Banyak
macam persoalan terkait dengan menjalin hubungan, memilih pasangan hidup,
menikah dan membangun keluarga. Berbagai macam tuntunan, standar, norma dan
etika terkadang tak lagi dijadikan acuan, karena hal yang satu ini sangat
terkait dengan perasaan.
Dewasa
ini, makin banyak saya temui dalam lingkup hidup saya orang-orang yang menjalin
hubungan yang menjurus ke pernikahan dengan perbedaan agama. Makin pluralnya
masyarakat Indonesia, makin bebasnya pola hidup masyarat modern, makin
tingginya mobilitas manusia dan interaksi antar budaya, semua mengarah ke
peningkatan probabilitas pernikahan beda agama.
Berikut
ini saya akan mencoba menyajikan pandangan dari berbagai sisi mengenai hal ini.
Peraturan Negara
Secara
administrasi ada kesulitan untuk melangsungkan pernikahan beda agama di
Indonesia, karena urusan pernikahan diakomodir oleh kantor urusan agama,
sehingga KUA untuk orang beragama islam tidak mau menikahkan orang yang berbeda
agama dengan islam, demikian pula kantor urusan agama lain, sehingga salah satu
harus beralih ke agama pasangan. Atau harus melangsungkan pernikahan di luar
negeri untuk kemudian mencatatkannya ke kantor catatan sipil.
Penjelasan
lebih lanjut mengenai hal ini bisa dilihat pada referensi berikut ini.
Psikologi
Perbedaan
agama, dari sisi psikologi dinyatakan sebagai sesuatu yang rawan konflik.
Banyak pelaku pernikahan beda agama yang datang ke psikolog untuk mendiskuskan
mengenai pernikahannya yang sedang bergejolak karena berbagai permasalahan.
Pernikahan
adalah penggabungan dua keluarga, bukan sekedar dua orang. Jika pernikahan
antara dua orang dengan akar budaya yang berbeda sering mengalami friksi,
apalagi dengan nilai agama yang berbeda. Ada kecendrungan bahwa pihak keluarga
tidak merestui pernikahan itu, konflik ini biasanya terus berlanjut.
Menikah
adalah penggabungan pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan, dari sendiri-sendiri
menjadi bersama-sama, sehingga apabila agama berbeda, maka pola kebiasaan
ibadah akan menjadi sendiri-sendiri, jika muslim akan sholat, puasa dan
berlebaran sendiri, jika Kristen akan ke gereja dan merayakan natal sendiiri. Hal
ini disinyalir mengurangi kebahagiaan dan rasa kebersamaan.
Setelah
memiliki anak, akan terjadi konflik antara orang yang berbeda agama, ayah ingin
anak itu mengikuti agamanya, ibu ingin anak itu mengikuti agamanya, sehingga
jika suatu saat anak memilih salah satunya, salah seorang pasangan akan merasa
kecewa.
Konflik-konflik
itu cenderung perlahan-lahan mereduksi perasaan cinta, sehingga pada akhirnya menyebabkan
mati rasa dan berujung pada perceraian. Penjelasan lebih lanjut mengenai
masalah ini bisa dilihat di referensi berikut ini.
Islam
Bagaimana pandangan islam untuk pernikahan
beda agama? MUI sudah memfatwa haram pernikahan beda agama, dengan keputusan
MUI Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005. Seperti dalam link berikut ini.
Sumber
hukum untuk fatwa haram tersebut diungkapkan dengan jelas di dalam Al Quran
surat Al Baqarah: 221, Al Maidah: 5 dan Al-Mumtahanan: 10.
Dan janganlah kamu
nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya
perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
prempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki
yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
mengambil pelajaran. (QS
Al Baqarah: 221)
Pada hari ini dihalalkan
bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu,
dan makanmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi)
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara perempuan-perempuan yang
beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan
piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka
dan si akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS Al Maidah: 5)
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah
mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman
Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang
kafir. mereka
tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami)
mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka
apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah
mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang
ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Mumtahanah: 10)
Pernikahan
beda agama untuk wanita muslim dengan lelaki non muslim adalah HARAM, sedangkan
pernikahan lelaki muslim dengan wanita ahli kitab masih menjadi perdebatan. Salah
satu yang mendebat adalah kelompok Jemaah Islam Liberal (JIL) dengan beberapa
argumen yang tidak jelas. Yang biasanya menjadi perdebatan adalah pendefinisian
kafir, musyrik dan ahli kitab. Berikut ini salah satu link nya. Yang jika
diteliti, membenarkan ketakutan umat muslim di Indonesia bahwa JIL adalah
sekelompok orang yang berbahaya bagi kehidupan beragama umat islam.
Pribadi
Dan..
bagaimana dengan pendapat saya pribadi? Kali ini, saya hanya akan menguraikan
pendapat pribadi berdasarkan pemahaman dan pengetahuan saya selama ini.
Perasaan
manusia adalah sesuatu yang rapuh, manusia bisa merasa suka pada sesuatu saat
ini dan beberapa waktu kemudian membencinya, manusia sering memandang baik apa
yang buruk baginya, dan memandang buruk apa yang sebenarnya baik baginya,
sehingga menurut hemat saya, perasaan dan pikiran manusia tidak bisa dijadikan
pegangan yang kuat untuk selamat. Sehingga hanya agama yang bisa dipercaya,
untuk dijadikan pegangan.
Untuk
mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri yang banyak berinteraksi dengan
orang barat kasus-kasus ini semakin sering terjadi. Orang Indonesia kebanyakan
adalah islam, orang barat kebanyakan adalah Kristen dan sebagian lain adalah
atheis. Sehingga setiap kali melihat ada orang Indonesia yang sedang menjalin
hubungan dengan bule saya selalu menaruh curgia menanyakan, apa agamanya?
Setiap
kali mendengar ada orang berpacaran beda agama, hati saya menjadi sedih.
Terlebih lagi ketika mendengar seorang wanita muslim yang menikah dengan
seorang non muslim, hati saya jadi bertanya-tanya apakah wanita ini masih
dengan akidahnya. Beberapa waktu kemudian, wanita yang dulu saya kenal
mengenakan jilbab dengan sopan ini lantas tidak lagi mengenakan jilbab,
sehingga semakin perih lagi hati ini.
Menurut
saya, ada beberapa faktor kenapa pernikahan beda agama ini harus dihindari,
yaitu faktor perasaan cinta yang tidak bisa diandalkan, faktor pengabdian terhadap
orang tua, dan faktor pernikahan sebagai ibadah.
Setiap
melihat pasangan beda agama dalam hati saya sering timbul pertanyaan, apakah
tak bisa lagi kita mencari pasangan yang seagama? Katakanlah itu kualitas
fisik, kualitas kekayaan, kualitas kebaikan hati, kualitas perasaan, apakah tak
ada lagi sesama muslim yang bisa memenuhinya? Apakah alasannya itu perasaan
cinta, yang katanya tak bisa dicegah bisa datang dari dan kepada siapa saja. Alasan
yang menurut saya sangat naïf, karena perasaan cinta adalah sesuatu yang rapuh
yang sama sekali tak bisa dijadikan acuan atau standard. Berapa kali seorang
manusia mengalami perasaan jatuh cinta dalam hidupnya? bukankah rata-rata lebih
dari sekali. Menurut saya, perasaan cinta bisa dibangun melalui proses, yang
bisa hilang melalui proses lainnya.
Yang
kedua adalah faktor orang tua, menurut saya seorang anak harus berterimakasih
atas karunia dilahirkan dan dibesarkan oleh orangtuanya, ucapan terimakasih itu
berupa bakti untuk membahagiakan mereka, menuruti sejauh apa keinginan mereka
selama tidak bertentangan dengan tuntunan agama. Yang saya pahami, salah satu
yang diajarkan agama islam adalah bahwa anak menjadi penerus amal orangtuanya,
dalam bentuk doa dari anak yang sholeh. Sehingga tentu saja orang tua (yang
menjadikan agama sebagai pegangan) tidak akan merestui anaknya menikah dengan
beda agama, apalagi jika sampai anaknya pindah agama, karena itu akan berarti
sama saja orang tua tersebut tidak memiliki anak yang biasanya menjadi tumpuan harapan
untuk menjadi penerus amal kebaikannya kelak jika dia telah tiada.
Yang
ketiga adalah konsep pernikahan sebagai ibadah, apabila telah dinyatakan haram,
maka pernikahan yang bagi umat muslim bisa menjadi sarananya untuk beribadah tentu
akan kehilangan esensinya. Katakanlah jika berhubungan badan, karena tidak sah
secara agama maka yang seharusnya berupa ibadah menjadi haram atau dosa untuk
selamanya. Bagi orang yang percaya kehidupan akhirat, sungguh mengerikan hal
ini, semoga kita semua selalu dijauhkan darinya.
Saya
sadar bahwa saya bukanlah orang yang sudah menjalankan perintah dan menjauhi larangan
agama dengan sebaik-baiknya. Namun, menurut saya, yang konservatif namun agak
moderat ini, tak apa jika seseorang berbuat salah, sesekali berbuat dosa,
sesekali melanggar aturan, karena bagaimanapun itu manusiawi, asal jangan
melanggar akidah, atau mendekati melanggar akidah.
Dalam
kehidupan dunia yang fana ini, dimana terdapat simpang siur aturan, norma, argumen,
pengetahuan dsb hanya satu yang bisa dijadikan pegangan, yaitu nilai agama. Dalam kehidupan yang fana ini, salah satu yang
harus dijaga adalah agar senantiasa dalam keadaan beragama islam hingga akhir
hayat.
Referensi gambar:
http://www.wartakota.co.id/read/news/56907
No comments:
Post a Comment