Sunday, May 26, 2013

Euro Trip Barcelona


Hari sudah hampir jam 10 malam ketika kereta dari paris berhenti. Berhenti dimana? Di tempat yang penumpangnya suka, stasiun Barcelona Sants. Kulihat alamat hotel, Ibis Barcelona Molins De Rei, entah dimana itu. Dari Stasiun ini harus naik Metro ke Molins De Rei. Sambil memunggungkan tas, ku songsong udara dingin yang menyergap dari luar.

Seorang ibu-ibu agak gendut agak tua namun masih berusaha seksi yang terindikasi dari tanktop yang dikenakannya telah membantuku menemukan arah menuju hotel. Jalan kaki sepuluh menit, di ujung sana setelah turunan akan ada simpang, ambil kiri dan ambil kanan, maju jalan. Begitu katanya dengan bahasa inggris seadanya. Sambil dia bilang ingin datang ke Indonesia untuk berselancar, surfing di bali. Oke, ibu memang metal, begitu kataku.

Dan, inilah hotel itu. Setulus hati ini mengatakan kamar ini terlalu mewah untuk seorang backpacker yang kesepian, tanpa sanak saudara dan teman untuk berbagi tempat tidur yang double size. Empuk kasurnya membuatku menyesal tidak sedang berbulan madu, berbagi hati.. eaa.. Kamar seharga 50 Euro, setaraf 750ribu rupiah, sebenarnya lumayan murah. 
double bed for a single traveler
Biar tidak menimbulkan skeptisisme publik, bagaimana bisa seorang backpacker tinggal dihotel yang terlalu mewah. Baiklah dijalaskan bahwa hotel ini dibooking tanpa perencanaan, untuk mengganti tiket kereta malam yang ludes di pasaran. Dampak sistemiknya adalah jadwal liburan siang hari di Paris harus diganti kereta siang dan malam tambahan di Barcelona. Malam sudah hari. Segera tidur karena badan menghendaki demikian.  
The view from my window
Esoknya pagi-pagi, matahari tidak terlupa terbit. Aku pun tak lupa untuk check out. Karena kamarku yang sesungguhnya ada di pusat kota Barcelona. Akhirnya tak berapa lama, dengan menunggangi metro, aku sampai lagi di Stasiun Barcelona Sants. Penghuni perut yang berteriak, disumpal dengan chicken wing di McD stasiun, yang harganya murah, cuma 2.5 Euro, yang rasanya enak, ada pedas-pedas krispy begitu. 

Di sana, saat sedang makan chicken wing itu dengan lahap sambil duduk di kursi yang berderet, sadarlah aku bahwa dua orang yang disebelah ini seperti berwajah Indonesia bagian jawa. Khas, tipikal yang hidungnya  tak seberapa mancung, kulitnya tak seberapa gelap, tinginya tak seberapa pula. Maka ku sapa. 

Ternyata memang yang pria orang Indonesia yang sedang mengambil S3 di Paris, dari siapa dia megambilnya? Entahlah. Bahkan namanya pun aku lupa, bisa saja diberi inisial Sukarmanto jika kita suka, karena asalnya dari Surabaya. Sedangkan yang wanita adalah istrinya. Berbincang sejenak sambil makan, si pria memberikanku peta kota Barcelona, memberikan saran-saran mana saja yang sebaiknya dikunjungi. Memberikanku aneka wejangan untuk berhati-hati. Memberiku doa dan jampi-jampi. Sementara yang istrinya memandangi dengan wajah tidak suka, seakan cemburu bahwa Pak Sukarmanto terlalu baik dan terlalu cepat akrab dengan orang tak dikenal. 

Maka aku melanjutkan lagi perjalanan. Sungguh kegiatan berwisata tanpa perencanaan sepertiku ini, yang hanya bermodalkan booking penginapan, tidak patut ditiru dan digugu. Untungnya di stasiun dan pelbagai pelosok kota selalu tersedia tourist information center.

Setelah lagi-lagi menunggangi kereta bawah tanah, maka sampailah diriku di stasiun Passeig De Gracie yang terdekat dengan penginapan. Berjalan beberapa blok melewati jalanan dan pertokoan, sampailah di Barcelona Urban Hostel. Melapor ke resepsionis dan menaiki tangga empat lantai, sampailah di dalam kamar, berjalan melewati beberapa kasur bertingkat dua, sampailah di kasurku yang berada di pojokan. Ternyata satu kamar ini terdiri dari 16 kasur, yang sedang penuh terisi oleh berbagai rupa warna dan kelamin manusia, dari seluruh dunia.

Di kamar ini terdapat loker, itu yang biasanya dipakai menyimpan barang, tetapi tidak ada gemboknya. Sehingga buat menyimpan tas dengan aman agak diragukan. Untuk mendapatkan gembok harus menyewa seharga 2 Euro. Sehingga wajar jika ku tuliskan pesan dalam hati untuk kelak membawa gembok kemana saja akan pergi.

Akhirnya tas backpackerku sudah diikat ke tiang bawah ranjang, diserahkan pada penjagaan malaikat.Setidaknya, jika ada yang mengambil, malaikat akan mencatat.

Ini ceritaku, kenapa pembukaan dan basa-basinya terlalu panjang, mana cerita seputar jalan-jalannya?? Baiklah kita mulai ceritanya..

Jalanan di pusat kota Barcelona ramai seperti tidak biasanya, karena aku tak tau juga biasanya bagaimana. Rata-rata mereka yang berjalan itu bercelana, sebagian lagi ber rok. Tapi tak mengapa, tak mesti semua bercelana. 

Di pinggir jalan itu, diantara pertokoan, terletaklah salah satu karya Gaudi yang terkenal: Casa Batllo maka aku foto dari luar, karena untuk masuk membutuhkan biaya 15 euro.
Casa Battlo
Berjalan lagi ke ujung sana sekitar dua blok, ada lagi karya Gaudi juga yang cukup terkenal juga. Namanaya adalah Casa Mila maka aku foto juga dari luar, karena untuk masuk membutuhkan biaya 15 euro. Teganya mereka menetapkan harga tiket mahal untuk memasuki sebuah gedung antah barantah ini. 

Casa Mila
Kenapa pula antriannya begitu panjang? Emangnya siapa itu Gaudi? Kukira pertanyaan itu akan muncul juga saat menatap bangunan yang berlekuk-lekuk tidak simetris dan warna-warni hiasnya seperti permen itu.
queuing for the ticket
Usut punya usut, cari ku mencari informasi, ternyata Gaudi adalah seorang arsitek kenamaan legendaris dan jenius lintas jaman, tak hanya terkenal pada masanya. Dialah yang mendirikan berbagai bangunan unik di penjuru kota yang sekarang menjadi landmark kota Barcelona. Yang membuat Barcelona juga dijuluki: The city of Gaudi.   

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Sagrada Familia, sebuah katedral “luar biasa” yang saking luar biasanya, sampai saat ini pun pengerjaannya tidak selesai juga.

Maka  berangkatlah aku ke sana, dengan naik Metro ke arah utara, setelah mendapat petunjuk dari sana-sini tentu saja.
The Famous Sagrada Familia
Begitu besarnya Katedral ini sehingga kamera biasa sulit untuk menangkap lebar dan tingginya. Sudah sedemikian luar biasa lebar dan tinggi pun, ternyata bangunan yang tampak ini hanyalah sisi-sisinya saja, sedangkan bagian utama bangunan yang menjulang tinggi ke atas sana belum lagi dibangun. Tak heran di atas sana terdapat beberapa tower crane besar yang seperti sedang akan mengerjakan sesuatu. Namun tak perlu tertipu, sebenarnya tidak ada kegiatan apa-apa. Entah sudah berapa lama Crane ini menganggur di atas sana.
There is only One God
Jadi, sekedar mengulang informasi yang terdapat di buku dan papan inforamsi, pembangunan katedral ini dimulai sejak peletakan batu pertama tahun 1882, lalu arsiteknya mengundurkan diri, yang digantikan oleh Gaudi (31 Tahun) pada 1883 yang mengabdikan hidupnya untuk pembangunan katedral ini sampai buku hidupnya ditutup tahun 1926. Dan Katedral ini pun baru selesai bangunan luarnya saja. Lalu salah satu bangunan terbakar dan semua desain ikut lenyap di dalamnya. Oleh arsitek lainnya, pembangunan terus dilanjutkan sampai sekarang ini. 
the view from the bottom
Sekedar memberikan distorsi, jika Gaudi hidup di masa kini, tentulah dia yang akan bernyanyi dengan irama metal “aku adalah Arsitek! Jreng jreng jreng jreng” bukan grup band yang namanya Koil itu.


tower cranes are available for construction
Untuk masuk sampai ke lantai atas harus membayar lagi-lagi 13 Euro, 16 Euro jika menggunakan lift, sehingga dengan berat hati aku hanya berhasil memasuki bagian lantai dasar tempat biasa orang-orang beribadah.
Miniature of the whole finished cathedral
Motif dan ukirannya pun aneh-aneh. Lihatlah itu patung penyaliban yang dibentuk berwajah kotak. Sungguh aneh selera Gaudi ini, yang katanya ingin membuat bangunan yang bersahabat dengan alam luar dan dalam. 
The strange design by Gaudi
Di bagian luarnya bisa dilihat dari aneka macam reptile katak, buaya, jerapah yang menjadi ornament penghias fasad bangunan. 
snakes, lizzards, frogs ornament
Di bagian dalamnya seperti hutan dengan atap dedaunan tinggi yang disangga oleh tiang-tiang seperti pohon. Berbagai patung yang juga unik menggantung di sana sini. Saat itu, para biarawati sedang menyanyikan lagu rohani. Aku hanya bisa mencermati irama syahdunya tanpa mengerti artinya sambil berjalan keluar. 
the statue of Mary
Di dekat pintu masuk ke stasiun bawah tanah metro itu, bersandar di pagar pembatas, seorang wanita yang sedang berciuman mesra dengan.. wanita lainnya. Mungkin kata mesra kurang cukup mewakili, karena “buas”, “panas”, lebih sesuai untuk situasinya.


kissing ladies
Aku hanya melongo, menelan ludah.. merasa peranku sebagai pria di muka bumi ini tidak lagi dihargai, sehingga wanita lebih memilih wanita lainnya untuk bercumbu. Dan lagi, kenapa melakukannya di tempat yang ramai ini, apakah ini bagian dari objek wisata katedral ini. Maka, kuabadikan saja sambil melangkah menuruni tangga, menuju karya Gaudi selanjutnya.. 

*****

Monday, May 06, 2013

mimpi ikan


Pagi tadi aku mimpi. Mimpi apa aku pagi tadi? 

Aku mimpi berenang, berenang menghindari kejaran. Kejaran entah siapa, aku pun lupa. Tapi tidak sendirian aku berenang, berenangnya bersama kawan-kawan, ada dua orang. Siapa mereka? Aku sudah lupa pula, padahal dalam mimpi mereka begitu nyata.

Berenangnya itu pun belum tentu tepat disebut berenang, itu seperti ikan yang hidup di air. Airnya air sungai, sungainya mengalir. Untuk menghindari kejaran, kami bertiga harus menerjunkan diri ke dalamnya, dan lagi di dalam sungai pun kami masih tetap akan dikejar, karena mereka yang mengejar bisa berenang juga.

Maka kami mengubah diri, mengubah diri jadi bisa menyelam dan jadi bisa hidup di dalam air, yang salah satu cirinya itu bernafas. Entah jadi apa kami itu, ukurannya kecil seukuran jempol tangan, punggungnya bulat agak keras, yang jelas kami di dalam air itu bersama ikan-ikan, mungkin seperti anak kura-kura kecil, kecil sekecil jempol, atau sebesar jempol apabila jempolnya kebetulan besar.

Perubahan itu cukup terasa menyakitkan, harus beberapa kali kami berubah. Dari air kami kembali ke darat, lalu naik, ternyata keadaan belum aman benar, sehingga melompat lagi ke dalam air, ada tiga kali keluar masuk ke air. Saat itu rasanya seperti akan tenggelam, namun harus menguatkan diri bahwa kami bisa berubah. Maka kami mulai menciut. Saat itu rasanya seperti tidak bisa bernafas, tapi harus menguatkan diri bahwa ikan saja bisa bernafas. Maka kami mencoba bernafas dan ternyata memang bisa. Lama-lama bernafasnya berasa nyaman. Lama-lama melayang, melihat aneka ragam ikan. Para pengejar pun tak bisa menangkap kami, karena kami hilang jadi mahluk air yang dia tak mengerti.

Kami terus berenang, meliuk-liuk ke kiri kanan bersama ikan. Lewat dari air terjun yang jatuh dengan deras. Sampai akhirnya kami sampai di suatu tempat, naek ke daratan. Entah dimanapun itu, yang jelas masih di dalam mimpi. 

Di sana, ada kuburan yang dibongkar. Yang membongkar mengambil beberapa lembar kertas dari sosok yang terbaring itu yang pakainnya seperti drakula. Menyuruh anak buahnya membereskan, lalu dia pergi sambil menyimpan kertas itu dibalik mantelnya, lalu kuikuti. Aku tau dialah penjahatnya, dan akulah tokoh utama yang baik hatinya. Bukan karena mukanya yang sangar dan mukaku yang ganteng, tapi karena ini aku yang sedang bermimpi. Kami bertabrakan di tengah suatu jalan setapak itu. Saat bertabrakan itu, kuambil kertas dari balik mantelnya.

Kertas itu lalu kugabungkan bersama sebuah buku, buku apa itu, buku catatan Leonardo Da Vinci. Ternyata itu adalah beberapa lembar yang hilang dari catatannya terkenal itu, yang berisi tulisan dan gambar-gambar yang sedang dia teliti, yang sudah diterbitkan.

Lalu aku bertemu kakek itu, kakek Leonardo Da Vinci, dia kan sudah tidak ada, hidupnya di abad ke 15, bagaimana bisa ada dia bertemu aku. Tidak jelas, karena ini mimpi. Lalu kuberikan buku itu kepadanya. Mungkin di sinilah mimpi berakhir, karena aku tak ingat kelanjutannya. Teman ku sudah tidak ada, entah pergi kemana, mungkin kembali ke mimpinya sendiri.

Mencoba sedikit interpretasi seperti di tafsir mimpi, seperti psikoanalisanya Sigmund Freud, ada beberapa potongan dan elemen terpisah dari pengalamanku yang mendadak bergabung terlibat dalam mimpi ini. Karena waktu kecil aku suka bermain dan berenang di sungai, karena beberapa waktu lalu aku menyelam di laut dan melihat ikan-ikan, karena seharian kemarin aku membaca buku biografi Leonardo Da Vinci, karena malam tadi aku nonton film dokumenter national geographic test your brain, yang mengajarkan cara mengambil barang dari kantung orang lain tanpa diketahui. Namun aku tak tau, apakah ada sesuatu yang sedang mengejarku? Ini semua, hanya mimpi. Mimpi yang membuat tidur jadi lebih dari sekedar istirahat.