Sebuah Sabtu pagi,
Pagi ini seperti juga pagi-pagi sebelumnya, terbangun dari istirahat malam di kampus, himpunan tercinta. Matahari masih terbit dari arah... timur ya kayanya. Ga tau, soalnya ga liat pas terbitnya. Sebelum terbit udah bangun, trus sholat, abis itu tidur lagi, jadi ga tau matahari terbitnya dari mana.
Bangun lagi saat ada seorang manusia jalang dengan inisial Edd, memberi ajakan sarapan bareng. Dengan mata masih sayu, segera disanggupin.
"Oke, hayo kita makan."
Langsung ke toilket buat sebuah perenungan rutin, sambil cuci muka, basuh kiri kanan atas bawah. Begitu balik ke himpunan, eh makhluk jalang dengan inisial Edd tadi malah tidur. Betapa kurang ajarnya ya...Tidurnya nelungkup, seolah-olah ga perlu udara buat membantu metabolisme tubuh.
Ya sudah, nungguin dia bangun dulu. Pas ada seorang wanita kakak tingkat yang dikecengin (dikagumi) sama makhluk jalang dengan inisial Edd tadi, baru dia bisa bangun. Refleks, tidak perlu diperintah saraf. Kemudian dia dengan sok Hi tech-nya memamerkan skill bagaimana cara mendownload lagu. Berusaha TP, meski kayanya hanya berguna sebatas angin sepoy-sepoy yang meniup pohon. Segera berlalu.
Oke, kita berangkat makan.
"Makan apa kita Edd?"
"Terserah abang ajalah"
"Oke, kita makan lontong sayur padang"
"Minum apa kita Edd?"
"Terserah abang ajalah"
"OKe, kita minum susu murni. Makan lontong sayur nya di Balubur, trus minum susunya di Ganesha."
Makhluk jalang dengan inisial Edd segera menyadari bahwa dirinya telah tertipu, dan harus menjalani konsekuensi berjalan ke sebuah arah dengan jarak mendekati satu jam kecepatan semut berjalan untuk makan lontong sayur, dan berbalik ke arah lain dengan jarak satu jam mobil mogok berjalan untuk minum susu murni. Tempat makan dan minum yang begitu berjauhan, sangat tidak logis untuk dijalani. Itu semua konsekuensi dari perkataan "Terserah abang ajalah..."
Beriktunya, setiap adegan berlalu hingga layar memfokuskan angle of viewnya kepada dua orang manusia, yang satu tampan, sedangkan yang satu lagi makhluk jalang dengan inisial Edd. Sedang duduk di depan gerbang ITB sambil minum susu murni dan Yoghurt, sembari berusaha menghitung jumlah cewe yang lewat dan memberi penilaian yang subjektif. (Sebuah kegiatan yang sangat tidak produktif, untuk putra-putri terbaik bangsa, yang dibiayai oleh negara untuk menuntut ilmu)
Makhluk jalang dengan inisial Edd memberikan penilaian,
"Boleh juga yang ini, 7,5 lah!"
"Yang ini mah 7 aja Edd!"
"Oh"
"Kalo kaya O...tiit baru nilainya bisa 9, coba dia lewat sini ya..."
Sembari menunggu sosok-sosok berjalan yang bisa diberikan penilaian, obrolan diisi dengan percakapan dengan tingkat intelegensi rendah. Soal wanita-wanita cantik yang tersebar di kampus. (Sebuah kegiatan yang sangat tidak produktif, untuk putra-putri terbaik bangsa, yang dibiayai oleh negara untuk menuntut ilmu)
Detik dan menit terus berlalu. Hingga akhirnya muncul segerombolan orang berlari, dalam rangka kaderisasi dari himpunan XXX. Hingga seraut wajah itu muncul dan ikut berlari. Seraut wajah yang selalu, hanya muncul dalam realita sekian detik dan memberi bayangan di dalam hati ini selama sekian hari. Wajah yang mendapat nilai 9 itu membuat setiap detik yang ada terasa berharga, sangat sangat berharga. Andai waktu bisa dihentikan, mungkin lebih baik waktu berhenti di detik ini. Makhluk jalang dengan inisial Edd segera berkomentar.
"Lima belas detik yang sangat berharga bagi kita, Tapi tidak berharga bagi dirinya karena kita hanya dianggap debu..."
Sial! Menjatuhkan nilai diri saat sedang di hadapan orang yang memang sangat bernilai. Dalam hati, membenarkan perkataan dangkal dari makhluk jalang dengan inisial Edd tadi. Dalam hati juga, menumbuhkan tekad untuk terus menaikkan potensi dan nilai diri hingga memiliki derajat setaraf dengan wanita tadi, untuk bisa, minimal berkenalan dan menjabat tangannya. Berteman, kemudian ber.... sambung.
Yaah, sebuah sabtu pagi yang indah. Melepaskan diri dari beban perkuliahan selama beberapa hari yang lewat dan memperiapkan diri menghadapi beberapa hari yang akan lewat. Sebuah sabtu yang indah, karena akhirnya bisa melihat lagi wajahnya. Beberapa detik itu cukup untuk menyirami bunga-bunga di taman hati selama seminggu. Sebuah sabtu pagi yang indah tapi agak suram karena harus dilalui bersama dengan seorang makhluk jalang dengan inisial Edd...
Semoga pagi-pagi berikut akan tetap indah, bagi setiap orang yang mengharapkan keindahan mengisi hari-harinya.
Pagi ini seperti juga pagi-pagi sebelumnya, terbangun dari istirahat malam di kampus, himpunan tercinta. Matahari masih terbit dari arah... timur ya kayanya. Ga tau, soalnya ga liat pas terbitnya. Sebelum terbit udah bangun, trus sholat, abis itu tidur lagi, jadi ga tau matahari terbitnya dari mana.
Bangun lagi saat ada seorang manusia jalang dengan inisial Edd, memberi ajakan sarapan bareng. Dengan mata masih sayu, segera disanggupin.
"Oke, hayo kita makan."
Langsung ke toilket buat sebuah perenungan rutin, sambil cuci muka, basuh kiri kanan atas bawah. Begitu balik ke himpunan, eh makhluk jalang dengan inisial Edd tadi malah tidur. Betapa kurang ajarnya ya...Tidurnya nelungkup, seolah-olah ga perlu udara buat membantu metabolisme tubuh.
Ya sudah, nungguin dia bangun dulu. Pas ada seorang wanita kakak tingkat yang dikecengin (dikagumi) sama makhluk jalang dengan inisial Edd tadi, baru dia bisa bangun. Refleks, tidak perlu diperintah saraf. Kemudian dia dengan sok Hi tech-nya memamerkan skill bagaimana cara mendownload lagu. Berusaha TP, meski kayanya hanya berguna sebatas angin sepoy-sepoy yang meniup pohon. Segera berlalu.
Oke, kita berangkat makan.
"Makan apa kita Edd?"
"Terserah abang ajalah"
"Oke, kita makan lontong sayur padang"
"Minum apa kita Edd?"
"Terserah abang ajalah"
"OKe, kita minum susu murni. Makan lontong sayur nya di Balubur, trus minum susunya di Ganesha."
Makhluk jalang dengan inisial Edd segera menyadari bahwa dirinya telah tertipu, dan harus menjalani konsekuensi berjalan ke sebuah arah dengan jarak mendekati satu jam kecepatan semut berjalan untuk makan lontong sayur, dan berbalik ke arah lain dengan jarak satu jam mobil mogok berjalan untuk minum susu murni. Tempat makan dan minum yang begitu berjauhan, sangat tidak logis untuk dijalani. Itu semua konsekuensi dari perkataan "Terserah abang ajalah..."
Beriktunya, setiap adegan berlalu hingga layar memfokuskan angle of viewnya kepada dua orang manusia, yang satu tampan, sedangkan yang satu lagi makhluk jalang dengan inisial Edd. Sedang duduk di depan gerbang ITB sambil minum susu murni dan Yoghurt, sembari berusaha menghitung jumlah cewe yang lewat dan memberi penilaian yang subjektif. (Sebuah kegiatan yang sangat tidak produktif, untuk putra-putri terbaik bangsa, yang dibiayai oleh negara untuk menuntut ilmu)
Makhluk jalang dengan inisial Edd memberikan penilaian,
"Boleh juga yang ini, 7,5 lah!"
"Yang ini mah 7 aja Edd!"
"Oh"
"Kalo kaya O...tiit baru nilainya bisa 9, coba dia lewat sini ya..."
Sembari menunggu sosok-sosok berjalan yang bisa diberikan penilaian, obrolan diisi dengan percakapan dengan tingkat intelegensi rendah. Soal wanita-wanita cantik yang tersebar di kampus. (Sebuah kegiatan yang sangat tidak produktif, untuk putra-putri terbaik bangsa, yang dibiayai oleh negara untuk menuntut ilmu)
Detik dan menit terus berlalu. Hingga akhirnya muncul segerombolan orang berlari, dalam rangka kaderisasi dari himpunan XXX. Hingga seraut wajah itu muncul dan ikut berlari. Seraut wajah yang selalu, hanya muncul dalam realita sekian detik dan memberi bayangan di dalam hati ini selama sekian hari. Wajah yang mendapat nilai 9 itu membuat setiap detik yang ada terasa berharga, sangat sangat berharga. Andai waktu bisa dihentikan, mungkin lebih baik waktu berhenti di detik ini. Makhluk jalang dengan inisial Edd segera berkomentar.
"Lima belas detik yang sangat berharga bagi kita, Tapi tidak berharga bagi dirinya karena kita hanya dianggap debu..."
Sial! Menjatuhkan nilai diri saat sedang di hadapan orang yang memang sangat bernilai. Dalam hati, membenarkan perkataan dangkal dari makhluk jalang dengan inisial Edd tadi. Dalam hati juga, menumbuhkan tekad untuk terus menaikkan potensi dan nilai diri hingga memiliki derajat setaraf dengan wanita tadi, untuk bisa, minimal berkenalan dan menjabat tangannya. Berteman, kemudian ber.... sambung.
Yaah, sebuah sabtu pagi yang indah. Melepaskan diri dari beban perkuliahan selama beberapa hari yang lewat dan memperiapkan diri menghadapi beberapa hari yang akan lewat. Sebuah sabtu yang indah, karena akhirnya bisa melihat lagi wajahnya. Beberapa detik itu cukup untuk menyirami bunga-bunga di taman hati selama seminggu. Sebuah sabtu pagi yang indah tapi agak suram karena harus dilalui bersama dengan seorang makhluk jalang dengan inisial Edd...
Semoga pagi-pagi berikut akan tetap indah, bagi setiap orang yang mengharapkan keindahan mengisi hari-harinya.
hmmph....
ReplyDeleteterkadang makhluk jalang bisa tenar dan mampu menunjukkan eksistensinya lo...
buktinya masuk dalam puisi seorang penyair sehebat chairil anwar...
tapi apa daya dengan makhluk tampan?
bahkan seorang sandi nurjaman enggan mengakuinya....
~edd~
huahuahuhauhuahuhauua
ReplyDeletebener bgt!!!
kenapa harus ngomongin dua hal ituh????