“Maukah kamu menjadi ibu dari anak-anakku, menerimaku menjadi ayah dari anak-anakmu?”
Dulu, kalimat ini menjadi salah satu kalimat rekaan dalam imajinasi setiap kali melihat wanita pujaan hati, sampai sekarang kalimat ini belum pernah diucapkan. Sampai memiliki beberapa pujaan hati, anak-anak dan ibunya.
Waktu terasa berjalan begitu cepat, Alhamduillah, segala puji hanya bagi Allah, saat ini semua cita-cita yang dulu diidamkan rasanya sudah tercapai. Dalam kesempatan ini, saya ungkapkan salah satunya, bagaimana rasanya menjadi seorang ayah.
Menjadi ayah, menjadi mata rantai kehidupan dari manusia awal hingga manusia akhir (insyaAllah) untuk pertama kalinya, merupakan salah satu titik paling bahagia, merangkum berbagai memori dari kehamilan, berangkat ke dokter kandungan, hingga proses kelahiran si anak bayi, semua momen itu tak terlupakan. Mungkin berbagai perasaan penuh cinta, penuh harapan, penuh perasaan cemas, yang campur aduk itu yang ternyata bisa memperkuat ingatan.
Menjadi ayah, berarti akan menatap istri yang berbaring didorong menuju ruang persalinan atau operasi, menunggu dengan penuh panjatan doa, kemudian menggendong buah hati untuk pertama kali, membacakan adzan dan iqomat pada telinga si mungil dengan cangguh, mendengarkan tangisan oak-oak nya si bayi, mengamati satu persatu mulai dari wajah, rambut, tangan, kaki, perut dan semuanya yang mungil-mungil, selanjutnya menatap wajah sangt istri yang dalam menahan sakit paska persalinan pun tetap antusias mengambil gambar-gambar yang mengabadikan momen bahagia itu.
Menjadi ayah, berarti menjadi suatu keberkahan dengan datangnya untaian doa dari kolega. Doa untuk harapan seorang anak sholeh yang bisa mebahagiakan orang tua, padahal anak itu sendiri adalah suatu kebahagiaan, kebehagiaan yang hadir setelah kebahagiaan yang muncul pada proses pembuatannya. Mengiringi doa yang baik itu, biasanya kado-kado berdatangan, ternyata manusia adalah makhluk yang senang didoakan dan senang dikadokan. Berbagai momen ulang tahun tanpa kado seolah tergantikan dengan berbagai kado yang berdatangan untuk si anak bayi hingga menumpuk menjulang di dalam kamar. Sungkan untuk dibuka, karena membukanya akan membuang rasa penuh harapan saat menatap bungkusan kertas kado.
Menjadi ayah, berarti akan penuh perasaan syukur dan takjub, melihat wajah si anak, membandingkan berbagai kombinasi bentuk mata, alis, hidung, telinga, mulut, dagu, bentuk tubuh yang dapat muncul pada si anak, memang Allah Maha Baik, memberikan kombinasi yang terbaik dari ayah ibunya, untuk hadir pada menjadi si anak.
Menjadi ayah, berarti akan menjadi saksi dari proses tumbuh kembang si anak yang ajaib, menyaksikan si anak bisa berguling di kasur, bisa mengucapkan kata-kata pertamanya, bisa merangkak, bisa berjalan, bisa berlari, bisa melompat. Mengamati tangan dan kaki mungilnya yang tumbuh menjadi besar, wajahnya yang selalu polos saat tidur walaupun tingkahnya petakilan sepanjang hari.
Menjadi ayah, berarti sibuk berpikir bagaimana caranya agar tidak terlambat masuk kantor, karena berangkat kerja mepet waktunya, sementara si anak meminta ikut naik mobil satu keliling komplek, kadang perlu dua, kadang dua keliling dan si anak masih nangis minta ditambah jumlah kelilingnya. Perlu juga memikirkan akan membawa apa setiap pulang ke rumah, si anak akan berlari menyambut saat pintu dibuka, memeluk, dan lantas mengatakan “Ayah, pulangnya bawa apa?”.
Menjadi ayah, berarti kehilangan waktu buat diri sendiri, tidak bisa melamun, tidak bisa membaca buku, tidak bisa menulis, tidak bisa bekerja dari rumah, karena si anak akan datang, dan dengan antusias membuyarkan lamunan si ayah, menarik-narik senar gitar, menggayut di kedua kaki, menggelendot di punggung, menguasai handphone, mengajak bermain, menguasai acara televisi, mensabotase laptop, anak itu selalu berhasil menjadi raja dimanapun orang tuanya berada.
Menjadi ayah, berarti akan melatih kreatifitas, mencari berbagai permainan yang bisa dimainkan si anak tanpa membahayakan, mencarikan buku dan berbagai media melatih perkembangan motorik dan kecerdasannya, mencari berbagai cerita yang akan dibacakan menjelang tidurnya, biasanya tak cukup satu cerita, saat bercerita ayahnya sudah tertidur dan cerita melantur, mata si anak tetap terang seperti purnama di langit malam.
Menjadi ayah, berarti juga suatu latihan kesabaran setiap hari, selain karena marah itu tidak baik bagi perkembangan psikologisnya, si anak justru akan meniru dan mewarisi emosi yang dilimpahkan kepadanya, saat memarahinya dengan menatap tajam, si anak akan balas marah dan menatap tajam. Atau diwaktu yang lain, dia bisa menangis sesegukan, atau air matanya yang berlinang, seperti tetasan hujan yang mengalir melalui kaca, entah darimana koleksi air untuk mata anak ini diambil, masih menjadi misteri. Sehingga melihat semuanya itu, membuat emosi melarut menambah rasa sayang dan keinginan melindungi dan memberikan yang terbaik bagi si anak.
Menjadi ayah, berarti sering menatap wajah ibunya anak-anak, yang sering terlalu lelah telah bekerja mengurus anak-anak seharian, sering tidak sempat makan, kekurangan tidur, kurang berpergian, kurang waktu untuk dirinya sendiri. Semua yang dijalani ibunya anak-anak dengan penuh keikhlasan, saat ayahnya bekerja di luar.
Menjadi ayah, berarti mengingatkan akan nostalgia sewaktu kecil, menjadi pertanyaan, apakah dulu sewaktu kecil juga sama petakilan dan tidak bisa dikendalikan seperti anak-anak ini, apakah dulu juga sebegitu merepotkan, apakah dulu juga sering menangis, sering tertawa-tawa, selalu minta digendong, selalu senang diajak keliling-keliling naik motor, selalu senang digenggam tangannya dan diajak berjalan-jalan, nostalgia masa kecil akan mengingatkan lagi pada Alamarhum Bapak yang sudah tidak ada, dan ibu yang jauh di kampung halaman.
Francois Lelord dalam bukunya Hector and the search for happiness menuliskan tentang pencarian seorang Psikiater akan rahasia kebahagiaan. Psikiater tersebut, Hector, merasakan keheranan bahwa banyak dari pasiennya yang merasa tidak bahagia, sehingga dia meluangkan waktunya untuk liburan sambil membawa buku catatan untuk mencatat hal-hal apa saja yang berkenaan dengan kebahagiaan yang ditemukannya.
Berikut ringkasan catatannya:
Pelajaran no. 1 Membuat perbandingan bisa merusak kebahagiaan
Pelajaran no. 2 Kebahagiaan sering kali datang di saat-saat yang paling tidak terduga
Pelajaran no. 3 Banyak orang yang melihat kebahagiaan hanya berada di masa depan
Pelajaran no. 4 Banyak orang mengira bahwa kebahagiaan itu berasal dari kemampuan mendapatkan kekuasaan lebih besar atau uang lebih banyak
Pelajaran no. 5 Terkadang kebahagiaan itu adalah tidak mengetahui seluruh kenyataan yang ada
Pelajaran no. 6 Kebahagiaan adalah sebuah perjalanan jauh di pegunungan yang indah dan asing
Pelajaran no. 7 Memikirkan kebahagiaan sebagai sebuah tujuan adalah kekeliruan
Pelajaran no. 8 Kebahagiaan adalah kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai
Pelajaran no. 8b Ketidakbahagiaan adalah terpisahkan dari orang-orang yang dicintai
Pelajaran no. 9 Kebahagiaan adalah mengetahui keluarga kita tidak kekurangan apa pun
Pelajaran no. 10 Kebahagiaan adalah melakukan pekerjaan yang kita senangi
Pelajaran no. 11 Kebahagiaan adalah memiliki rumah dan kebun sendiri
Pelajaran no. 12 Lebih sulit untuk merasa bahagia di sebuah negara yang dipimpin oleh orang-orang jahat
Pelajaran no. 13 Kebahagiaan adalah merasa berguna bagi orang lain
Pelajaran no. 14 Kebahagiaan adalah dicintai karena diri kita apa adanya Observasi: orang-orang lebih berbaik hati kepada anak-anak yang tersenyum (penting)
Pelajaran no. 15 Kebahagiaan hadir ketika kita merasa benar-benar hidup
Pelajaran no. 16 Kebahagiaan adalah mengetahui cara merayakan sesuatu Pertanyaan: Apakah kebahagiaan hanyalah sebuah reaksi kimia di dalam otak?
Pelajaran no. 17 Kebahagiaan adalah peduli terhadap kebahagiaan orang-orang yang kita cintai
Pelajaran no. 18 Kebahagiaan bisa berarti kebebasan untuk mencintai lebih dari satu wanita pada saat bersamaa. Masalahnya, tentu saja, para wanita tidak akan pernah menyetujui hal itu. Sehingga pelajaran nomor 18 pun dicoret.
Pelajaran no. 19 Matahari dan laut membuat semua orang bahagia
Pelajaran no. 20 Kebahagiaan adalah cara pandang terhadap sesuatu
Pelajaran no. 21 Persaingan bisa merusak kebahagiaan Pelajaran no. 22 Wanita lebih peduli untuk membuat orang lain bahagia dibandingkan pria
Pelajaran no. 23 Kebahagiaan berarti memastikan bahwa orang-orang yang berada di sekeliling kita bahagia
Dalam sebuah diskusi dengan temannya yang menyukai perhitungan matematis, Hector menyimpulkan bahwa kebahagiaan mungkin bisa dihitung secara matematis, jika kebahagiaan tergantung pada berbagai faktor, kita dapat mengumpulkan semua hal tersebut menjadi sebuah formula dengan berbagai koefisien yang positif dan negatif sehingga menghasilkan rumusan Happiness Quotient (HQ).
Hector juga mengkonsultasikan catatannya dengan seorang profesor peneliti kebahagiaan, ternyata hal-hal yang dicatatnya sudah hampir mencakup semua faktor penentu kebahagiaan.
Dalam diskusi mereka, dibahasa bahwa berbagai penelitian menyimpulkan kebahagiaan bisa dihitung dengan menjumlahkan tiga hal berikut ini:
Perbedaan antara hidup yang dimiliki dengan hidup yang diharapkan bisa dimiliki.
Perbedaan antara hidup yang dimiliki saat ini dengan masa terbaik dalam hidup di masa lalu.
Perbedaan antara apa yang dimiliki dengan apa yang dimiliki oleh orang lain Dengan demikian akan didapatkan perbedaan rata-rata, semakin kecil perbedaannya (mendekati nol), semakin seseorang merasa bahagia.
Menurut profesor tersebut kebahagiaan juga bisa diukur, yaitu dengan beberapa metode, misalnya dengan bertanya pada seseorang berapa kali dalam sehari atau seminggu dia merasa memiliki suasana hati yang senang, ceria atau bahagia, Metode kedua adalah dengan bertanya pada mereka apa mereka merasa bahagia dalam berbagai aspek dalam kehidupannya. Metode ketiga adalah dengan merekam ekspresi wajah orang, mengukurnya (antara senyuman yang muncul karena benar-benar bahagia atau karena pura-pura tidak merasa kesal).
Dalam penelitian yang lebih rumit, juga dibahas apakah kebahagiaan tergantung pada hal-hal yang berjalan dengan baik pada kehidupan seseorang atau justru tergantung pada karakter pribadi masing-masing (apakah orang memang terlahir untuk bahagia?). Memiliki kecenderungan untuk bahagia mungkint tergantung pada perkembangan otak kita sebelum dan setelah lahir, namun juga tergantung pada cara orang tua mendidik saat kita masih kecil.
Sebagai kesimpulan, profesor tersebut menyatakan, jika kita membandingkan diri dengan orang lain dan tidak merasa ingin seperti mereka, jika kita tidak memiliki masalah keuangan atau kesehatan, jika kita memiliki teman, hubungan keluarga yang erat, pekerjaan yang disenangi, jika kita orang yang religius yang menjalankan ajaran agama, jika kita merasa berguna, jika kita pergi berlibur secara teratur, jika kita tinggal di sebuah negara yang tidak dipimpin oleh orang jahat, yang menjamin kesejahteraan kita, peluang kita untuk merasa bahagia akan meningkat tajam.
Juga ada sebuah kesimpulan penelitian bahwa pria lajang lebih tidak bahagia dibandingkan pria yang menikah, dan oleh sebab itu mereka memiliki lebih banyak masalah kesehatan.
Dari : Tam Kepada : San Hasil : Keluarga Samara Kegiatan : Pernikahan Indikator Kinerja Kegiatan : Terlaksananya Pernikahan Jenis Keluaran : Kegiatan Volume : 1 (satu) Kegiatan
A. Latar Belakang
1. Berdasarkan Ayat Quran QS. An Nisa (4): 1, “Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari diri yang satu, daripadanya Dia menciptakan pasangannya, dan daripada keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”
2. Berdasarkan Ayat Quran QS. An Nahl (16): 72, “dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari jalan yang baik. Mengapa mereka beriman pada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?"
3. Berdasarkan Ayat Quran QS. An Nur (24): 32, “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya), Maha Mengetahui.”
4. Berdasarkan Ayat Quran QS. Ar Rum (30): 21, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
5. Berdasarkan Ayat Quran QS. Yasin (36): 36, “Maha Suci Allah yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.¨
6. Berdasarkan Ayat Quran QS. Adz Dzariyat (51): 49, “Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
7. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separuh lainnya.” (HR. Baihaqi).
8. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
9. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain.” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
10. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan).” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
11. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
12. Berdasarkan Hadist Nabi Muhammad SAW “Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah).
13. Berdasarkan UUD Tahun 1945 Amandemen Ke-4 Pasal 28B Ayat 1 bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
14. Berdasarkan sebuah lagu yang entah siapa penyanyinya, “Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asyik sendiri, lama tak ada yang menemani rasanya..”
B. Gambaran Umum
Bahwa sesuai dengan petunjuk Ayat Quran, Rangkaian Hadist dan UU yang berlaku di negara kita, bahwa menikah merupakan kebutuhan hidup, merupakan hak dan sekaligus juga kewajiban, merupakan suatu kegiatan membawa bermacam kebaikan. Oleh karena itu, jika Allah meridhoi, orang tua merestui dan adek sendiri berkenan, bersama ini abang menyatakan maksudnya kepada adek, untuk melamar adek, agar adek bersedia menjadi istri abang.
Melalui pernikahan inilah kita bisa berupaya untuk membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, agar kita bisa berusaha untuk menciptakan sebuah keluarga yang mewujudkan ketenangan, kasih sayang, rasa cinta, dan kasih sayang, yang diberkahi oleh Allah SWT. Agar kemudian kita bisa menjadi berkah juga bagi lingkungan sekitar kita.
Tentunya tak ketinggalan, agar atas izin Allah, kita bisa bekerjasama merencanakan, mengusahakan, serta memelihara putra-putri yang atas izin Allah mudah-mudahan sholeh dan sholehah. Karena proses untuk memberlangsungkan keturunan ini tidak bisa dilaksanakan sendirian, karena kita sama tau bahwa kita bukan amuba yang bisa melakukan reproduksi dengan membelah diri.
Dengan pernikahan itu adek, kita dapat lebih banyak menghabiskan waktu bersama, membaca buku bersama, mendengar musik, menonton film, makan, bisa bergandengan tangan kemana suka, bermain, bertualang, bercanda, atau berdebat sesuka kita, bahkan bisa tidak melakukan apapun, apa saja, asal berdua.
Walaupun, untuk membersihkan rumah, mencuci, mensetrika, mungkin bisa adek lakukan sendiri, karena sepertinya pada saat itu abang sedang sibuk.
Tapi kita masih bisa bersama menikmati sunrise di Bromo atau sunset di pantai Senggigi. Dan tentunya tak ketinggalan bisa adek dengarkan pula lantunan (hampir) merdu persembahan biola dari abang, yang hits singel terbarunya masih lagu lama, lagu Ibu Kita Kartini. Nantinya, tentu lebih banyak lagi lantunan lagu yang bisa adek dengarkan. Seperti juga akan lebih banyak sholawat yang adek lantunkan untuk menghibur abang.
Nanti bisa adek ceritakan secara langsung mimpi-mimpi pada pagi hari, yang biasanya adek ceritakan melalui pesan text. Juga akan kita bangun mimpi-mimpi yang memungkinkan untuk kita capai, seperti mimpi adek, yang menjadi makmum dalam sholat bersama abang.
Nanti akan kita tutupi kekurangan kita masing-masing, karena sudah fitrah manusia selalu penuh dengan kekurangan, dengan itu kita akan berusaha untuk saling menyempurnakan. Menyempurnakan agama, menyempurnakan rasa sayang.
C. Manfaat
Kegiatan ini, yang jika Allah meridhoi, orang tua adek merestui dan adek sendiri berkenan, akan membawa manfaat kepada berbagai pihak:
1. Adek sendiri, karena jadi ada abang yang bersedia menemani menjalani hari-hari agar supaya tak lagi sendirian.
2. Abang sendiri, karena jadi ada adek yang bersedia menemani menjalani hari-hari, yang akan menjadi perhiasan terindah di rumah abang. Dengan hobi adek yang sapu-sapu itu, abang hanya bisa membayangkan rumah itu akan bersih, rapi, serta tak kurang indah dari kreasi seorang berjiwa seni dan berhati lembut seperti adek.
3. Keluarga adek dan keluarga abang, tak kurang menerima manfaat, karena dua keluarga yang bergabung akan menambah dan mempererat jaringan silaturahmi.
4. Teman-teman kita sekalian, karena dengan demikian mereka tak perlu lagi merisaukan soal perjodohan kita, tak perlu menanyakan sudah punya pacar atau belum, kapan mengirim undangan, dsb sehingga itu akan menghemat energi mereka untuk hal-hal yang lebih produktif.
5. Alam, karena keberadaan kita sebagai bagian dari alam, sedangkan pernikahan adalah proses alam yang paling fundamental, sehingga dengan demikian kita dapat memberi kontribusi, menjadi mata rantai yang akan menghubungkan manusia awal dengan manusia akhir.
6. Penghulu, karena akan terlihat sibuk pada saat acara ini dilangsungkan.
7. Kucing tetanggga, karena pada saat acara dilangsungkan mungkin akan tak kesulitan mencari makan.
8. Pihak lain yang tak dapat disebutkan satu persatu, diharapkan akan ada multiplier effect dari kegiatan yang akan kita langsungkan.
D. Strategi Pencapaian
Jika adek berkenan, acara akan kita laksanakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan Persiapan dari pelaksanaan kegiatan pernikahan ini adalah proses lamaran. Hal ini, akan kita laksanakan segera setelah adek berkenan memberi perkenan bagi pelamaran ini.
2. Pelaksanaan Pelaksanaan akan terdiri dari proses yang menghadirkan penghulu, saksi-saksi, mahar, serta serangkaian kegiatan yang abang sendiri belum tahu apa. Kita pikirkanlah itu nanti. Mungkin akan ada orang mengaji di dalamnya di dalamnya, membaca sholawat, mungkin akan mengundang berbagai teman, kenalan, tetangga, kucing tetangga, semua boleh ikut berbahagia, itu jika adek berbahagia, seperti abang yang juga akan berbahagia.
3. Pelaporan Sepertinya kita tak perlu membuat laporan pelaksanan, karena nanti kita akan terlalu sibuk dan mungkin terlalu lelah dengan aktivitas bulan madu, sehingga tak punya waktu untuk membuat laporan itu.
E. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini akan kita laksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, yang akan kita rundingkan dengan berbagai pihak yang terkait. Agar jangan sampai ada paksaan dari para pemuda untuk memproklamasikan kegiatan pernikahan yang akan diselenggarakan ini. Jika mereka tetap memaksa, bisa kita jawab sementara dengan “tunggulah dalam beberapa purnama.”
F. Biaya
Untuk melaksanakan kegiatan ini kita tak akan membebani APBN, tidak perlu menggunakan skema pembayaran Public Private Partnership, atau model investasi lain yang membutuhkan analisis Benefit per Cost ratio atau Incremental Rate of Return tertentu, tetapi harapannya anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan ini tidak akan membuat buku tabungan kita menjadi minus.
G. Penutup
Demikian, proposal of marriage ini dibuat, agar mendapat perkenan dan dapat ditindaklanjuti dengan sebagaimana mestinya.
Disusun Oleh: Calon Kepala Rumah Tangga yang (mungkin) baik dan (mungkin) benar
Setelah menyaksikan dan mengalami
berbagai prosesi wisuda di berbagai universitas di dalam dan luar negeri,
muncul keinginan untuk menceritakan salah satu prosesi wisuda yang pernah saya
alami, salah satu yang terbaik, adalah prosesi wisuda di ITB, khususnya di
Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) ITB.
Bagian 1 Persiapan
Masa-masa kuliah di ITB itu
adalah masa-masa sulit, masa-masa mengerjakan tugas-tugas kecil, tugas besar, tugas
sangat besar, masa-masa menyelesaikan tugas kerja praktek, maupun tugas akhir,
dalam menjalaninya satu demi satu teman berguguran.
Sebagian mahasiswa yang tabah sampai akhir, dengan sedikit keberuntungan
akhirnya bisa menyelesaikan masa-masa sulit sampai tiba waktunya wisuda.
Wisuda di ITB biasanya setahun
tiga kali, periode bulan Maret, Juli dan Oktober yang dengan demikian membagi
golongan wisudawan menjadi beberapa kategori.
Wisudawan periode juli (3.5 tahun) biasanya
terdiri dari satu dua orang jenius di setiap angkatan;
Wisudawan periode Oktober (4 tahun) biasanya
wisuda untuk mahasiswa taraf pintar sedikit dibawah jenius;
Wisudawan periode Maret (4 Tahun lebih sedikit)
adalah untuk orang-orang berdisiplin tinggi,
Wisudawan periode Juli (4.5 tahun) adalah untuk
orang-orang yang asyik, gaya, gaul, funky, trendy;
dan wisudawan bulan dan tahun berikutnya adalah
untuk mahasiwa yang terlalu menikmati menjadi mahasiswa, dst.
Waktu itu, saya dan beberapa
teman seangkatan termasuk kategori yang berhasil lulus bulan Juli tahun 2006.
Satu dua bulan menjelang hari wisuda, biasanya
ketua himpunan menunjuk salah satu anggota angkatan paling muda dan paling
sial, paling tumbal, untuk menjadi ketua panitia. Menjadi ketua panitia
acara wisuda itu berarti harus menghadapi masa-masa sulit, dengan effort tinggi, penuh onak dan duri
untuk mempersiapkan banyak hal terkait acaranya.
Setelah persiapan matang, maka
diundanglah para wisudawan untuk mengikuti presentasi. Biasanya panitia akan
duduk rapat rapi di muka whiteboard kecil dan menelpon anggotanya
satu-satu yang belum datang karena presentasi belum dimulai sebelum semua anggota
panitia datang, atau setidaknya 50% dari satu angkatan hadir.
Wisudawan yang biasanya terdiri
dari dedengkot-dedengkot yang sudah lama mengundurkan diri dari dunia persilatan seolah turun gunung, berdatangan satu persatu lalu duduk
di tempat yang lebih tinggi seolah menunjukkan supremasi, di kursi, amben kecil di himpunan, duduk di tangga
ke lantai dua, nangkring di jendela atau sekedar berdiri menutup pintu keluar,
sehingga panitia kegiatan tidak ada yang bisa kabur.
Presentasi itu biasanya diawali
dengan pembukaan ketua panitia yang terbata-bata menjelaskan susunan panitia
dan rencana kegiatannya. Proposal yang disodorkan ke para wisudawan biasanya
akan dikembalikan dengan catatan dari salah seorang calon wisudawan:
“Analisis kondisi, kebutuhan,
latar belakang dan kosep acara yang kalian susun belum jelas! Tolong proposalnya
diperbaiki.” Itu pastilah karena wisudawan tadi sering ditolak proposal tugas
akhir nya, san mengalami trauma, sehingga mencontoh perilaku dosen pembimbing.
Kalau acara yang disusun
sedemikian parah biasanya akan ada satu dua wisudawan yang berkomentar, “Belom
matang konsep kalian ini, belom sius (serius) awak tengok, kalo gini caranya
kalian pakai lagi lah celana training dan kaos, kita ospek ulang.” Itu tentulah
karena wisudawan itu dedengkot tim materi atau danlap pada saat kaderisasi himpunan.
Tetapi jika konsep acara sudah
bagus, dan persiapannya terlihat cukup matang, kendala ada pada bagian anggaran.
Misalnya wisudawan diwajibkan
membayar uang wisuda 150 ribu perorang, maka panitia akan dibantai sampai uang
iuran itu menjadi separuhnya. Separuh sisanya harus panitia yang mencari dana
dengan cara ngamen di warung pinggir jalan, jualan kue, jualan baju bekas, jualan diri
dsb. Bahwa panitia kadang-kadang harus nombokin dari kantong pribadi, sudah
menjadi ketentuan umum.
Presentasi rencana acara
wisuda yang dimulai jam 7 malam biasanya berakhir setelah mencapai sepertiga
malam terakhir. Sampai terjadi kesepakatan antara pihak panitia dan pihak
wisudawan, atau lebih tepatnya sampai panitia pusing, lelah, dan frustasi
sehingga tunduk pada kemauan wisudawan, bahwa mereka harus tersiksa dan
wisudawan harus bahagia.
Setelah satu, dua, tiga kali
presentasi yang kadang-kadang diulang, membahas kaos, plakat, dokumentasi,
makanan, selokan mana yang akan dibendung, berapa ribu air plastik yang akan
diisi, berapa ratus koran yang akan dilinting, dsb.
Jika persiapan lancar, maka barulah
diselenggarakan acara wisudanya. Wisuda biasanya terdiri dari dua acara besar,
wisnite (malam wisuda) dan wisday (hari wisuda).
Bagian 2 Wisnite
Malam wisuda ada dua, yaitu malam wisuda yang dirayakan di
himpunan untuk anggota himpunan yang akan wisuda dan malam wisuda yang diadakan
oleh penyelenggara jurusan.
Malam wisuda di jurusan biasanya mengundang
orang tua untuk bersilaturahmi dan makan-makan, acaranya cukup standar: pembukaan,
kata pengantar, organ tunggal dengan lagu-lagu kenangan untuk menghibur orang
tua, pesan dan kesan wisudawan berprestasi, yang mana pastinya bukan saya..
Acara yang lebih menarik biasanya
adalah wisnite yang dilaksanakan oleh himpunan.
Wisudawan dihibur dengan sebuah
panggung sederhana di depan sekretariat HMS ITB, aneka bakat-bakat terpendam
muncul di permukaan pada acara ini. Tari-tarian entah apa, kabaret yang lucu-lucu,
lagu-lagu dari band-band legendaris himpunan, aneka video profil wisudawan,
video testimony untuk wisudawan yang kocak-kocak.
Pada saat itu, ada beberapa adik
kelas yang menyumbangkan video tribute kepada Yows Jambi Morrison. Bintang,
Reza, Uto, Mono dalam band the widows, sebagai penghargaan kepada mantan Kepala
Departemen Kesra yang menyukai band-band yang berawalan huruf the, the doors,
the strokes, the brandals, dsb.
Video pertama parody klip the strokes- last nite
Video kedua paradoy klip the
doors - light my fire
Pada acara ini biasanya wisudawan
tinggal duduk manis di karpet yang digelar di depan panggung, menikmati
semuanya. Saking eksklusifnya, wisudawan hanya perlu memanggil pendamping (LO)
untuk mengambilkan aneka makanan dan minuman yang diinginkan. Wisudawan tinggal
menunggu makanan itu datang.
Setelah aneka pertunjukan
hiburan, dilanjutkan dengan acara intinya, sepatah dua patah kata oleh para
wisudawan. Wisudawan satu persatu naek ke panggung, duduk rapi dan mulai
mengucapkan sepatah dua kata ajaib. Ajang ini menjadi media menceritakan
pengalaman, keluh kesah, lelucon segar, bahkan kadangkala curcol kisah cinta abadi yang
terluka selama berada di himpunan. Biasanya bos bos favorit akan mendapatkan
sorakan paling kencang. Semakin malam acara akan berakhir, semakin syahdu
cerita yang terungkapkan.
Setelah berakhir seluruh acara,
maka ditutup dengan band yang mengiringi lagu mars HMS ITB yang dinyanyikan
beramai-ramai, semua anggota himpunan dan semua wisudawan pada bernyanyi, sambil
berteriak, melompat, mengepalkan tangan ke atas dan moshing, apa yang di
istilahkan oleh Jim Morrison sebagai penyembuhan neurosis komunal.
Bagian 3 Wisuda
Wisuda biasanya dimulai dengan pagi-pagi
buta para wisudawati menuju salon untuk menata rambut dan merias wajah supaya menjadi
sulit dikenali, tetapi bagi para wisudawan, langkah itu bisa di skip dengan
mandi seadanya, berpakaian serapinya dan langsung berangkat ke Sabuga ITB.
Satu hal yang harus menjadi
catatan adalah, kenakan toga mu sesaat sebelum masuk gerbang, dan apabila ada
fotografer jalanan yang memfoto saat berjalan memasuki sabugha, persembahkan
senyum terbaikmu, jangan pura-pura cuek dan tidak mau difoto. Hal ini supaya setelah
acara berakhir bisa mendapatkan beberapa foto manis dengan harga borongan.
Acara wisuda dari rektor berjalan
dengan khidmat, saat pertama kali masuk ITB diawali dengan penyambutan
di Sabugha, dan saat selesai kuliah juga diakhiri dengan pelepasan wisuda di Sabugha.
Rasa bahagia itu tak terbayangkan, tak terlukiskan. Kulminasi dari serangkaian kompleksitas
perasaan dan perjuangan yang berakhir bahagia.
Sehingga wajar jika hampir semua
wajah terlihat bahagia, satu dua wajah yang terlihat tak bergembira itu mungkin
hanya karena tak bisa menerima kenyataan bahwa cita-citanya untuk menjadi
insinyur (Ir.) supaya namanya berubah menjadi penuh wibawa sebagaimana Ir. Soekarno
harus berakhir dengan menjadi sarjana teknik (ST), Soekarno, ST?
Wisudawan yang wajahnya lempeng,
biasa-biasa saja, mungkin karena tidak punya pendamping wisuda (PW), seperti
pada teman-teman saya itu, bukan pada saya. Seperti mereka yang telah menjalani berbagai varian
fase yang tak menyenangkan selama masa kuliahnya, STMJ, Semester perTama Masih
Jomblo, Semester Tiga Masih Jomblo, Semester Tujuh Masih Jomblo, Sudah ST Masih
Jomblo, yang siap menghadapi ancaman Sampe Tua Masih Jomblo.
Wisuda biasanya berjalan syahdu dengan
aneka lagu paduan suara, orchestra, dan aneka macam pidato, sambutan, dsb. Setelah itu rektor
yang baik hati menyelamati dan menyalami satu persatu wisudawan, terlihat makin
lama senyumnya sedikit berkurang akibat bersalaman dengan seribu wisudawan,
berat memang tugas beliau.
Biasanya inilah acara puncak
sebuah wisuda, yang ditutup dengan foto-foto bersama. Tetapi bagi anggota HMS
ITB, acara utama baru menyusul setelah keluar gedung. Dari gedung kita
diarahkan untuk berganti pakaian menggunakan kaos dan celana training. Lalu di
luar sudah berkumpul pasukan pengawal dengan jaket hijau, mereka harus melalui masa-masa menjadi pengiring ini, harus memasang tampang garang.
Dengan tampang tidak kalah garang, kita para
wisudawan pun mengajak mereka bertanding push up. Para wisudawan yang perutnya sudah mulai membuncit, sudah lama tak berolahraga.
Setelah itu diadakan acara
arak-arakan untuk menggiring wisudawan ke lapangan kampus tempat pembantaian
akan dilakukan. Kali ini jalurnya melewati Lapangan Sabugha – Terowongan – TVST
– sampai ke depan tugu Soekarno – Fisika – hingga ke gerbang ganesha dan
lapangan parkir sipil.
Arak-arakan ini temanya berbeda-beda
untuk setiap jurusan, biasanya jurusan seni rupa akan menampilkan atraksi seni dengan kostum terbaiknya, biasanya wanita-wanita jurusan biologi akan menjelma
menjadi aneka kupu-kupu cantik, burung, atau makhluk indah lainnya untuk
mengiringi wisudawan, senada dengan jurusan farmasi, industri, arsitek, dsb yang mempertunjukkan acara teatrikal tari-tarian demi mengiringi seniornya, para wisudawan
yang mengendari mobil atau berjalan santai seraya melambaikan tangan dengan senyum sumringah layaknya
iringan pejabat kenegaraan.
Sedangkan untuk HMS ITB, tentunya
hanya ada wajah-wajah garang yang belum sarapan dalam barisan yang berlari-lari
sambil bernyanyi-nyanyi. Seolah hendak menunjukkan sisi maskulinnya jurusan
yang sudah takdirnya kebanyakan populasi pria. Tentunya wisudawan harus ikut berlari dan
bernyanyi, susah buat melambai sambil tersenyum ala pejabat kenegaraan.
Di tengah jalan, bertemu pula
dengan Himpunan Jurusan Tambang dan Geologi. Jurusan favorit yang dari dari
kajian historisnya memang sudah suratan bermusuhan dengan jurusan Sipil. Karena
jalannya sempit dan iringan tidak mau saling mengalah, berantamlah jadinya.
Biasanya petugas keamanan kampus sudah mempersiapkan kamera untuk merekam aksi
berantem mahasiswa, rektor sudah memberikan edaran siap men DO jika terjadi tawuran. Tetapi saat di lapangan,
tetap gairah muda melawan semua aturan itu, akhirnya berantam antar jurusan,
pengiring wisuda dengan pengiringnya, wisudawan dengan wisudawan. Setelah
berantam selesai (entah bagaimana bisa selesai) baru arak-arakan dilanjutkan.
Sampai di Aula Barat, mendekati
area sipil, wisudawan mendapat instruksi jalan jongkok, seolah mengulangi ritual
kegiatan ospek yang pernah dilalui, sambil jalan jongkok itu anggota HMS yang beserta para alumni yang
hadir memukuli
punggung wisudawan yang sedang berjalan jongkok dengan koran yang digulung hingga padat maksimal.
Lihatlah danlap nya yang menggunakan jeans belel sobek yang disambung kembali, yang kaosnya bergambar dirinya sendiri, orang-orang memanggilnya tiada tanding tiada banding. Wisudawan harus mengikuti setiap istruksi darinya. Berjalan
jongkok menyeret kaki sambil mengaduh-aduh menahan sakit di punggungnya sampai
tiba di lapangan sipil.
Di lapangan sipil sudah tersedia
tumpukan bungkusan air yang akan digunakan untuk perang air, biasanya jumlahnya
seribu bungkusan lebih, wisudawan harus bertahan di tengah-tengah lapangan digempur oleh
lemparan air para anggota HMS. Makin tenar, maka makin habis lah kena
lemparan rekan seangkatan, junior, atau senior yang sudah lulus.
Setelah itu wisudawan diarahkan
menuju tempat penghakiman, sambil terus dikelilingi oleh bos-bos yang masih
memukul dengan gulungan korannya. Sementara orang tua para wisudawan yang mengenakan
jas dan keaya rapi biasanya hanya bisa melongo, kadang ada ibu-ibu yang
marah atau menangis dan tidak terima bahwa sudah datang jauh-jauh dari Siantar malah
mendapatkan pemandangan anaknya yang habis kena lintingan koran.
Beberapa orang
tertentu yang difavoritkan biasanya akan diculik dan diproses, hingga punggungnya
penuh bekas merah, hingga minta ampun. Seorang pendekar dari Sleman pun akan terlihat meringis merasakan ngilu di punggungnya.
Acara selanjutnya adalah penghakiman.
Akan ada seorang yang dianggap paling berpengaruh, berwibawa, sekaligus lucu
yang berperan menjadi seorang hakim, sekaligus jaksa penuntut, sekaligus
pembela, membacakan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh wisudawan.
Kertas yang dibacanya itu kadang-kadang bisa penjang sampai satu meter. Setelah
dibacakan, barulah keluar kata-kata sakti.
“Dengan ini kalian dinyatakan
Non-Him!!” yang menyatakan wisudawan sudah lulus dari HMS, menjadi nonhim, anggota
luar biasa, atau apalah itu istilahnya.
Setelah itu dilanjutkan dengan pesan dan kesan wisudawan, satu persatu mengampaikan pesan kesannya, terimakasihnya, atas segala yang pernah dilaui bersama. Atas kebaikan orang tua yang sudah membiayai anaknya hingga menjadi sarjana. Di sinilah sebenarnya momen terbaiknya, dimana setiap orang punya kesempatan untuk mengucapkan satu dua kata yang mencerminkan kulminasi perasaannya, yang tidak semua wisuda bisa mengakomodir. Terakhir, acara apapun harus ditutup
dengan menyanyikan lagu Mars HMS ITB, sambil berteriak, melompat, mengepalkan
tangan ke atas dan moshing..
Penutup
Wisuda itu adalah gerbang, seluruh civitas akademika telah mengantarkan para mahasiswa ke pintu gerbang, menuju sebuah hutan
belantara, sebuah tempat yang tak diketahui apa yang ada di sana. Kebersamaan telah
berakhir, masing-masing orang akan menempuh jalur hidupnya sendiri-sendiri, mungkin
akan ada yang akan jadi tokoh nasional sebagaimana biasanya yang kampus ITB hasilkan,
ada yang melanjutkan jadi akademisi, ada yang jadi pengusaha, ada yang jadi
pekerja asing dengan bayaran dolar, ada yang menjadi pegawai negeri, ada yang akan jadi koruptor, ada yang jadi seniman, ada yang akan
berlebihan dengan arogannya, ada idealis yang akan berubah menjadi pragmatis, dan
ada satu dua gelintir yang tetap dengan idealisme nya. Nasib akan membawa ke arah yang berbeda-beda.
Tetapi, pengalaman bersama di kampus sampai dengan wisuda itu menitipkan pesan, suatu saat, ketika menghadapi
sebuah kesulitan yang tak terlihat jalan keluarnya, titik wisuda itu mengingatkan,
jangan lupa bahwa dulu kita pernah di wisuda di ITB, bahan di HMS ITB. Masuk
ITB itu susah, belajar di ITB itu juga susah, soal ujian anstruk matriks elemen
hingga itu susah, cari kerja setelah lulus ITB makin susah, jadi apalagi yang
susah-susah yang belum kita hadapi? Bukanlah bagian yang susah-susah itu sudah biasa
untuk kita lewati.
Suatu saat, ketika terjatuh oleh
realita hidup, ingatlah bahwa kita pernah bernyanyi, sambil mengepalkan tangan
ke atas, dengan wajah tengadah menantang badai..
“Tak gentar akan rintangan dan
cobaan, dengan semangat ayo maju terus, hidup HMS ITB!”
Adek, letakkan dulu itu, masih terlalu pagi untuk memegang gagang
sapu, mari kita berjalan-jalan di minggu pagi ini, udara di luar masih sejuk segar,
embun pun masih memberai di rerumputan dan dedaunan, tak layak kita biarkan
berlalu saja. Mari kita berjalan-jalan pagi, menengok peradaban, melihat dan menelusuri
perkampungan di dekat rumah abang.
Adek, daerah ini dulu masih hijau dan jarang penduduknya, sekarang
hijaunya semakin berkurang, merah, putih, abu, kuning, coklat penggantinya
berupa rumah-rumah yang semakin tak kepalang berkembang. Itu salak anjing yang
terdengar mengancam dari salah satunya, jangan adek takut, jangan adek berlari,
karena nanti abang jadi takut, dan jadi berlari juga. Biarkan saja anjing itu yang
berlari mengejar kita, biarkan menggigit jika dia mau, nanti kita balas dengan
yang serupa..
Adek, jalan-jalan ini yang biasa abang lalui sewaktu kecil, saat
selesai sholat subuh dan belajar kitab suci dari Pak Haji. Melalui jalan-jalan
ini biasanya kami bercanda tawa sampai dijemput matahari.
Di dekat tanjakan itu. Itulah rumah abang dulu, yang abang tempati sejak
lahir sampai masa remaja. Tumbuh berkembang abang di situ, seperti tumbuh
berkembangnya pohon-pohon yang ramai menaungi halaman. Rumah itu adek, pekarangannya
ada entah berapa luasnya, mungkin lima hektar ukurannya orang dewasa. Tetapi
bagi kami selayaknya dari satu dunia itulah luasnya, luas tak berperi, di luar pekarangan
itu adalah dunia yang selalu asing bagi kami.
Di depan sini, dekat dengan pintu gerbang diantara pagar, adalah pohon
mangga yang sering lebat buahnya, tetapi agak asam rasanya. Ada bermacam pohon
selain itu adek, pohon petai cina di dekat pagar itu, ada juga pohon jengkol
yang besar rindang serta berbuah banyak diwaktu musimnya, di dekatnya ada lagi
pohon mangga, ada juga dua batang pohon rambutan rapia yang bulunya sedikit
tetapi gulanya teramat banyak, di sebelahnya ada pohon jambu air yang sangat
manis, tempat biasa abang bergelantungan mencari ulat daun. Sekali dua juga menerapkan
praktek mencangkok pohon, bisa tumbuh akar diantara batang pohon itu, ajaib. Di
sebelahnya lagi ada pohon nangka belanda, yang berbuah sepanjang tahun, yang
tak pernah abang makan daunnya walaupun katanya obat segala rupa. Dan terhampar
di halaman belakang itu adek, itu pohon pisang yang beraneka rupa jenisnya, padahal
sama-sama pisang, tetapi ada yang besar, kecil, petak.
Di pohon itu sewaktu-waktu abang mengikatkan sapi-sapi dan
membiarkannya merumput sendiri. Pernah abang tunggui sapi itu sambil bermain
layangan, atau sambil meniup suling bambo yang dibuat sendiri, tetapi dianya tak
peduli, hanya ketika abang coba tunggangi, dia jadi lari. Memang dia
jinak-jinak sapi, sehingganya pada suatu malam yang tak sampai pagi habis mereka
dibawa oleh pencuri.
Tapi tidak apa-apa adek, selain sapi itu masih ada kambing-kambing
yang gembira, mereka selalu mengembik setiap kali makanan terlambat datang. Mengikuti
jejak para nabi yang sering berawal dari penggembala, abanglah terpaksa masuk
ke belukar dan hutan di belakangsana, guna
mencari makanan berupa ramban, daun pule muda, daun nangka, daun ubi dan entah
daun apalagi. Susah selera kambing ini adek, tak mau diberi daun pohon jengkol yang
banyak berjatuhan di halaman.
Sambil mencari makan kambing di belukar dan hutan, abang tak akan lupa
memanjat pohon cempunek yang buahnya harum mengundang selera. Itu adalah versi
mungil daripada cempedak, sedangkan cempedak adalah versi mungil dari nangka.
Terbayang kan adek bentuknya? Sampai ke ujung-ujung pohonnya biasa abang berpesta
mengalahkan codot dan sebangsanya. Tak ada yang punya pohon itu adek, pastilah
sengaja diciptakan Tuhan untuk penggembala yang kelaparan di hutan.
Hutan di belakang rumah itu dibelah oleh sungai kecil yang biasanya jernih
dan berarus cukup deras, tempat biasa abang istirahat di sana, sambil
menghitung jumlah cingkuk atau beruk yang bergelantungan di pohon besar, beruk
itu yang lebih besar dan berwarna hitam adek. Sering juga bersama teman-teman
bermain di sungai itu, mandi, menyelam, mengejar ikan, jika tidak dapat ikan
itu, maka kami mengumpannya dengan cacing. Cacing dimakan ikan, ikannya kami
makan, tidak langsung kami makan adek, tetapi kami bakar dulu dengan api dan kayu
seadanya, ditaburi garam. Jangan tanya rasanya, karena tidak enak yang
memuaskan. Memuaskan karena peradaban manusia jaman dulu yang berburu dan
meramu sudah bisa kami lakukansendiri,
sejak kecil itu.
Di hutan itu adek, ada pohon besar yang usianya sudah ratusan tahun, tak
perlu dilihat kambiumnya untuk mengecek umur pohon, lihat saja besar dan
tingginya yang menjulang, namanya pohon Kemang. Jangan didekati, karena itu ada
penunggunya, entah itu semut, burung atau apa. Di bawah-bawahnya pun ada beberapa
kuburan yang kalau kita ke sana akan terkenang sampai jadi mimpi-mimpi seram
waktu malam.
Lebih baik cepat pulang dari hutan adek, keluar dari sana menuju rumah
abang harus menanjak lewat jalan setapak, di kiri kanannya ada ladang dengan aneka
tanaman, tanaman apa saja pernah tumbuh di sana kecuali mungkin padi. Ada kacang
panjang, kacang pendek, kacang sedang, kedelai, ada timun, pare, terong, semangka,
ada ubi kayu, ubi rambat, bengkoang, dan ubi-ubian lainnya.
Dalam setahun entah berapa kali panennya aneka tanaman itu, berlebihan
untuk dimakan sendiri atau dibagikan ke
tetangga, sehingga bisa dibawa ibu ke pasar. Semua Bapak yang menanam sepulang
kerja dari kantornya, dengan bantuan abang tentunya, meski cuma sedikit. Pernah
abang membantu membawakan cangkul, dan mengayunkannya sekali dua untuk
membersihkan pematang dari rerumputan, tetapi langsung abang pamit dengan
alasan hendak pergi madrasah. Memegang cangkul itu adek, adalah kerjaan orang
dewasa, abang waktu itu hanya harus memegang pena, dan memastikan di rapor
tintanya hitam semua dan juga bahwa saat terima rapor nama dipanggil ke depan,
Bapak sudah cukup akan senang.
Ladang itu dulu kalau pagi sering penuh dengan jejak-jejak babi hutan,
entah apa yang mereka cari. Sehingga kami tugaskan Bleki untuk menjaganya.
Bleki itu anjing adek, warnanya putih, tetapi dia bilang dia mau dipanggil
bleki, menggonggong setiap namanya dipanggil dan mengibaskan ekornya sambil menjulurkan
kepala berharap dielus kepalanya. Setiap dia menjilat kaki atau tangan kami,
setiap itu juga dia kena marah, karena bekasnya harus dicuci tujuh kali pakai
pasir. Itu sebelum Bleki kami temukan tak sadarkan diri, setelah diracun oleh
tersangka komplotan maling sapi.
Pada masa jayanya, setiap hari Bleki kami biarkan berkeliling halaman
dan berpetualang menjelajahi dunianya sendiri, menggoda kambing, sapi, kucing,
tupai, burung puyuh, tikus tanah, ular, atau kalau beruntung, sewaktu-waktu
akan bertemu kucing hutan, kami menyebutnya macan akar, satu keluarga kecil
yang bermukim di semak dan gerakannya
lincah tak kepalang.
Itu adek, rumahnya itu sekarang sudah tak ada lagi, sekarang berganti jadi
sebuah sekolahan, halamannya tak lagi penuh tanaman, pohon-pohonnya sudah
jarang terlihat berbuah, pohon jengkol tempat dulu abang pernah terjatuh sampai
pingsan juga sudah tumpas, sampai akarnya pun tak tersisa lagi. Tapi semua itu
masih ada adek, untungnya semua masih tersisa dalam ingatan.
Abang ceritakan kepada adek, sebelum semakin menghilang, berganti
dengan ingatan abang tentang senyum adek yang menawan, yang membuat abang luluh
dan bahagia tak kepalang. Apa namanya perasaan ini adek? Perasaan abang pada
adek tersayang, yang belum abang rasakan dari waktu kecil abang tinggal di
rumah itu.
Sudah adek, mari kita cari jalan pulang. Masih ada hari untuk dikejar,
diantaranya ada membangun rumah kita sendiri, dengan pekarangan yang lebar,
rerumputan dan aneka pepohonan berbuah banyak yang anak-anak akan suka
memanjatnya meski dilarang ibunya. Dan di situ adek, akan ada gagang sapu yang
mungkin adek ingin pegang..