Hari
sudah hampir jam 10 malam ketika kereta dari paris berhenti. Berhenti dimana? Di
tempat yang penumpangnya suka, stasiun Barcelona Sants. Kulihat alamat hotel, Ibis
Barcelona Molins De Rei, entah dimana itu. Dari Stasiun ini harus naik Metro ke
Molins De Rei. Sambil memunggungkan tas, ku songsong udara dingin yang
menyergap dari luar.
Seorang
ibu-ibu agak gendut agak tua namun masih berusaha seksi yang terindikasi dari
tanktop yang dikenakannya telah membantuku menemukan arah menuju hotel. Jalan
kaki sepuluh menit, di ujung sana setelah turunan akan ada simpang, ambil kiri
dan ambil kanan, maju jalan. Begitu katanya dengan bahasa inggris seadanya. Sambil
dia bilang ingin datang ke Indonesia untuk berselancar, surfing di bali. Oke,
ibu memang metal, begitu kataku.
Dan, inilah hotel itu. Setulus
hati ini mengatakan kamar ini terlalu mewah untuk seorang backpacker yang
kesepian, tanpa sanak saudara dan teman untuk berbagi tempat tidur yang double
size. Empuk kasurnya membuatku menyesal tidak sedang berbulan madu, berbagi
hati.. eaa.. Kamar seharga 50 Euro, setaraf 750ribu rupiah, sebenarnya lumayan
murah.
double bed for a single traveler |
Biar
tidak menimbulkan skeptisisme publik, bagaimana bisa seorang backpacker tinggal
dihotel yang terlalu mewah. Baiklah dijalaskan bahwa hotel ini dibooking tanpa
perencanaan, untuk mengganti tiket kereta malam yang ludes di pasaran. Dampak sistemiknya
adalah jadwal liburan siang hari di Paris harus diganti kereta siang dan malam tambahan
di Barcelona. Malam sudah hari. Segera tidur karena badan menghendaki
demikian.
The view from my window |
Esoknya
pagi-pagi, matahari tidak terlupa terbit. Aku pun tak lupa untuk check out.
Karena kamarku yang sesungguhnya ada di pusat kota Barcelona. Akhirnya tak
berapa lama, dengan menunggangi metro, aku sampai lagi di Stasiun Barcelona
Sants. Penghuni perut yang berteriak, disumpal dengan chicken wing di McD
stasiun, yang harganya murah, cuma 2.5 Euro, yang rasanya enak, ada pedas-pedas
krispy begitu.
Di
sana, saat sedang makan chicken wing itu dengan lahap sambil duduk di kursi
yang berderet, sadarlah aku bahwa dua orang yang disebelah ini seperti berwajah
Indonesia bagian jawa. Khas, tipikal yang hidungnya tak seberapa mancung, kulitnya tak seberapa
gelap, tinginya tak seberapa pula. Maka ku sapa.
Ternyata
memang yang pria orang Indonesia yang sedang mengambil S3 di Paris, dari siapa
dia megambilnya? Entahlah. Bahkan namanya pun aku lupa, bisa saja diberi
inisial Sukarmanto jika kita suka, karena asalnya dari Surabaya. Sedangkan yang
wanita adalah istrinya. Berbincang sejenak sambil makan, si pria memberikanku
peta kota Barcelona, memberikan saran-saran mana saja yang sebaiknya
dikunjungi. Memberikanku aneka wejangan untuk berhati-hati. Memberiku doa dan
jampi-jampi. Sementara yang istrinya memandangi dengan wajah tidak suka, seakan
cemburu bahwa Pak Sukarmanto terlalu baik dan terlalu cepat akrab dengan orang
tak dikenal.
Maka
aku melanjutkan lagi perjalanan. Sungguh kegiatan berwisata tanpa perencanaan
sepertiku ini, yang hanya bermodalkan booking penginapan, tidak patut ditiru
dan digugu. Untungnya di stasiun dan pelbagai pelosok kota selalu tersedia tourist
information center.
Setelah
lagi-lagi menunggangi kereta bawah tanah, maka sampailah diriku di stasiun Passeig
De Gracie yang terdekat dengan penginapan. Berjalan beberapa blok melewati
jalanan dan pertokoan, sampailah di Barcelona Urban Hostel. Melapor ke
resepsionis dan menaiki tangga empat lantai, sampailah di dalam kamar, berjalan
melewati beberapa kasur bertingkat dua, sampailah di kasurku yang berada di
pojokan. Ternyata satu kamar ini terdiri dari 16 kasur, yang sedang penuh terisi
oleh berbagai rupa warna dan kelamin manusia, dari seluruh dunia.
Di
kamar ini terdapat loker, itu yang biasanya dipakai menyimpan barang, tetapi
tidak ada gemboknya. Sehingga buat menyimpan tas dengan aman agak diragukan.
Untuk mendapatkan gembok harus menyewa seharga 2 Euro. Sehingga wajar jika ku
tuliskan pesan dalam hati untuk kelak membawa gembok kemana saja akan pergi.
Akhirnya
tas backpackerku sudah diikat ke tiang bawah ranjang, diserahkan pada penjagaan
malaikat.Setidaknya, jika ada yang mengambil, malaikat akan mencatat.
Ini
ceritaku, kenapa pembukaan dan basa-basinya terlalu panjang, mana cerita seputar
jalan-jalannya?? Baiklah kita mulai ceritanya..
Jalanan
di pusat kota Barcelona ramai seperti tidak biasanya, karena aku tak tau juga
biasanya bagaimana. Rata-rata mereka yang berjalan itu bercelana, sebagian lagi
ber rok. Tapi tak mengapa, tak mesti semua bercelana.
Di pinggir jalan itu, diantara pertokoan, terletaklah salah satu karya Gaudi yang terkenal: Casa Batllo maka aku foto dari luar, karena untuk masuk membutuhkan biaya 15 euro.
Di pinggir jalan itu, diantara pertokoan, terletaklah salah satu karya Gaudi yang terkenal: Casa Batllo maka aku foto dari luar, karena untuk masuk membutuhkan biaya 15 euro.
Casa Battlo |
Berjalan
lagi ke ujung sana sekitar dua blok, ada lagi karya Gaudi juga yang cukup
terkenal juga. Namanaya adalah Casa Mila maka aku foto juga dari luar, karena
untuk masuk membutuhkan biaya 15 euro. Teganya mereka menetapkan harga tiket
mahal untuk memasuki sebuah gedung antah barantah ini.
Casa Mila |
Kenapa pula antriannya
begitu panjang? Emangnya siapa itu Gaudi? Kukira pertanyaan itu akan muncul
juga saat menatap bangunan yang berlekuk-lekuk tidak simetris dan warna-warni
hiasnya seperti permen itu.
queuing for the ticket |
Usut
punya usut, cari ku mencari informasi, ternyata Gaudi adalah seorang arsitek kenamaan
legendaris dan jenius lintas jaman, tak hanya terkenal pada masanya. Dialah
yang mendirikan berbagai bangunan unik di penjuru kota yang sekarang menjadi landmark
kota Barcelona. Yang membuat Barcelona juga dijuluki: The city of Gaudi.
Salah
satu karyanya yang paling terkenal adalah Sagrada Familia, sebuah katedral
“luar biasa” yang saking luar biasanya, sampai saat ini pun pengerjaannya tidak
selesai juga.
Maka
berangkatlah aku ke sana, dengan naik
Metro ke arah utara, setelah mendapat petunjuk dari sana-sini tentu saja.
The Famous Sagrada Familia |
Begitu
besarnya Katedral ini sehingga kamera biasa sulit untuk menangkap lebar dan
tingginya. Sudah sedemikian luar biasa lebar dan tinggi pun, ternyata bangunan
yang tampak ini hanyalah sisi-sisinya saja, sedangkan bagian utama bangunan
yang menjulang tinggi ke atas sana belum lagi dibangun. Tak heran di atas sana
terdapat beberapa tower crane besar yang seperti sedang akan mengerjakan
sesuatu. Namun tak perlu tertipu, sebenarnya tidak ada kegiatan apa-apa. Entah
sudah berapa lama Crane ini menganggur di atas sana.
There is only One God |
Jadi,
sekedar mengulang informasi yang terdapat di buku dan papan inforamsi,
pembangunan katedral ini dimulai sejak peletakan batu pertama tahun 1882, lalu
arsiteknya mengundurkan diri, yang digantikan oleh Gaudi (31 Tahun) pada 1883
yang mengabdikan hidupnya untuk pembangunan katedral ini sampai buku hidupnya ditutup
tahun 1926. Dan Katedral ini pun baru selesai bangunan luarnya saja. Lalu salah
satu bangunan terbakar dan semua desain ikut lenyap di dalamnya. Oleh arsitek
lainnya, pembangunan terus dilanjutkan sampai sekarang ini.
Sekedar
memberikan distorsi, jika Gaudi hidup di masa kini, tentulah dia yang akan
bernyanyi dengan irama metal “aku adalah Arsitek! Jreng jreng jreng jreng”
bukan grup band yang namanya Koil itu.
tower cranes are available for construction |
Untuk
masuk sampai ke lantai atas harus membayar lagi-lagi 13 Euro, 16 Euro jika
menggunakan lift, sehingga dengan berat hati aku hanya berhasil memasuki bagian
lantai dasar tempat biasa orang-orang beribadah.
Motif
dan ukirannya pun aneh-aneh. Lihatlah itu patung penyaliban yang dibentuk berwajah
kotak. Sungguh aneh selera Gaudi ini, yang katanya ingin membuat bangunan yang
bersahabat dengan alam luar dan dalam.
Di bagian luarnya bisa dilihat dari aneka
macam reptile katak, buaya, jerapah yang menjadi ornament penghias fasad
bangunan.
Di bagian dalamnya seperti hutan dengan atap dedaunan tinggi yang
disangga oleh tiang-tiang seperti pohon. Berbagai patung yang juga
unik menggantung di sana sini. Saat itu, para biarawati sedang menyanyikan lagu
rohani. Aku hanya bisa mencermati irama syahdunya tanpa mengerti artinya sambil
berjalan keluar.
Di dekat pintu masuk ke stasiun bawah tanah metro itu,
bersandar di pagar pembatas, seorang wanita yang sedang berciuman mesra
dengan.. wanita lainnya. Mungkin kata mesra kurang cukup mewakili, karena “buas”, “panas”, lebih sesuai untuk situasinya.
kissing ladies |
Aku hanya melongo, menelan ludah.. merasa peranku sebagai pria di muka bumi ini tidak lagi dihargai, sehingga wanita
lebih memilih wanita lainnya untuk bercumbu. Dan lagi, kenapa melakukannya di tempat yang ramai ini, apakah ini bagian dari objek wisata katedral ini. Maka, kuabadikan saja sambil melangkah menuruni tangga, menuju karya Gaudi selanjutnya..
*****