Tuesday, February 21, 2006
Thursday, February 09, 2006
Dua Orang Bodoh dalam Sebuah Ruang Cerita
Hari-hari dengan bayangan wisuda maret semakin mendekat, ternyata wisuda tetap hanyalah bayangan, yang segera sirna begitu mentari tak muncul menerangi.
Hingga suatu ketika kita disadarkan oleh kedatangan awan tebal yang seolah tak menyertakan gumpalan air didalamnya.
Kosan Yows, ketika itu...
Setelah sekian bulan studi literatur dan pencarian data, Analisis Penerapan Metode Crashing dalam Penyelesaian Keterlambatan Proyek, studi kasus: Proyek Pembangunan Apartemen Dago Butik..
Copi: ”Sebenarnya proyek ini terlambatnya berapa lama ya?”
Yows: “Iya ya, kita lihat saja si kurva S (Kurva hubungan antara waktu penyelesaian dan biaya yang bentuknya seperti huruf S:red), tarik garis horizontal, ketemu sama rencana, trus tarik garis vertical, dapet waktu keterlambatan, klo telatnya cuma seminggu mana bisa dianalisis?”
Berdua membentangkan kurva S proyek.
Setelah ditarik garis hubungan aktual dengan rencana,
Berdua: ”Loh, telatnya bener-bener Cuma seminggu ya......” wajah bego.
Gosok-gosok mata, usap-usap kurva S didepan mata, mencoba menghubungkan kembali rencana dan realisasi.
”Hiks! Ternyata memang Cuma terlambat satu minggu.”
Sekilas lagu silverchair ’mimpi bunuh diri’ melintas dibenak Yow. ”I dream about i was gonna end....i’ll kill my self, with holding my breath”
Perasaan hampa menggenang di ruangan, berkata-kata dalam kesunyian. Lalu ada tawa berdua, berusaha menutupi kebodohan. Tawa yang disertai air mata dihati.
Tiba-tiba terlontar sebuah pertanyaan paling blo’on sejagat.
Copi: ”Sebenarnya buat penelitian percepatan dalam keterlambatan proyek, proyeknya harus telat ngga ya?”
Dijawab dengan jawaban paling dodol, nomor dua sejagat.
Yows: ” Kayanya, ga mesti proyeknya harus telat ya, ato klopun perlu, kita anggap telat aja sekalian.”
Tertawa lagi berdua, terlihat semakin senang meratapi nasib dengan tawa. Tak sadar, bahwa mungkin, malaikat mencatatnya sebagai tawa yang berlebihan...
Bayangan wisuda maret kembali menjauh, dan perlahan sirna seiring sirnanya tawa dua anak manusia yang seperti orang gila...
Hingga suatu ketika kita disadarkan oleh kedatangan awan tebal yang seolah tak menyertakan gumpalan air didalamnya.
Kosan Yows, ketika itu...
Setelah sekian bulan studi literatur dan pencarian data, Analisis Penerapan Metode Crashing dalam Penyelesaian Keterlambatan Proyek, studi kasus: Proyek Pembangunan Apartemen Dago Butik..
Copi: ”Sebenarnya proyek ini terlambatnya berapa lama ya?”
Yows: “Iya ya, kita lihat saja si kurva S (Kurva hubungan antara waktu penyelesaian dan biaya yang bentuknya seperti huruf S:red), tarik garis horizontal, ketemu sama rencana, trus tarik garis vertical, dapet waktu keterlambatan, klo telatnya cuma seminggu mana bisa dianalisis?”
Berdua membentangkan kurva S proyek.
Setelah ditarik garis hubungan aktual dengan rencana,
Berdua: ”Loh, telatnya bener-bener Cuma seminggu ya......” wajah bego.
Gosok-gosok mata, usap-usap kurva S didepan mata, mencoba menghubungkan kembali rencana dan realisasi.
”Hiks! Ternyata memang Cuma terlambat satu minggu.”
Sekilas lagu silverchair ’mimpi bunuh diri’ melintas dibenak Yow. ”I dream about i was gonna end....i’ll kill my self, with holding my breath”
Perasaan hampa menggenang di ruangan, berkata-kata dalam kesunyian. Lalu ada tawa berdua, berusaha menutupi kebodohan. Tawa yang disertai air mata dihati.
Tiba-tiba terlontar sebuah pertanyaan paling blo’on sejagat.
Copi: ”Sebenarnya buat penelitian percepatan dalam keterlambatan proyek, proyeknya harus telat ngga ya?”
Dijawab dengan jawaban paling dodol, nomor dua sejagat.
Yows: ” Kayanya, ga mesti proyeknya harus telat ya, ato klopun perlu, kita anggap telat aja sekalian.”
Tertawa lagi berdua, terlihat semakin senang meratapi nasib dengan tawa. Tak sadar, bahwa mungkin, malaikat mencatatnya sebagai tawa yang berlebihan...
Bayangan wisuda maret kembali menjauh, dan perlahan sirna seiring sirnanya tawa dua anak manusia yang seperti orang gila...
Kutaruh curiga pada mimpiku
Kutaruh curiga pada mimpiku. Semua yang terajut dari angan yang seakan menjelma menjadi halusinasi. Apakah itu sekedar halusinasi?
Bukankah wajar seorang bermimpi, sewajar curiga yang terukir pada setiap adegan yang tergambar semakin nyata, semakin nyata, tapi tak pernah menjadi sebenar-benar nyata.
Warna-warni pencarian kehidupan semakin merisaukan, semakin berwarna dan semakin aku dibuat kebingungan olehnya. Semakin meronta untuk lepas dan semakin terjerat dalam sebentuk jaring laba-laba. Terjerat dan siap untuk disantap.
Mungkinkah karena apa yang tercerna selama ini berbeda dengan yang biasa? Tapi itu karena setiap manusia memilih, berbagai hasil tangkapan indera dan olahan rasio yang ada, membuatnya mengambil apa yang menarik baginya. Kuambil bagianku dan biarkan mereka dengan bagiannya, bukankah setiap orang punya bagian masing-masing dari jejak langkahya.
Namun sekali lagi, kutaruh curiga pada mimpiku.
Bukankah wajar seorang bermimpi, sewajar curiga yang terukir pada setiap adegan yang tergambar semakin nyata, semakin nyata, tapi tak pernah menjadi sebenar-benar nyata.
Warna-warni pencarian kehidupan semakin merisaukan, semakin berwarna dan semakin aku dibuat kebingungan olehnya. Semakin meronta untuk lepas dan semakin terjerat dalam sebentuk jaring laba-laba. Terjerat dan siap untuk disantap.
Mungkinkah karena apa yang tercerna selama ini berbeda dengan yang biasa? Tapi itu karena setiap manusia memilih, berbagai hasil tangkapan indera dan olahan rasio yang ada, membuatnya mengambil apa yang menarik baginya. Kuambil bagianku dan biarkan mereka dengan bagiannya, bukankah setiap orang punya bagian masing-masing dari jejak langkahya.
Namun sekali lagi, kutaruh curiga pada mimpiku.
Subscribe to:
Posts (Atom)