Sebuah Edd Corp beberapa waktu lalu mengirimkan sms berisi undangan pernikahannya. Tak cukup dengan sms, dipersembahkan pula undangan event di facebook. Merasa kurang, di kirimkan pula kepada awak sebuah email buat di sebarkan ke teman seangkatan. Belum puas dengan semua itu, di telpon nya lah awak pada suatu siang yang melengang.
Mendapat berita itu, yang tanpa tedeng aling-aling,
sesuai karakteristik intrinsik sejumput Edd Corp, dunia awak yang tadinya
berputar ramah pada porosnya mendadak berguncang. Betapa tidak, sebongkah Edd,
yang dulu dijuluki makhluk jalang dengan inisial Edd, yang selama hidupnya
penuh dengan pengembaran, yang idealisme nya anti kemapanan.. telah memutuskan
untuk bergabung dengan kehidupan statis dengan cara memadukan rumah dengan
tangga, menikah. Lalu dia sampaikan berita itu kepada awak dengan
semerta-merta, terlalu semena-mena karena tak bisa dia wartakan dengan kehalusan
budi pekerti dan sopan santun kata demi kata supaya tak terlalu kaget awak
dibuatnya.
Tentu ada alasan kenapa awak merasa bagaikan mendengar
petir di siang bolong, bolehlah awak jelaskan dengan memberikan sekilas
deskripsi kehidupannya. Edd ini, pada hakikatnya hadir sebagai salah secuil
adik tingkat tipikal kurang ajar yang dengan mukanya yang dibuat sesongong
mungkin sering mendebat awak dengan dialektika minim intelegensia, itu sudah
awak lupakan. Yang masih cukup terang bagi awak, bahwa percintaan sesama
manusia adalah hal terakhir yang bisa melingkupi kehidupannya. Selama ini dia
lebih cinta dengan alam, dia menjelajah dari gunung satu ke gunung lain, dia
merambah hutan dan padang ilalang. Dahulu kala dia jatuh cinta kepada ikan_cupang. Ketika ikan cupangnya pergi, dia mengganti dengan setangkai Edelweis
dari atas gunung. Ketika Edelweisnya hilang, dia jatuh cinta pada kaktus.
Ketika kaktusnya meranggas, kemungkinan besar dia akan jatuh cinta pada batu
kali, atau apapun itu, asal ada satu dua benda dari alam raya yang menjadi
objek pengejawantahan cintanya. Sederhana saja kehidupan sekuntum Edd selama
ini, di waktu dulu awak mengenalnya. Sesederhana semua perilakunya yang
terangkai dalam kata-kata yang lugas, tawanya yang lepas, leluconnya yang khas,
jiwanya yang bebas.
Lama kami tak bertemu. Lama tak kami nikmati sejuknya
Bandung tempo dulu sambil duduk di jalan ganesha selepas menyantap lontong
sayur yang lalu dilanjutkan menyeruput susu murni, sembari mengomentari
anak-anak Teknik Industri yang jelita berlari pagi. Lama tak kami resapi
segelas susu jahe angkringan yang sehangat pembicaraan tentang pengemudi mio
putih yang merangkum keelokan budi dan keayuan wanita jawa, yang diiringi nada
musisi jalanan yang beraksi di pojok-pojok kota Jogja. Lama pula tak kami tempuh
perjalanan Bandung-Jogja menggunakan kendaraan perang tua diiringi sesosok polisi jujur imajiner Briptu Dadan.
Tentu ada mata rantai yang hilang dari transformasi sebuah,
sebongkah, sejumput, secuil, sekuntum, sesuatu Edd yang biasanya menganut
aliran kehampaan, menjunjung tinggi idealisme anti kemapanan sampai menjadi
seorang Edd yang mengundang awak hadir ke pernikahannya. Dalam kebingungan awak
akan realitas yang jungkir-balik ini, maka awak tanyakan kepada si Edd.
“Bagaimana bisa kau tiba-tiba memutuskan menikah wahai Edd?”
Edd dengan lugas dan dialek melayu yang tak hilang
menjawab “Karena awak suka, dia pun suka. Awak tak mau kehilangan dia, dia pun
ingin selalu bersama awak. Maka kami putuskan untuk menikah, karena tak ada
lagi ikatan yang lebih kuat selain dari ikatan persaudaraan atau suami-istri.
Maka awak datangi rumahnya, rupanya Bapaknya pun restu, dikasihnya awak
kalender.”
Demikian pernyataan Edd menjelaskan alasan untuk
menikah. Tak perlu kajian psikoanalisa Freud atau Jung, tak perlu jabaran the
art of lovingnya Eric Fromm, tak perlu puisinya Gibran, tak ada dialektikanya
Hegel. Segala kompleksitas dan probabilitas seolah terangkum menjadi sebuah
silogisme sederhana. Sederhana saja semua itu, sebagaimana sesosok Edd yang
awak kenal.
Dengan kesederhanannya ini pula, seperti agak sulit bagi
Edd untuk menebak rasa hati awak. Bahwa tetiba mendapat undangan pernikahan
darinya, terjadi dilema pada diri seorang pria tampan dan single seperti awak
ini, perihal akan datang ke pernikahannya dengan siapa atau akan mengajak nikah
siapa? Dilema ini bisa jadi hadir disebabkan oleh terlalu banyaknya kemungkinan
atau mungkin karena ketiadaan pilihan.
Terlepas dari dilematika ini, terlepas juga dari
kelakuan si Edd yang “selonong boi”, tanpa permisi, basa-basi dan tanpa
persembahan pelangkah berani mendahului awak menikah. Tentulah awak masih harus
menunjukkan penghargaan dengan menghadiri acara ini untuk mengucapkan selamat
atas pernikahan yang akan berlangsung ini. Tak akan ketinggalan doa dan harapan
yang awak panjatkan.
Agar penikahan ini diberkahi Allah SWT.
Agar keluarga besar yang menyelenggarakannya berbahagia.
Agar keluarga yang akan didirikan ini menjadi keluarga
yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Keluarga penentram hati, penuh cinta dan
kasih sayang.
Agar kelak keluarga ini dapat memberlangsungkan
keturunan yang sholeh dan sholehah yang menjadi penerus amal kebajikan serta
pelanjut langkah-langkah nan perwira dalam memajukan negara kita Indonesia.
Semoga keselamatan dan keberkahan senantiasa bersama
kita Edd bro yo.
aamiin..