Purnama bercahaya lagi, meski awan gelap menggumpal diangkasa dan mencoba menutupinya, ternyata hanya berbalas kesia-siaan. Tak mampu menghalangi cahaya purnama yang memancarkan aura cinta. Ya, cinta. Purnama selalu mengingatkanku pada cinta.
Entah telah berapa purnama yang telah aku lewati tanpa cinta. Tanpa perasaan mencintai dan dicintai yang dulu membuat kehidupanku begitu lebih berarti. Memang, arti hidup tidak bisa dijawab hanya dengan sebuah kata ‘cinta’, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa kata itu telah membawa hidup kepada lebih banyak makna.
Oh, aku rindu. Rindu pada masa-masa itu, masa-masa bercinta. Masa-masa memiliki orang yang disayangi dengan sepenuh hati dan memberikan rasa sayangnya kepadaku dengan sepenuh jiwa. Masa-masa mengucapkan kata itu tanpa harus mengingkari apa yang melahirkannya. Mewujudkannya dalam segala bentuk ekspresi dan tak perlu mempertanyakan esensi. Semua menjadi logis dengan pembenaran sebuah kata. Bahkan dalam diam pun seribu kata bisa terucap. Melalui tatapan mata semua bisa terungkap. Keheningan dalam berdua akan mengalirkan nuansa yang menebarkan segenap pesona yang akan membuat setiap orang terlena. Ketika tak lagi bisa bertatap, semua menguap menjadi kata-kata, kemudian menari indah dengan perantara tinta pada sebuah kertas, tarian indah yang melukiskan semua perasaan, yang lalu menjadi sebuah maha karya dengan gelar surat cinta. Semua, terjadi karena cinta.
Hingga hari ini, datang kembali. Sebuah hari dimana aku begitu menginginkannya untuk kembali hadir dan merasuki hati. Racuni hati ini, dan hilangkan semua penawarnya karena aku tak butuh kesembuhan. Ketuk pintu ini, akan kubuka pintu, kututup kembali, dan akan kubuang kuncinya. Biarkan aku terlarut dalam selaksa pesona. Berikan aku perasaan itu, perasaan yang menenangkan dalam setiap gelisah dan geliat.
Kemudian seorang sahabat memandang gelisah ini dan memberikan dukungannya. “Don’t ever u give up for “love” ‘cause you have fuckn friend..”, katanya. Seorang sahabat sejati yang telah memberi semangat pada secuil hati untuk tetap bercahaya dan menyinari.
Akhirnya malam ini datang kembali, sebuah malam dimana bulan memancarkan cahayanya dengan bulat sempurna. Membangkitkan hasrat untuk mengulangi masa-masa melengkapi dan dilengkapi. Menggali memori yang pernah terpendam sangat dalam. Sebuah malam dengan purnama menghiasinya. Dan malam ini, aku hanya berteman sebuah lagu sendu. Flanella, yang tak henti-hentinya bercerita tentang cinta, menyuarakan syair “Bulan cinta kan bersinar lagi, menerangi hati yang…”. Aku kembali terluka dalam harapan.
Ada apa dengan hari ini? Kenapa harus ada hari seperti ini dalam sebuah siklus hidup? Tak mampu terus berpikir dan menjawab semua rasa, aku hanya bisa berharap semoga hari ini segera berlalu. Segera kusambut mimpi, mencari cinta di dalam sana. Dan berharap esok semua akan baik-baik saja…
Entah telah berapa purnama yang telah aku lewati tanpa cinta. Tanpa perasaan mencintai dan dicintai yang dulu membuat kehidupanku begitu lebih berarti. Memang, arti hidup tidak bisa dijawab hanya dengan sebuah kata ‘cinta’, tetapi tak bisa dipungkiri bahwa kata itu telah membawa hidup kepada lebih banyak makna.
Oh, aku rindu. Rindu pada masa-masa itu, masa-masa bercinta. Masa-masa memiliki orang yang disayangi dengan sepenuh hati dan memberikan rasa sayangnya kepadaku dengan sepenuh jiwa. Masa-masa mengucapkan kata itu tanpa harus mengingkari apa yang melahirkannya. Mewujudkannya dalam segala bentuk ekspresi dan tak perlu mempertanyakan esensi. Semua menjadi logis dengan pembenaran sebuah kata. Bahkan dalam diam pun seribu kata bisa terucap. Melalui tatapan mata semua bisa terungkap. Keheningan dalam berdua akan mengalirkan nuansa yang menebarkan segenap pesona yang akan membuat setiap orang terlena. Ketika tak lagi bisa bertatap, semua menguap menjadi kata-kata, kemudian menari indah dengan perantara tinta pada sebuah kertas, tarian indah yang melukiskan semua perasaan, yang lalu menjadi sebuah maha karya dengan gelar surat cinta. Semua, terjadi karena cinta.
Hingga hari ini, datang kembali. Sebuah hari dimana aku begitu menginginkannya untuk kembali hadir dan merasuki hati. Racuni hati ini, dan hilangkan semua penawarnya karena aku tak butuh kesembuhan. Ketuk pintu ini, akan kubuka pintu, kututup kembali, dan akan kubuang kuncinya. Biarkan aku terlarut dalam selaksa pesona. Berikan aku perasaan itu, perasaan yang menenangkan dalam setiap gelisah dan geliat.
Kemudian seorang sahabat memandang gelisah ini dan memberikan dukungannya. “Don’t ever u give up for “love” ‘cause you have fuckn friend..”, katanya. Seorang sahabat sejati yang telah memberi semangat pada secuil hati untuk tetap bercahaya dan menyinari.
Akhirnya malam ini datang kembali, sebuah malam dimana bulan memancarkan cahayanya dengan bulat sempurna. Membangkitkan hasrat untuk mengulangi masa-masa melengkapi dan dilengkapi. Menggali memori yang pernah terpendam sangat dalam. Sebuah malam dengan purnama menghiasinya. Dan malam ini, aku hanya berteman sebuah lagu sendu. Flanella, yang tak henti-hentinya bercerita tentang cinta, menyuarakan syair “Bulan cinta kan bersinar lagi, menerangi hati yang…”. Aku kembali terluka dalam harapan.
Ada apa dengan hari ini? Kenapa harus ada hari seperti ini dalam sebuah siklus hidup? Tak mampu terus berpikir dan menjawab semua rasa, aku hanya bisa berharap semoga hari ini segera berlalu. Segera kusambut mimpi, mencari cinta di dalam sana. Dan berharap esok semua akan baik-baik saja…