megah dan menjadi Landmark Universitas, gedung yang berwarna kusam dengan latar belakang langit yang sering kelabu, beberapa mahasiswa santai duduk di tangganya yang besar-besar. Gedung-gedung universitas dinamai dengan nama ilmuwan, termasuk gedung ini yang namanya diambil dari seorang ahli ekonomi terkenal Northcote Parkinson, satu kalimatnya masih kuingat benar karena pernah dikutip oleh seorang dosen di kelas saat memberi tugas: “Work expands so as to fill the time available for its completion.”
Salah satu contoh prakteknya adalah bahwa diberi tenggang waktu yang sepanjang apapun, mahasiswa masih akan bersantai dan mengerjakan tugasnya di akhir waktu, dan ujung-ujungnya tetap akan ada yang terlambat mengumpulkan tugas. Aku adalah penganut aliran menunggu dan mengejar deadline itu. Oleh karenanyalah tiap melewati gedung Parkinson, serta tiap mengumpulkan tugas di akhir waktu, selalu teringat kutipan manis itu..
Di dalam Parkinson Building terdapat berbagai fasilitas universitas: ruang pusat bahasa, museum seni dan Brotherton Library dsb. Perpustakaan yang ini dikhususkan untuk buku-buku ilmu sosial, hukum dan seni, beserta aneka koleksi buku-buku tebal tua dan manuskrip langka lainnya. Namun, perpustakaan tujuanku bukan di gedung ini, aku harus menuju perpustakaan lainnya, berbelok kanan melewati Parkinson Building, menelusuri jalanan di pinggiran gedung yang halamannya rumput hijau berhias aneka tanaman bunga. Jika matahari muncul, halaman hijau di sekitar gedung akan memutih karena mahasiswa-mahasiswi pada berjemur demi mendapatkan sedikit tambahan pigmen.
Universitas punya beberapa perpustakaan antara selain Brotherton Library, antara lain: The Health Sciences Library perpustakaan untuk ilmu-ilmu kesehatan, St James's University Hospital Library perpustakaan khusus kedokteran dsb, serta Edward Boyle Library. Edward Boyle Library adalah perpustakaan di jantung kampus yang dominan dengan koleksi ilmu pengetahuan, teknik, dan berbagai koleksi lainnya. Sebagai seorang yang mengaku berdarah engineer, tentunya di perpustakaan inilah harus menghabiskan waktu.
Edward Boyle Library berlantai sampai dengan 13, yang dimulai dari lantai 8. Jangan ditanya letak lantai satu sampai dengan lantai tujuhnya, karena akupun tidak tahu ada dimana. Untuk memasuki perpustakaan, mahasiswa harus menggunakan kartu sakti KTM, tempel sedikit dan portal pengaman bisa didorong. Sungguh sakti kartu itu, kartu segala fungsi segala manfaat, yang awal-awalnya dulu sempat membuatku luar biasa terkesima. Salah satunya adalah untuk meminjam buku di perpus, hanya perlu menempelkan kartu pada mesin pemindai dan menscan barcode pada buku-buku yang diinginkan, selesai, langsung masukkan ke dalam tas dan melenggang pergi.
Memasuki perpustakaan, menghamparlah aneka rak-rak berisi lautan buku, komputer dan sebagainya. Biasanya pertama kali aku akan mampir ke pojok kanan, bagian literature dan sastra, membaca sedikit karya-karya Salman Rushdie yang banyak bertengger di sana, lalu menutupnya lagi dengan sedikit cacian hujatan, bukan apa-apa, cuma karena aku tak bisa memahaminya.
Setelah itu, biasanya aku akan masuk berjalan menelusuri lorong diantara rak buku, menuju ruang koleksi film dan melihat satu-satu aneka judul film itu. Berbagai film dari yang lama sampai yang baru bisa kita dapati di sini, termasuk itu film the Doors yang sudah sulit ditemukan DVD nya di pasaran.
Karya sastra dan karya film itu selalu berhasil mendistraksi perhatianku dari tujuanku semula, apa tujuanku semula? Adalah pergi mencari referensi buku di bagian engineering, membaca sebanyak-banyaknya untuk mendapat sedikit pengertian pada landasan teori penelitian.
Buku adalah gudang ilmu, jika demikian, untuk menemukan satu gudang ilmu di dalam gudang besar berisi jutaan gudang ilmu lainnya ini kadang-kadang bukan perkara mudah. Pada papan informasi yang tersedia, ada petunjuk ringkas tentang keberadaan buku-buku di perpustakaan.
Dari lantai yang di pintu masuk, level 9 tempatnya buku-buku sejarah, tambang, literature, sastra dsb kita beranjak naik ke lantai atasnya melalui tangga, mengikuti kebiasaan mahasiswa lainnya. Kebanyakan mereka lebih suka sedikit olahraga turun naik tangga daripada naik lift yang tersedia.
Sampai ke Level 10 tersusun rapi rak-rak penuh buku mulai dari sejarah modern, biologi, hewan, dsb. Kadang aku mampir ke salah satu bagian ilmu psikologi dan mendapati beberapa buku yang cukup mencolok mata, salah satunya beberapa buku tebal dengan judul Essays on the Pleasure of Death. Luar biasa, sudahkah para penulisnya mengalami sendiri, sehingga bisa menulis esai tentang nikmatnya kematian? Pertanyaan itu belum terjawab karena aku terus menuju lantai berikutnya.
Beranjak dari lantai 10 ke lantai 11 rak-rak buku mulai terasa familiar, ada buku ilmu makanan dan engineering mulai dari kimia, ilmu komputer, sipil, minyak, material, matematika, mesin, tambang dsb. Sesekali dulu mampir ke bagian teknik sipil dan mencari referensi.
Tetapi rak buku tujuanku tentunya tetap di Lantai 12, tempat ilmu-ilmu umum, biologi, sport, geografi, geologi, dan tentunya transportasi. Buku-buku yang sangat spesifik pada satu dua topik khusus ini di Indonesia bakal susah didapatkan. Beberapa rak buku transportasi itu sudah sering ku kunjungi dan sudah familiar dengan beberapa judulnya. Namun, untuk menemukan buku yang diinginkan dengan menekuri satu demi satu judul buku cukup membuang waktu.
Oleh karenanya, jalan praktis yang bisa diambil adalah dengan mencari buku melalui katalog online yang tersedia pada komputer-komputer di dekat lift. Dengan menggunakan login mahasiswa, kita bisa mengakses library online, Jika mencari judul buku tertentu, pada bagian buku itu akan tertera judul, penulis, kode raknya, serta kode bukunya. Sehingga memudahkan kita mencari buku. Bahkan jika buku itu sedang dipinjam, kita bisa mengklik pemesanan sehingga orang yang sedang meminjam tidak bisa memperpanjang jangka waktu peminjaman, dan selanjutnya kita akan diberitahu jika buku itu sudah bisa diambil. Pada akun mahasiswa bisa dicek buku apa saja yang sedang dipinjam dan kapan harus diperpanjang atau dikembalikan. Akun tersebut juga sakti mandraguna untuk mendapatkan berbagai paper, jurnal, disertasi dan bermacam electronic resources lainnya dari dunia akademis, dengan sekali klik download. Luar biasa memudahkan, surga ilmu pengetahuan.
Setelah menemukan buku yang kucari, ku ambil untuk menuju meja yang terdapat di sebelahnya, di lokasi silent study area. Area ini ditandai dengan tanda dilarang berisik, tidak perlu ada Rangga dan lemparan pensilnya, karena sepertinya kebanyakan orang mematuhi aturan yang tertera. Aku pun mulai membaca.
Perihal membaca buku itu, jangan dikira merupakan sebuah aktivitas yang bisa bertahan berjam-jam penuh konsentrasi. Biasanya beberapa lama melihat dan mempelajari rumus-rumus model matematika, di dukung penuh oleh ruangan yang terlalu sunyi senyap, hawanya yang terasa hangat dari penghangat ruangan yang ada di dekatnya, serta aroma-aroma buku-buku itu, akan membuat kantuk segera datang, rumus-rumus dan berbagai lambang matematika biasanya menjelma menjadi makhluk-makhluk kecil yang menggeliat keluar dari buku, dan pada ujungnya akupun jatuh ketiduran, kepala tertelangkup jatuh pada gudang ilmu yang sedang terbuka lebar. Itulah hal yang akan terjadi, setelah beberapa kali pembuktian secara empiris.
Menyadari hal itu, aku sudah menyiapkan strategi: setelah membaca beberapa bagian akan ada sesi diskusi dengan seorang teman sekelas. Ruang diskusi ada di lantai paling bawah, lantai 8. Di sanalah seorang Arwa, wanita cantik berkerudung dari timur tengah yang jenius dan semua mata pelajaran mendapat nilai distinction, sedikit menjelaskan mengenai random taste of heterogeneity pada discrete choice modeling. Istilah itu tidak mungkin dinisbatkan pada sesuatu yang manis semanis potongan kue lapis legit, bahkan sepertinya bukan sesuatu bisa dimakan..
Satu dua jam diskusi dengan Arwa biasanya akan memberikan pencerahan pada satu dua persoalan yang tadinya mengganjal. Hal itu bisa menjadi bahan buat menulis bahan tugas atau landasan teori untuk thesis. Kesempatan yang baik setelah diskusi itu kugunakan dengan beranjak menuju ruang komputer cluster, di Lantai 10, membaca lagi, sambil mengetik rangkuman hasil bacaan. Jangan pernah menulis sesuatu yang sama dengan yang ada di buku, karena itu akan menjadi plagiarisme dalam dunia akademis. Kemampuan membolak-balik struktur kalimat dan mencari padanan kata sangat diperlukan.
Sambil melirik kanan-kiri, berbagai suku bangsa pria dan wanita sedang asyik di komputer masing-masing, mungkin sedang mengerjakan tugas. Jika beruntung, selalu ada satu dua wanita blonde cantik yang rambutnya berpijaran keemasan terpapar sinar matahari sore. Pada musim ujian dan tugas-tugas besar biasanya ruang komputer selalu penuh. Pada hari-hari biasa, perpustakaan ini buka sampai jam 12 malam, dan pada masa-masa ujian akan buka selama 24 jam non stop. Tidak mengherankan jika pernah ada cerita orang hilang yang pengumumannya dimuat di halaman koran, setelah beberapa hari orang hilang itu ditemukan dalam keadaan mendekam di perpustakaan. Lost in the library, terdengar keren.
Tak terasa waktu pun berlalu, setelah berjam-jam berkonsentrasi, akhirnya jam menunjukkan pukul dua belas malam lebih, mata sudah semakin sayu, baterai sudah low. Jika satu hari terasa produktif, apalagi jika mendapat sesuatu ide dan bahan yang bisa dimasukkan ke dalam penelitian, membuat semacam perasaan senang. Membuat ingin segera pulang ke rumah dan memeluk orang rumah. Okey, orang rumah itu belum ada, cuma ada tetangga kos yang akan merasa aneh jika mendadak dipeluk. Tapi hal ini tak mengurangi euforiaku ketika berjalan pulang.
Aku melangkah dengan langkah-langkah panjang kali lebar kali tinggi. Orang-orang Inggris kebanyakan hobi berjalan kaki dengan langkah lebar dan panjang, boleh jadi dua kali kecepatan jalan orang indonesia kebanyakan yang sedang bergerombol, lama-lama kebiasan langkah cepat itu menular, membawa semacam rasa optimis.
Aku berjalan pulang melalui lorong, berbelok menelusuri bangunan-bangunan tua yang gelap dan bersuasana mencekam. Berbelok lagi mencapai Parkinson building, melewati beberapa taksi yang masih parkir di depan gedung. Mencapai lampu merah, dan berpapasan dengan serombongan orang-orang yang mabuk baru dari club atau bar setempat, mungkin mereka hendak pulang, mungkin juga hendak melanjutkan maraton ke bar-bar lain di kota. Berhadapan denganku seorang wanita agak gemuk, berambut pirang berkostum peri. Apakah di depanku ini semacam penampakan halusinasiku yang disebabkan karena aku terlalu lama belajar?
“Emiliii” Teriaknya ketika melihatku.
Lalu dia bergerak mengejar dengan langkah sempoyongan, diikuti rombongan wanita teman-temannya. Ada apa ini? Sejak kapan namaku berubah menjadi Emili? Kebetulan lampu hijau tanda boleh menyeberang sudah hidup, aku pun lari menyeberang jalan, pergi menghindari wanita mabuk dan delusinya soal Emili.
Agak kontras memang, nuansa akademis surga ilmu pengetahuan di dalam kampus yang berlangsung sampai pagi, bersanding dengan hingar-bingar suasana kehidupan malam menyambut weekend yang juga berlangsung sampai pagi ini..
No comments:
Post a Comment