Monday, May 28, 2012

homeless man


Sabtu malam beberapa waktu lalu, karena tidak ada kegiatan, aku berjalan keluar untuk mencari minum dan makanan ringan. Di depan University, seorang gelandangan berpakaian kumal yang sudah sering kulihat, menghampiri.
“Sorry, do you have spare changes”
“Sorry, I don’t have right now.”
Lalu dia bertanya.
“Are you from Chinese?”
“No, I am from Indonesia.”
“So, you came from Jakarta.”
“How do you know Jakarta?” tanyaku.
Dan berlanjutlah percakapan kami. 

Sebenarnya aku sudah sejak lama ingin ngobrol dengan bapak ini, sejak pertama melihatnya. Aku yakin, pasti ada kisah menarik tentang kehidupannya yang bisa dijadikan pelajaran. Aku penasaran dengan pandangannya akan hidup. Ini adalah kesempatan yang jarang datang, sabtu malam ku sendiri, sedang dingin dan sepi, jadilah kami berbincang-bincang sejenak sambil berdiri di pinggir jalan.

Ternyata dia pernah punya istri yang berasal dari Indonesia, meski sudah bercerai bebeberapa tahun. Istrinya itu seorang muslim keturunan campuran China, Thailand dan Indonesia, sekarang sudah menikah lagi dengan pria dari Irlandia. Dua orang anak mereka tinggal bersama istrinya dan tak pernah dia lihat lagi. Ketika kutanyakan kenapa mereka bercerai, dia menjawab dengan lirih bahwa istrinya menemukan kebahagiaan bersama orang lain. Oh.. oke, alasan yang sangat sederhana untuk hidup yang rumit.

Dia sekarang menganut kepercayaan aliran Dalai Lama, tidak minum-minuman keras, tidak makan daging, meski masih merokok. Kubilang dia cukup islami, orang islam juga tidak minum. Dia tinggal dan tidur di jalan di dekat university setiap hari. Udara di Leeds malam hari seringnya dingin sekali, sehingga tidur diluar tentu bukan piliah menyenangkan. Hal ini dijalaninya selama dua tahun terakhir, tidak punya rumah, tidak punya pekerjaan. Pakaiannya terlihat sudah lama tidak dicuci. Sering kudapati pandangannya menerawang, seperti merasa damai atau bahkan merasa kosong dan putus asa.

Dia ingin suatu saat mengunjungi Borobudur, katanya strukturnya dibangun dengan harmonisasi jiwa yang baik, yang terjaga kelestariannya. Dia bilang suka nasi lemak dan ingin kembali mencicipi masakan Indonesia. Sayang aku tidak bisa membuat nasi lemak.

Dia bilang dia pernah berkuliah, di software engineering, hingga gelar master, lalu mengajar di Singapura selama tujuh tahun. Entah kenapa hidupnya bisa berubah demikian rupa, aku sungkan untuk menanyakannya, mungkin karena perpisahan dengan isterinya tadi.

Akhirnya aku pamit, untuk pergi ke swalayan seperti tujuan awal, membeli beberapa roti dan mendapat pecahan uang receh. Kubelikan muffin untuknya, jika nanti bertemu lagi. Namun, ketika bertemu dan kuberikan muffin beserta beberapa koin, dia justru menolak. Entah apa alasannya, tidak terlalu jelas. Ya sudahlah, akhirnya aku berlalu pulang, hanya bisa berharap di hari-hari mendatang kehidupan akan berlaku lebih ramah padanya selain harapan bahwa suatu saat dia akan menemukan alasan untuk bangkit dan lebih menghargai kehidupannya.

4 comments:

  1. q mo komen sama kaya status di lapak sebelah aj #nggak penting

    untuk melakukan pencapaian lebih, kita tak bisa hanya bertahan di tempat yang sama. Tidak ada kehidupan yang lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukan perpindahan dgn kata lain keluar dari zona aman. mungkin itu yg sedang dicoba sama "homeless man" atau mungkin dia kepingin merasakan hidup yang kasar dan juga keras biar lebih dekat dan menyatu deangan alam *halah

    ReplyDelete
  2. ooh.. jangan ikut-ikutan hidup kasar keras dan menyatu dengan alam ya anggi..

    ReplyDelete
  3. oh tenang, saya suka kelembutan yg menyatu dg alam #plakk

    ReplyDelete
  4. hehe banyak nyamuk ya nggie..

    ReplyDelete