Ada sebuah pepatah sakti mandraguna yang mengatakan bahwa banyak jalan
menuju Roma. Berbekal petunjuk itulah, akhirnya kutempuh perjalanan menuju ke
Roma-Italia dengan menggunakan pesawat, supaya jalan-jalan tersebut bisa
terlihat dari atas langit. Pesawatnya adalah bermerek Vueling dari Bandara El
Prat Airport di Barcelona, menuju Leonardo da Vinci–Fiumicino Airport di Roma, walaupun
panjang dan susah nama bandara ini, namun akhirnya bisa sampai juga, jam empat
sore waktu setempat.
Dari bandara ke pusat kota harus meggunakan kereta. Setelah mencari
keterangan kesana kemari barulah menemukan loket penjualan tiket dan kereta
Leonardo Express yang dimaksud. Pegawai-pegawai di loket cukup tidak ramah
sehingga menimbulkan cukup tidak simpati. Harga tiket 11 Euro, cukup mahal, dua
kali lipat harga bis namun masih seperempat harga jika naik taksi, kereta
berangkat tiap 30 menit, dengan jarak tempuh juga 30 menit, dengan judul lagu
30 menit aku menunggu. Sambil menunggu kereta tak lupa kusambar sebuah peta
dari loket terdekat, harganya 2 euro. Seperti pada kota-kota tujuan
perjalananku sebelumnya, ku biarkan diriku bebas dari tujuan, bebas dari
pengetahuan akan pergi ke mana. Kubiarkan diriku bebas, hanya terikat pada alamat
hotel, karena jika alamat hotel tidak ada, tidak bisa mengurus visa.
Perjalanan dari Bandara menuju Pusat kota dengan kereta berhiaskan
pemandangan pemukiman kota yang kumuh dengan dinding di kanan kiri jalur kereta
yang penuh dengan coretan-coretan grafiti vandal. Tentunya itu hasil kreativitas
tidak pada tempatnya dari Leonardo-leonardo gagal. Setelah Barcelona yang
begitu riang gembira, pemandangan ini menimbulkan kesan muram terhadap kota
Roma.
Akhirnya sampai juga di stasiun di pusat kota Roma, stasiun Termini. Dari
Termini dilanjutkan naek Metro alias kereta bawah tanah ke stasiun Bologna menuju
hotelku Youth Station hostel. Berjalan sana-sini tanya sana-sini, tak berapa
lama tiba di hotel. Kamar hotel tak terlalu bagus, berderet panjang dengan
banyak kasur sepanjang lorong. Satu kamar berdelapan orang. Setelah menaruh
barang, mengunci loker, dan sholat, aku segera berangkat melanjutkan perjalanan
menuju Colosseum yang terkenal itu, dengan menggunakan Metro menuju stasiun Colosseo.
Suasana Sore di Sekitar Colosseum |
Colosseum menjelang magrib cukup ramai (cat: mentari tenggelam sekitar
jam 8pm), banyak orang jalan-jalan, bercengkrama dan berfoto di sekitar situ. Biasanya
bisa masuk ke bagian tertentu dengan membayar 12 Euro, tetapi sepertinya sesore
ini sudah tidak diperbolehkan masuk, menilik dari lorong-lorongnya yang mulai muram, tidak kelihatan ada orang di dalam
Colosseum. Yang bukan orang? mungkin banyak, karena Colosseum yang kapasitas penontonnya mencapai 50 ribu orang ini, yang menurut sejarah dibangun sejak 72 M, merupakan arena mengadu binatang, tahanan, gladiator, dsb.
Tentunya begitu banyak darah yang tertumpah di dalam arenanya selama ratusan tahun.
Colosseum dan lorong-lorong muramnya |
Namun demikian, tetap menimbulkan rasa antusias mengelilingi bangunan ini
yang pernah jadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini, yang juga
jadi seting film Gladiator dan Jumper. Saat dulu waktu SD mempelajari IPS,
dan melihat fotonya di buku pelajaran, tak pernah terpikirkan suatu hari akan
menjejakkan kaki di sini, akan menyentuh dinding batunya yang berumur ribuan tahun.. Dengan
noraknya aku pun menyentuh, menempelkan telinga, mencoba mendengarkan
suara-suara sambutan selamat datang dari batu, dan tentunya, tidak terdengar
suara apa-apa..
tama the explorer was here |
Disekitar Colossum terdapat taman dengan reruntuhan bebatuan itu,
tentu sangat eksotik untuk ditelusuri dan berfoto di siang hari. Tetapi saat
aku mencoba masuk, dilarang petugas karena sudah tertutup bagi pengunjung, karena hari sudah
malam. Tak jauh dari situ juga ada berbagai tempat wisata lainnya seperti Arch
of Constantine, Palatine Hill, Roman Forum, Piaza Del Campidoglio peninggalan
Micheangelo dsb. Menjadi sadarlah, bahwa satu hari tak akan cukup untuk selesai
menjelajahi Roma.
colosseum di waktu malam |
Melewati jam 8 pm, setelah mentari tidur dan langit jadi redup.
Lampu-lampu berwarna keemasan mulai menyala menerangi Coloseum, membentuk
suasana yang syahdu. Tak heran banyak pasangan terlihat sedang pacaran di sekitarnya, serta banyak fotografer dengan tripodnya berusaha megabadikan
momen ini untuk membidik hasil foto terbaik. Tanpa tripod, aku hanya berhasil
mendapatkan foto seadanya.
colosseum di waktu malam dengan cahaya keemasan |
Saat hari semakin gelap, aku putuskan untuk pulang, kabarnya Roma
tidak terlalu ramah pada malam hari. Perut terasa lapar, maka mampirlah aku ke
salah satu toko di dekat penginapan. Setelah meneliti menu, ada sebuah menu yang
seperti nasi goreng yang ditaburi dengan aneka sayuran. Aku pesanlah menu itu,
satu-satunya menu yang dipastikan halal.. Dan ternyata.. sungguh luar biasa,
rasanya.. itulah menu paling tidak enak yang pernah aku makan seumur hidup,
rasanya hambar, kelat, pahit, asem, rasa-rasa aneh tumpah ruah jadi satu. Kelak
diketahui bahwa salah satu dari aneka sayurnya itu adalah buah zaitun..
menu yang sungguh wow |
Sambil makan seadanya, kutatap orang-orang di sekitar, bagaimana bisa
kalian makan makanan seperti ini, bagaimana bisa punya selera makan seperti
begini, padahal mereka menyebarluaskan spagheti dan pizza.. Selesai makan
seperempat bagian, langsung tidak bisa mengunyah lagi karena mulut jadi aneh,
untunglah ada pahlawan pengobat pahit lidah, yaitu eskrim yang manis dan
lembut. Di mana-mana di sudut kota terdapat toko eskrim, dan rasanya memang
aduhai, enak.
Selesai makan, kembali ke hotel, di dekat tempat tidurku sedang bergerombol
pemuda-pemuda turis lainnya. Anak-anak muda ini, diliihat dari penampilannya,
sepertinya abege yang baru lulus SMA atau paling banter masih kuliah tingkat
satu dua. Terpaksa berkenalan sebentar, mereka sibuk membicarakan tentang
pengalaman minum, minuman favorit, kapan terakhir hangover, membanggakan berapa
banyak minum sampai jadi mabuk, membuatku bosan membicarakan hal-hal itu, karena
tidak punya pengalaman minum minuman keras, tidak bisa berbagi cerita, tidak
nyambung..
Akhirnya aku keluar saja, menuju lobby. Di sana terlihat beberapa
wanita sedang ngobrol, aku nimbrung di salah satu komputer untuk akses internet.
Seorang wanita baik hati menyilahkanku menggunakan komputer yang sedang
dipakainya, aku pun browsing mengecek jadwal perjalanan menuju florence untuk
besok siang.
Saat sedang browsing itu, tiba-tiba wanita yang tadi memberikan
komputer datang menawarkan minum, orange jus, tumben ada yang minumannya manis
begini, bukan sesuatu yang haram untuk ditolak. Maka kami pun berkenalan dan
ngobrol-ngobrol. Mereka ada bertiga, wanita-wanita wisatawan dari Rusia,
bernama Alina, Anita dan Yanjima. Besok hari terakhir mereka di Roma sebelum
pulang. Brol diobrol-obrol, kami pun memutuskan untuk bersama-sama menjelajah
Vatikan sejak pagi.
“Are you sure you can wake up at 7 in the morning?” tanyaku, meragukan
tabiat bangun pagi wanita-wanita ini.
“Yes, off course!” kata Alina sambil senyum meyakinkan.
Okey, jadwal untuk besok pagi telah ditetapkan, kembalilah ke kamar
untuk beristirahat. Abege labil dari US yang saling membanggakan pengalaman
minum sudah tidak ada, mungkin sudah beredar ke bar terdekat, untuk mabuk
sampai pagi, kemudian membanggakannya lagi pada siang hari.
Sambil berbaring, terngiang sebuah lagu yang dulu diperkenalkan oleh
seseorang yang pernah spesial, lagu berjudul home dari Michael Buble.
“Another summer day has come and gone away
In Paris and Rome but I wanna go home
May be surrounded by a million people
In Paris and Rome but I wanna go home
May be surrounded by a million people
I Still feel all alone I just wanna go home
Oh, I miss you, you know
And I’ve been keeping all the letters that I wrote to you
Oh, I miss you, you know
And I’ve been keeping all the letters that I wrote to you
Each one a line or two “I’m fine baby, how are you?”
Well I would send them but I know that it’s just not enough
My words were cold and flat and you deserve more than that
Another aeroplane another sunny place
Well I would send them but I know that it’s just not enough
My words were cold and flat and you deserve more than that
Another aeroplane another sunny place
I’m lucky, I know, but I wanna go home
Mmmm, I’ve got to go home
Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home
And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside, when everything was going right
And I know just why you could not come along with me
This was not your dream, but you always believed in me”
Sampai mata semakin berat, sambil terbayang sedikit wajahnya, wanita cantik baik hati yang sudah menikah dengan siapa itu yang aku tak tau bagaimana orangnya, bukankah dulu adalah mimpimu untuk menjelajah Eropa, untuk sampai di Roma, kenapa tinggal aku sendiri yang melanjutkan mimpi itu, dan kenapa pula sudah sampai di Roma pun, aku teringat lagi akan rasa rindu padamu..
Mmmm, I’ve got to go home
Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home
And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside, when everything was going right
And I know just why you could not come along with me
This was not your dream, but you always believed in me”
Sampai mata semakin berat, sambil terbayang sedikit wajahnya, wanita cantik baik hati yang sudah menikah dengan siapa itu yang aku tak tau bagaimana orangnya, bukankah dulu adalah mimpimu untuk menjelajah Eropa, untuk sampai di Roma, kenapa tinggal aku sendiri yang melanjutkan mimpi itu, dan kenapa pula sudah sampai di Roma pun, aku teringat lagi akan rasa rindu padamu..
mas, paragraf terakhirnya itu loh, mengkreyes.. :)
ReplyDeletehahaha cara apalagi yang lebih tepat buat mengakhiri cerita ini blii :D
ReplyDelete